Baharinawati Wilhan HastantiÂ
Mahasiswa Program Doktor Ilmu Lingkungan
Universitas Sebelas Maret
----------------------------------
Perubahan iklim adalah perubahan yang terjadi pada suhu dan pola cuaca global dalam jangka waktu yang panjang. Faktor alami seperti variasi dalam aktivitas matahari atau letusan gunung berapi dapat mempengaruhi iklim. Namun, sejak abad ke-19, tindakan manusia telah menjadi faktor dominan dalam perubahan iklim, khususnya melalui pembakaran bahan bakar fosil seperti batu bara, minyak bumi, dan gas alam. Proses pembakaran ini melepaskan gas-gas rumah kaca yang bertindak layaknya selimut di atmosfer Bumi, menangkap panas dari matahari dan menyebabkan pemanasan global. Gas rumah kaca yang paling signifikan dalam kontribusinya terhadap perubahan iklim adalah karbondioksida (CO2) dan metana (CH4). Sumber emisi CO2 termasuk penggunaan bahan bakar minyak dalam kendaraan dan pembakaran batu bara untuk pemanasan. Deforestasi juga menyumbang pelepasan CO2, akibat pelepasan karbon tersimpan pada pohon, pembakaran saat pembukaan lahan dan kerusakan lahan gambut. Â Sementara itu, sektor pertanian dan industri minyak serta gas merupakan kontributor utama emisi metana. Sektor-sektor seperti energi, industri, transportasi, bangunan, pertanian, dan pengelolaan lahan adalah penyumbang utama gas rumah kaca yang mempercepat perubahan iklim.
Dampak Perubahan Iklim berpengaruh pada semua sektor termasuk sektor Kesehatan. Perubahan iklim dapat mempengaruhi kesehatan manusia baik secara langsung maupun tidak langsung. Secara langsung, dampaknya meliputi paparan langsung terhadap perubahan pola cuaca seperti suhu, curah hujan, kenaikan permukaan laut, dan peningkatan frekuensi cuaca ekstrem. Kejadian cuaca ekstrem ini dapat membahayakan kesehatan manusia, bahkan berpotensi menyebabkan kematian. Secara tidak langsung, perubahan iklim mempengaruhi faktor lingkungan seperti kualitas air, udara, dan makanan, penipisan lapisan ozon, penurunan sumber daya air, kehilangan fungsi ekosistem, dan degradasi lahan. Semua faktor ini pada akhirnya akan berdampak pada kesehatan manusia. Risiko kesehatan tidak langsung termasuk kematian dan penyakit yang berkaitan dengan perubahan iklim, seperti penyakit yang disebabkan oleh suhu ekstrem, pencemaran udara, kontaminasi air dan makanan, serta penyakit yang ditularkan oleh vektor dan hewan pengerat. Malnutrisi juga dapat terjadi akibat terganggunya sumber makanan dan hasil panen.
      Dampak Perubahan Iklim yang berpengaruh langsung terhadap sanitasi dan Kesehatan lingkungan adalah penyediaan air bersih untuk masyarakat terutama masyarakat yang berisiko tinggi terhadap perubahan Iklim. Perubahan iklim yang berdampak pada cuaca ekstrim dan anomali cuaca yang ditandai dengan curah hujan yang tinggi dan berlangsung lama akan berakibat pada bencana banjir dan tanah longsor. Demikian pula kekeringan yang berlangsung lama akan berakibat pada terganggunya pasokan air bersih untuk masyarakat. Bencana banjir dan tanah longsor akan berakibat pada rusaknya infrastruktur penyediaan air bersih untuk masyarakat, demikian juga dengan kualitas air yang menurun akibat banjir dan longsor pada sumber-sumber penyedia air baik mata air, sungai, danau, sumur maupun sumber-sumber penyedia air lainnya. Musim kemarau yang panjang juga mengakibatkan menurunnya kuantitas dan kualitas air pada sumber-sumber penyedia air.
      Menurunnya kualitas air akan berdampak pada kesehatan masyarakat karena timbulnya berbagai macam penyakit-penyakit yang menyerang saluran pencernaan yaitu diare, kolera, tifus, hepatitis A, dan disentri adalah penyakit yang paling umum terjadi akibat konsumsi air tercemar. Bakteri, virus, dan parasit yang terdapat dalam air kotor dapat menyebabkan infeksi pada saluran pencernaan. Penyakit lain yang disebabkan oleh kualitas air yang buruk adalah penyakit kulit seperti gatal-gatal, eksim, dan infeksi jamur juga sering muncul akibat kontak langsung dengan air yang tercemar.
      Masyarakat yang paling rentan terhadap perubahan iklim adalah masyarakat dengan tingkat penghasilan yang rendah. Masyarakat pedesaan yang kehidupannya tergantung pada kondisi alam seperti petani dan nelayan. Masyarakat perkotaan juga termasuk dalam masyarakat yang terdampak perubahan iklim terutama masyarakat di sektor informal seperti buruh, pedagang asongan, tukang ojek dan masyarakat miskin perkotaan lainnya. Tingkat penghasilan masyarakat yang rendah menyebabkan tidak leluasanya dan tidak terjangkaunya pemenuhan kebutuhan air bersih akibat kenaikan harga maupun kenaikan biaya pemenuhan air bersih .
      Mengingat dampaknya terhadap sanitasi dan kesehatan lingkungan penyediaan air bersih yang demikian besar terhadap kehidupan maka perlu upaya untuk mengurangi tingkat kerentanan masyarakat terhadap perubahan iklim khususnya pada pemenuhan kebutuhan air bersih. Air bersih merupakan kebutuhan dasar manusia yang sangat vital. Tanpa air bersih, kita tidak dapat menjalankan aktivitas sehari-hari dengan baik dan berisiko terkena berbagai macam penyakit. Oleh karena itu, penyediaan air bersih menjadi salah satu tantangan utama yang dihadapi oleh banyak negara, terutama di daerah-daerah yang memiliki keterbatasan sumber daya air. Kebutuhan air bersih merupakan masalah yang penting terkait dengan perubahan iklim. Sumber air bersih yang utama adalah air hujan, sungai, danau, dan air tanah. Namun, tidak semua sumber air tersebut dapat langsung dikonsumsi karena seringkali terkontaminasi oleh berbagai macam polutan dan paling rentan terhadap perubahan iklim. Perubahan iklim yang mengakibatkan anomali cuaca yang ektrim menyebabkan banjir dan tanah longsor karena curah hujan yang tinggi dan juga kekeringan yang panjang.
      Upaya untuk mengurangi kerentanan masyarakat terhadap kebutuhan air bersih akibat pengaruh perubahan iklim tidak hanya dibebankan pada pemerintah semata namun juga perlu parapihak dan peran aktif masyarakat sendiri sebagai subyek. Beberapa upaya yang dapat dilakukan secara umum adalah pengelolaan sumber daya air yang berkelanjutan, peningkatan kualitas infrastruktur air bersih, pengembangan inovasi dan teknologi, peningkatan kesadaran masyarakat dan pengembangan kerjasama multisector.
Pengelolaan sumber daya air yang berkelanjutan dapat dilakukan melalui konservasi air. Metode yang dapat dilakukan  adalah menetapkan kawasan lindung air tanah dan menetapkan zona perlindungan sumber air baku yang berasal dari mata air atau air tanah. Cara ini dapat dengan mengawasi pendirian bangunan pemukiman, pusat-pusat perdagangan, kawasan industri baru, tempat pembuangan sampah, infrastruktur perhubungan, dan penggalian untuk tambang pada kawasan lindung. Untuk melestarikan air maka dapat dilakukan dengan penanaman pada daerah perbukitan berlereng curam dan pembangunan hutan pada kawasan lindung; pembuatan hutan kota; dan pembuatan jalur hijau atau penanaman tanaman keras pada tepian jalan; menanam pepohonan pada daerah aliran sungai (DAS) dengan beberapa jenis pohon seperti mahoni, trembesi, bambu, angsana, dan akasia. Selain pada wilayah kawasan lindung dapat pula melakukan perlindungan dan pelestarian seperti membuat sumur resapan dan biopori di halaman rumah; menghindari bercocok tanam pada area lereng yang terjal dan rawan erosi; dan menghilangkan kebiasan membuang sampah sembarangan.
Pengembangan infrastruktur air bersih yang berkualitas merupakan salah satu tantangan utama yang dihadapi banyak negara, termasuk Indonesia. Akses terhadap air bersih yang aman dan berkelanjutan merupakan hak dasar manusia dan sangat penting untuk menjamin kesehatan, kesejahteraan, serta pertumbuhan ekonomi. Upaya yang dapat dilakukan antara lain dengan pembangunan waduk untuk memenuhi kapasitas air dalam penyediaan air di musim kemarau. Perbaikan dan pemeliharaan jaringan distribusi air yang kuat dan tangguh, sehingga tidak rentan terhadap bencana alam yang terjadi. Selain itu juga diperlukan pembangunan dan pemeliharaan instalasi pengolahan air bersih.
Pengembangan inovasi dan teknologi untuk penyediaan air bersih dewasa ini dapat dilakukan dengan cara menggunakan  Artificial Intelligence (AI). Layanan penyediaan air bersih perpipaan dan sanitasi yang memadai adalah solusi penting yang harus bisa dipecahkan oleh pemerintah daerah setempat. IoT (Internet of Things) dan machine learning bisa dipakai dalam berbagai cara untuk membantu meningkatkan penyediaan air bersih dan sanitasi yang lebih baik. Salah satunya dengan menggunakan sensor yang diletakkan pada saluran air atau pipa yang akan mengirimkan informasi real-time tentang kualitas air dan tekanan air di dalam pipa. Dalam pemakaian machine learning, data dari sensor-sensor ini akan diproses untuk mengidentifikasi kualitas air dan memprediksi kemungkinan adanya kerusakan pipa di masa yang akan datang. Dengan memanfaatkan informasi ini, operator air bisa mengambil tindakan proaktif untuk memperbaiki pipa yang rusak sebelum terjadi kerusakan yang lebih parah.
Kesadaran masyarakat pada upaya penyediaan air bersih, khususnya masyarakat berpenghasilan rendah yang rentan terhadap penyediaan air bersih dapat dimulai dengan penguatan kelembagaan. Kelembagaan dapat dibentuk dengan berdasarkan modal sosial yang ada di masyarakat. Pada masyarakat pedesaan maka kelembagaan dapat dibentuk melalui kelompok tani, kelompok nelayan dan kelompok informal lainnya sesuai dengan kesamaan visi dan tujuan. Demikian juga dengan masyarakat perkotaan dapat dibentuk melalui pembentukan kelompok-kelompok berdasarkan profesi dan kewilayahan misalnya kelompok pedagang asongan, kelompok pemulung dan lain-lain. Melalui penguatan kelembagaan maka dibentuk suatu model pengelolaan sumber daya air secara kolektif dengan fasilitasi multipihak.
Upaya penyediaan air bersih memerlukan kerjasama multipihak dan multisector. Penyediaan air bersih merupakan tanggung jawab bersama yang melibatkan berbagai pihak. Kolaborasi yang efektif antara pemerintah, masyarakat, swasta, dan lembaga non-pemerintah (LNP) sangat krusial untuk memastikan ketersediaan air bersih bagi semua. Peran pemerintah dalam hal ini adalah dalam perumusan kebijakan, pembangunan infrastruktur penyediaan air bersih, penegakan hukum terhadap pelanggaran terkait pencemaran lingkungan dan penyalahgunaan sumber daya air, koordinasikan berbagai pihak yang terlibat dalam penyediaan air bersih, dan pengalokasian anggaran yang cukup untuk program-program penyediaan air bersih. Masyarakat secara umum berperan dalam kegiatan pengelolaan sumber daya air di tingkat komunitas, penghematan penggunaan air dalam kehidupan sehari-hari, pelaporan kerusakan infrastruktur air bersih atau tindakan pencemaran lingkungan dan penyebaran informasi tentang pentingnya menjaga kebersihan lingkungan dan menghemat air. Pihak swasta berperan dalam penanaman investasi dana untuk pembangunan dan pengelolaan infrastruktur air bersih, penerapan teknologi yang inovatif dalam pengolahan air, menjalin kemitraan dengan pemerintah dan masyarakat untuk mencapai tujuan bersama. Lembaga non pemerintah berperan dalam advokasi kebijakan yang mendukung akses air bersih bagi semua, Â pendidikan dan penyadaran masyarakat tentang pentingnya air bersih, memberikan bantuan teknis dalam pengelolaan sumber daya air dan pemantau pelaksanaan program-program penyediaan air bersih.
Demikian upaya-upaya yang dapat dilakukan secara bersama dalam penyediaan air bersih terutama bagi masyarakat berpenghasilan rendah yang rentan terhadap perubahan iklim. Keberhasilan program-program tersebut tentu saja bukan semata menjadi tanggung jawab pemerintah saja, namun menjadi tanggung jawab bersama yaitu pemerintah, swasta, masyarakat dan lembaga non pemerintah.Â
(Diambil dari berbagai sumber)Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H