Pendahuluan
Pada saat seseorang berkomunikasi maka terjadilah komunikasi yang melibatkan suatu media yang disebut bahasa agar orang tersebut dapat menerima pesan dari komunikasi yang telah berlangsung. Bahasa muncul sebagai hasil interaksi yang saling dipahami, sehingga bahasa lebih mudah dipahami bila muncul dari kehidupan sehari-hari. Hal ini menciptakan konstruksi mental yang melaluinya orang secara aktif menggunakan pengalaman mereka melalui bahasa dan keyakinan untuk menciptakan realitas yang sesuai dengan realitas orang lain (Mahoney, 2004).
Bahasa yang lahir dari interaksi manusia memberi makna bahwa hubungan antara bahasadan budaya mempunyai pengaruh terhadap\kebiasaan berpikir individu. Hal ini dikarenakan bahasa merupakan sarana untuk mengungkapkan pikiran, sehingga seseorang dapat melihat cerminan diri individu dalam perilakunya (Whorf, 1944).
Pendidikan merupakan pekerjaan normatif yang bertanggung jawab terhadap diri sendiri, sekaligus bimbingan dan konseling yang bertujuan untuk mengembangkan potensi diri anak didik secara optimal. Untuk mencapai hal tersebut, konselor harus memahami cara klien memandang dunia, budayanya dan cara klien berbicara mengenai masalah (Young, 2013), bahasa merupakan senjata yang digunakan konselor untuk membangun hubungan dan mengintervensi perilaku konseli.
Konselor juga diharapkan memiliki keterampilan dalam menanggapi pernyataan supervisi sehingga yang disupervisi dapat memperoleh kejelasan, pemahaman dan solusi permasalahan (Adiputra dan Saputra, 2015). Oleh karena itu, perlu adanya komunikasi yang efektif antara supervisor dan supervisi dengan bahasa yang sesuai dengan situasi pendidikan, agar pelaksanaan layanan bimbingan dan konseling berjalan lancer.
Isi
Bahasa merupakan alat komunikasi sosial yang berupa suatu sistem lambang bunyi yang dihasilkan dari ucapan manusia. Simbol suara menghasilkan makna (Frege, 1892; Russell, 1905, 1910). Makna bahasa inilah yang mendasari filosofi bahasa, sehingga ketika seseorang berbicara, ia menyampaikan makna yang dimaksudkan kepada penerimanya.
Dari sudut pandang sosial, manusia memerlukan kesempatan untuk berkomunikasi dengan individu lain dalam masyarakat (Keraf, 1997). Komunikasi sosial memerlukan alat komunikasi yang disebut bahasa, sehingga bahasa dipandang dari sudut pandang sosial sebagai alat komunikasi. Setiap lapisan masyarakat mempunyai bahasa yang berbeda-beda dan gaya bahasa yang berbeda-beda yang menjadi ciri identitas lingkungannya, seperti lingkungan budaya Yogyakarta dengan lingkungannya yang lemah lembut dan santun, yang juga memiliki bahasa dan gaya yang lemah lembut dan santun. berbeda dengan lingkungan Sumatera yang cenderung berbicara dan menyajikan gaya bahasa dengan suara yang lebih tinggi.
Hal ini didukung oleh teori gramatikal yang menjelaskan bahwa bahasa merupakan hasil proses adaptif (Evans dan Levinson 2009; Van Valin ). dan Robert, 2001). Dalam proses adaptasi ini, tata bahasa "diadaptasi" untuk memenuhi kebutuhan komunikatif penggunanya.
Bahasa sebagai sistem komunikasi dapat membuat orang saling memahami sehingga orang dapat bekerja sama (Evans dan Levinson 2009; Van Valin dan Robert, 2001) . Fungsi sosial bahasa memungkinkan penggunanya untuk mengekspresikan diri dan memanipulasi objek-objek yang ada di lingkungannya, sehingga bahasa dianggap sebagai sarana ekspresi diri (Lado, 1964).
Bahasa merupakan sarana berpikir dan berkomunikasi bagi individu, sehingga keterampilan komunikasi dapat . diartikan sebagai kemampuan menggunakan bahasa yang berkaitan dengan karakteristik individu. Seringkali kita bisa memahami seseorang dari cara mereka berbicara. Jika seseorang dapat mengidentifikasi dan mengorganisasikan pikirannya kemudian memilih kata-kata yang tepat, menyusun kata-kata dengan benar dan membuat kalimat, maka ia termasuk orang yang cerdas. Ini adalah proses mekanis yang bekerja secara otomatis dan simultan dalam penggunaan bahasa reflektif individu (Aksan, 1990).
Bahasa memiliki tata bahasa yang mengasumsikan kebenaran norma konvensional dan sosial, namun penggunaan bahasa itu benar. standar kebenaran harus dipandu oleh orang-orang yang mampu melihat kebenaran sendiri, rasional atau cerdas dalam berpikir (Whorf, 1940). Tugas konselor adalah membimbing klien untuk mengembangkan perilaku normatif dan menjadi individu yang bertanggung jawab.
Bahasa juga dianggap sebagai faktor kunci dalam mengumpulkan dan mentransmisikan informasi dan pembelajaran bagi individu (nal, Menderes dan Yagci, Mustafa, 2014). mempertimbangkan metode pengajaran dan pengajaran menggunakan bahasa sebagai alat baik dalam pembelajaran pendidikan maupun pembelajaran kehidupan. Hal ini melahirkan pandangan dunia yang mengacu pada pandangan seseorang terhadap dirinya sendiri, terhadap orang lain dan terhadap lingkungannya (KoltkoRivera, 2004).
Sedangkan pelaksanaan bimbingan dan konseling merupakan proses yang diterapkan konselor untuk membantu atau membimbing peserta didik menuju tujuan yang diinginkannya. dapat mengambil keputusan atau memecahkan masalah dengan memahami fakta, keinginan, kebutuhan dan perasaan pelanggan. Tujuannya adalah agar pelanggan dapat melihat masalah mereka dengan lebih jelas sehingga mereka dapat memilih solusi bagi diri mereka sendiri (Shertzer dan Stone, 1971).
Bahasa merupakan cerminan pikiran, apa yang dikatakan orang mencerminkan pandangan dunia mereka. Konselor sering kali menyarankan klien untuk menggunakan jargon baru atau kata-kata tertentu yang memperkuat gagasan bahwa klien bertanggung jawab atas kehidupan, pikiran, dan perasaannya sendiri. Misalnya, ketika seorang klien mengatakan, "saya tampaknya tidak bisa bekerja tepat waktu," konselor menantang kurangnya klien tanggung jawab dengan menyarankan bahwa ulang kata-kata klien sebagai berikut:" Saya tidak akan pergi bekerja tepat waktu, "atau" Saya memilih untuk tidak" Konselor juga menantang klien ketika mereka terlibat dalam pemikiran hitam-putih, menggunakan istilah seperti selalu dan tidak pernah.
Sebagian besar konselor bertujuan untuk membantu klien menavigasi berbagai situasi kehidupan sepanjang hidup, seperti pendidikan, pekerjaan, hubungan, dan keluarga. Tugas konselor adalah menjabarkan aspirasi klien dengan proses konseling dan aturan konsultasi. Dalam proses konseling, konselor dan klien terutama terlibat dalam kolaborasi, mengandalkan bahasa dalam komunikasi lisan.
Penutup
Bahasa merupakan alat komunikasi yang digunakan dalam pengajaran, bimbingan dan konseling. Melalui bahasa, manusia menciptakan keterampilan baru, seperti cara berpikir, alat komunikasi, dan memanipulasi suasana pendidikan atau situasi pendidikan. Bahasa erat kaitannya dengan emosi dan tindakan atau perilaku seseorang, sehingga bahasa dapat mencerminkan kepribadian seseorang dan pandangan dunia seseorang.
Dalam konteks bimbingan dan konseling, bahasa memegang peran yang sangat penting sebagai sarana utama untuk menyampaikan pesan, membangun hubungan yang baik antara konselor dan klien, serta memfasilitasi pemahaman yang mendalam. Penggunaan bahasa yang tepat dan lugas dapat menciptakan lingkungan yang mendukung dan memperkuat proses komunikasi, memungkinkan konselor untuk mengekspresikan empati, mendengarkan dengan penuh perhatian, serta membantu klien dalam merumuskan dan memahami masalah serta solusi yang mungkin. Dengan demikian, bahasa bukan hanya menjadi alat komunikasi, tetapi juga menjadi fondasi penting dalam membangun hubungan yang memungkinkan terjadinya perubahan positif dalam kehidupan klien.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H