Fenomena paragog dan aferesis juga bisa muncul dalam berbagai dialek dan varietas bahasa dalam masyarakat tutur, tergantung pada wilayah geografis, budaya, dan konteks sosial dalam masyarakat tutur. Masyarakat tutur dalam hal ini merupakan istilah yang merujuk pada komunitas atau kelompok penutur bahasa tertentu, yang seringkali memiliki ciri-ciri linguistik unik yang membedakan mereka dari kelompok penutur bahasa lain.
Paragog merupakan penambahan bunyi atau suku kata di akhir kata, yang tidak ada dalam bentuk kata aslinya. Paragog biasanya terjadi dalam percakapan sehari-hari dan merupakan kesalahan ucap yang umum. Contoh paragog adalah ketika seseorang mengucapkan "belajarnya" sebagai "belajarannya" atau "tidurnya" sebagai "tidurannya." Paragog seringkali terjadi karena kebiasaan dalam berbicara, dan bisa berbeda dalam dialek dan aksen berbagai daerah.
Contoh:
/mampu/ menjadi /mampuh/
Rapi/ menjadi /rapih
Musna/ menjadi /musnah/
Berbeda dengan aferesis yang terkadang juga sering menjadi fenomena dalam kesalahan berbahasa. Aferesis adalah perubahan dalam pengucapan atau penulisan kata dengan menghilangkan bunyi atau suku kata di awal kata yang seharusnya ada dalam bentuk kata aslinya. Aferesis seringkali disengaja dan digunakan dalam beberapa dialek atau bahasa non-formal untuk menghilangkan suara atau suku kata di awal kata. Contoh aferesis adalah ketika "buku" diucapkan sebagai "ku" atau "sangat" diucapkan sebagai "ngat."
Contoh:
/hitam/ menjadi /itam/
/hidup/ menjadi /idup/
/hujan/ menjadi /ujan/
Di dalam masyarakat tutur, fenomena paragog dan aferesis sering kali muncul sebagai ciri khas dalam dialek atau varietas bahasa tertentu. Dalam beberapa kelompok penutur, mungkin lebih umum untuk menambahkan atau menghapus bunyi atau suku kata pada kata-kata tertentu. Ini dapat membedakan dialek tersebut dari varietas bahasa standar atau dialek lainnya. Contoh konkret bisa termasuk penggunaan "makannya" daripada "makan" atau "belajarnya" daripada "belajar."
Fenomena ini juga bisa memiliki aspek sosial dan identitas yang kuat. Orang mungkin menggunakan paragog atau aferesis untuk menunjukkan afiliasi dengan kelompok tertentu atau untuk menandai identitas mereka sebagai anggota kelompok sosial atau budaya tertentu. Misalnya, penggunaan aferesis tertentu dalam percakapan bisa menandakan bahwa seseorang berasal dari kelompok tertentu atau ingin menunjukkan identitas mereka.
Fenomena paragog dan aferesis juga bisa sangat dipengaruhi oleh konteks komunikasi. Dalam situasi formal, seperti pidato atau penulisan resmi, orang cenderung lebih berpegang pada tata bahasa baku dan menghindari kesalahan ucap atau penulisan. Namun, dalam percakapan sehari-hari atau lingkungan yang lebih santai, fenomena ini bisa lebih umum terjadi.
Penting untuk diingat bahwa fenomena paragog dan aferesis biasanya terkait dengan varietas bahasa yang kurang formal atau non-standar dan bisa menjadi bagian penting dari bahasa sehari-hari dalam masyarakat tutur. Fenomena ini juga dapat berperan dalam mempertahankan identitas dan kekayaan budaya dalam suatu komunitas.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H