Lalu keempat, fotokopi buku tabungan. Cukup halaman pertamanya saja yang berisi keterangan pemilik tabungan, alamat dan nomor rekening pemilik tabungan. Fotokopi buku tabungan ini diperlukan sebagai bukti bahwa kita, calon pedaftar BPJS Kesehatan telah memiliki akun di bank yang nantinya untuk memudahkan proses pembayaran iuran bulanan dari BPJS Kesehatan.
Menggunakan angkutan umum (angkot) saya pun menuju ke kantor pusat Bank Mandiri di Lampung, alamatnya di Jalan Laksamana Malahayati, Teluk Betung. Setibanya disana, saya langsung bertanya ke Pak Satpam mengenai loket dan cara serta persyaratan pembuatan kartu BPJS Kesehatan. “Loket pendaftarannya sudah pindah, bu,” kata Pak Satpam menginformasikan ke saya.
“Lho, pindah kemana pak ? Bukannya di depan itu ya ?” Kata saya sambil menunjuk gedung kecil berwarna putih yang berada di bagian depan dari area kompleks Bank Mandiri. Pak Satpam yang berusia sekitar 35-40 tahun menjawab lagi,”Iya, dulu memang disitu bu. Tapi sekarang sudah dipindah. Soalnya loket pendaftaran BPJS yang disini tempatnya kurang luas.” Penekanan pada kata kurang luas itu, saya mahfumi. Apa yang dikatakan oleh Pak Satpam ini memang benar. Seringkali ketika melewati Bank Mandiri ini, dari dalam angkot yang saya tumpangi – terlihat kumpulan orang di sekitar loket pendaftaran BPJS Kesehatan dalam area bank.
Ramainya warga yang hendak mendaftar BPJS Kesehatan itu juga yang menjadi penyebab urungnya saya mendaftar program ini di tahun 2014 atau tahun awal program diadakan. Jika sudah ramai, maka sudah pasti harus mengantre. Ini sempat mengkhawatirkan diri saya ketika tiba di Bank Mandiri yang berlokasi di Jalan Cut Meutia, pengajaran, Teluk Betung. Ya, ke situlah – lokasi loket pendaftaran BPJS Kesehatan di pindah. Pak Satpam di Bank Mandiri Jalan Cut Meutia dengan ramah menunjukkan loket pendaftaran BPJS yang terletak di lantai dua dari gedung tersebut.
Saat tiba disana, waktu telah menunjukkan hampir pukul 14.00 WIB – yang merupakan jadwal tutup loket pendaftaran BPJS. Tetapi syukurlah kekhawatiran saya mengantre – sirna. Pasalnya hanya seorang ibu yang saat itu melakukan pendaftaran BPJS Kesehatan. Si ibu ini mendaftarkan dirinya plus seluruh anggota keluarganya. Kok tahu ? Soalnya saya memperhatikan kala dia melengkapi formulir pendaftaran Kartu BPJS Kesehatan sih.
Petugas yang melayani pendaftaran, cukup gesit. Seorang wanita muda berhijab berusia pertengahan 20 tahunan. Usai melayani si ibu tadi, ia pun melayani saya mendaftar. Ia menanyakan kelengkapan identitas diri (KTP dan KK) dan fotokopi halaman pertama buku tabungan serta pas photo. Setelah saya berikan kepadanya, ia memberi selembar formulir calon pendaftar Kartu BPJS Kesehatan dan meminta saya melengkapi data-data sesuai yang diminta dalam formulir tadi.
Setelah setengah jalan mengisi formulir, petugas pendaftaran menyarankan saya untuk membayar biaya iuran awal dari program BPJS Kesehatan. Lantaran saya memilih fasilitas kesehatan (faskes) tingkat satu, maka iuran yang wajib saya bayarkan setiap bulannya adalah Rp 59.500.
Menurut penjelasan mbak petugas, pembayaran iuran bisa dilakukan melalui transfer ATM atau autodebet dari rekening. Para peserta yang telah terdaftar secara resmi dalam program BPJS Kesehatan, nantinya akan mendapatkan kartu BPJS-nya dan virtual account yang digunakan untuk membayar (apabila memilih cara pembayaran transfer via ATM) iuran BPJS setiap bulannya. Jadi itu sebabnya dalam persyaratan pendaftaran Kartu BPJS dicantumkan fotokopi buku rekening. Adapun pembayaran iurannya dilakukan paling lambat tanggal 10 setiap bulannya. Apabila melewati tanggal tersebut, maka peserta BPJS Kesehatan dikenakan denda 2% dari jumlah iuran yang dibayarkannya setiap bulan.
Kemudian patut dicatat, kita baru bisa mengaktifkan kartu BPJS Kesehatan yang telah jadi itu seminggu setelah tanggal pembuatan atau cetak kartu. Mengenai hal yang satu ini, saya memiliki pengalaman sedikit lucu. Ceritanya saya datang ke Puskemas Simpur, Pasar Tamin. Puskemas ini merupakan faskes pilihan pertama saya. Datang ke Puskesmas Simpur, saya mendaftar lalu menyampaikan problem kesehatan saya, yakni didiagnosa lupus (SLE) dan memerlukan perawatan lebih lanjut. Dokter yang bertugas di puskesmas (saya nggak nanya siapa namanya, hanya ingat dokternya perempuan dan masih muda) lantas segera memberikan surat rujuk ke rumah sakit kepada saya.
Bergegas saya menuju ke rumah sakit yang dirujuk dalam surat tadi. Sewaktu ditanya oleh dokter, saya minta dirujuk ke Rumah Sakit Advent (RSA), Bandar Lampung. Jadilah saya ketika ke sana langsung menuju ke loket pendaftaran pasien BPJS Kesehatan. Cukup lama ibu petugas di loket pendaftaran mencari data saya (mungkin) dalam file peserta BPJS Kesehatan. Si ibu petugas kembali mencermati Kartu BPJS saya karena dia nampaknya tidak berhasil menemukan nama Karina Eka Dewi Salim (nama saya) tercantum dalam file peserta BPJS Kesehatan.
“Mbak, kartu BPJS-nya belum bisa dipakai. Ini baru bisa dipakai tanggal 27 Januari 2015,” ibu petugas berucap sembari menunjukkan angka berupa tanggal yang tercetak di bawah barcode kartu BPJS saya. Saya pun melongokkan kepala melihat angka tanggal tadi. “Jadi belum bisa dipakai ya, bu ? Masih harus nunggu seminggu lagi ya untuk mengaktifkannya ?” tanya saya supaya lebih meyakinkan.