Mohon tunggu...
Humaniora Pilihan

Harapan Pahlawan Devisa di Tengah Keprihatinan

8 Agustus 2016   17:26 Diperbarui: 8 Agustus 2016   18:12 197
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Perjuangan panjang pemerintah RI dalam mengupayakan kepulangan Satinah ke Indonesia akhirnya membuahkan hasil. Pada 2 September 2015 ia kembali menginjakkan kaki di tanah air setelahb delapan tahun meringkuk di penjara Arab Saudi.

Penanganan terbesar kasus trafficking tenaga kerja ilegal juga tampak dalam kasus Walfrida Soik Mau, gadis kelahiran 12 Oktober 1993 asal Atambua, Nusa Tenggara Timur yang diberangkatkan secara non-prosedural pada tahun 2010 dan dipekerjakan sebagai pembantu rumah tangga di Kelantan, Malaysia. Pada Desember 2010 dirinya dijebloskan ke penjara dengan tuduhan pembunuhan setelah terjadi kontak fisik antara Walfrida dengan ibu majikan yang berujung pada hilangnya nyawa sang ibu majikan.

Menurut BNP2TKI, kasus ini merupakan murni pembelaan diri tanpa bermaksud untuk melakukan penghiulangan nyawa. Sontak saja Kementerian Luar Negeri melalui KBRI Kuala Lumpur melakukan pendampingan hukum kepada Walfrida.

Muncul sebuah bukti bahwa Walfrida masih di bawah umur ketika diberangkatkan ke Malaysia. Fakta ini menegaskan bahwa gadis tersebut merupakan korban trafficking ilegal. Sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang, karena masih dalam usia nyang sangat belia, kondisi kejiwaan dan emosi Walfrida dinilai masih sangat labil dan mempengaruhi cara pengambilan keputusan. Butuh waktu lima tahun hingga akhirnya Walfrida bisa dibebaskan dari ancaman hukuman mati tersebut.

Yang disayangkan adalah tidak adanya notifikasi dari Arab Saudi mengenai kasus hukuman mati Siti Zainab dan Karni. Selayaknya ada pemberitahuan dan akses konsuler terlebih dahulu kepada Indonesia apabila para WNI terhukum mati sudah akan dieksekusi. Bagi Indonesia, consular notification adalah bentuk penghormatan atas kedua negara yang telah berjalan dengan baik.

Dalam program Nawacita yang dicetuskan oleh Presiden RI Joko Widodo, perlindungan warga negara Indonesia di luar negeri menjadi poin pertama yang disinggung. Pemerintah ingin nmenghadirkan kembali negara untuk melindungi segenap bangsa dan memberikan rasa aman pada seluruh warga negara, melalui politik luar negeri bebas aktif, keamanan nasional yang terpercaya dan pembangunan pertahanan negara Tri Matra terpadu yang dilandasi kepentingan nasional dan memperkuat jati diri sebagai negara maritim.

Pemerintah juga meluncurkan agenda baru berupa e-blusukan yaitu berkomunikasi dengan TKI dan buruh migran Indonesia yang ebrada di luarnegeri melalui video conference. Penyelenggaraan e-blusukan ini bekerja sama dan difasilitasi oleh tujuh perwakilan KBRI yaitu KBRI Kairo di Mesir, KBRI Hongkong di Tiongkok, KBRI Singapura, KBRI Seoul di Korea Selatan, KBRI Bandar Seri Begawan di Brunei Darussalam, KBRI Riyadh di Arab Saudi, dan Kantor Dagang dan Ekonomi Indonesia Taipei di Taiwan.

Kegiatan ini tentu membawa hal yang positif bagi para imigran di luar negeri. Selain mendapatkan peluang untuk bertanya jawab langsung dengan pemerintah, hal ini bisa membuka wawasan pemerintah terhadap berbagai kondisi di lapangan yang sebelumnya tak pernah terpikirkan di dalam negeri.

Mengapa buruh migran wajib untuk dilindungi?

Bukan hanya dari segi ekonomi, seluruh warga negara bahkan setiap manusia di muka bumi memiliki hak asasi yang sama untuk memperjuangkan harkat dan martabat mereka. Katakanlah mereka membawa dampak ekonomi positif bagi Indonesia, apakah dengan demikian mereka hanya dianggap aset semata? Tidak. Ada banyak hal yang mereka perjuangkan. Niat tulus mereka adalah membawa kemuliaan dan kesejahteraan bagi keluarga. Tak pernah terlintas dalam benek mereka yang sederhana mengenai efek dan nama Indonesia, murni hanya demi keluarga.

Namun demikian, Nusron menyebutkan, faktanya buruh migran menyumbang satu persen dari total GDP Indonesia pada 2014 kemarin. Dari seluruh GDP Indonesia sebesar USD 888,5 miliar, tambahan devisa dari para TKI dan BMI mencapai USD 8,4 miliar atau setara Rp 110 triliun. Dan perkiraan tahun 2015 ini para imigran memberikan bantuan devisa sebesar Rp 114 triliun. Angka ini tentu tak bisa dipandang remeh.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun