Mohon tunggu...
Lingkaran Muda
Lingkaran Muda Mohon Tunggu... -
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Bencana Kebakaran Hutan dan Lahan Tak Kunjung Usai Mendera Indonesia

23 Agustus 2016   10:16 Diperbarui: 23 Agustus 2016   10:27 71
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Titik api pemicu kebakaran hutan dan lahan Sumber Foto: ilustrasi http://industri.bisnis.com/

Kabut asap adalah sebuah bencana, namun kabut asap berbeda dengan bencana lainnya, seperti gempa, tsunami, yang membunuh manusia secara langsung tanpa peringatan. Kabut asap  membunuh manusia secara perlahan dengan mengendapkan begitu banyak penyakit saluran pernafasan di tubuh manusia yang akan diketahui beberapa tahun kemudian. Masyarakat Indonesia tidak akan lupa bagaimana penderitaan warga Sumatera (Riau, Jambi dan Sumsel) serta Kalimantan (Kalsel, Kaltim dan Kalteng) yang menderita sebulan lebih sehingga mengakibatkan penyakit paru dan infeksi pernafasan. 

Kasus yang berlangsung tiap tahun akibat ketidaktegasan pemerintah sebelumnya tersebut mencapai puncak ketika asap merebak bukan hanya ke Singapura dan Malaysia, tetapi bahkan berimbas hingga Thailand dan Filipina. Kebakaran hutan dan lahan yang terjadi pada tahun 2015 merupakan yang terparah dalam sejarah Indonesia. Antara Juni hingga Oktober 2015, lebih dari 100.000 kebakara melahap jutaan hektar hutan di Indonesia. Korban, baik manusia maupun hewan telah berjatuhan. Dampak ekonominya pun diperkirakan mencapai  lebih dari US$ 15 miliar atau setara Rp 196 triliun. 

Lebih dari 20 tahun, kebakaran hutan dan lahan seperti menjadi acara tahunan bagi petani dan korporasi yang ingin membuka hutan dan lahan gambut demi bubur kayu, minyak sawit, karet, atau peternakan skala kecil. Indonesia berjanji akan berupaya lebih keras untuk mencegah kebakaran terulang pada 2016. Nyatanya, kebakaran terulang. 

Di Provinsi Riau, status darurat diberlakukan lantaran kebakaran terjadi di sejumlah kabupaten. Lalu, apa yang bisa dilakukan pemerintah? Presiden Joko Widodo telah mengatakan akan mengganti pejabat kepolisian di daerah jika kebakaran masih berlanjut di daerah mereka. Pada Desember 2015, Indonesia mengumumkan lebih dari 50 perusahaan akan dihukum atas peran mereka dalam kebakaran hutan. 

Namun beberapa pekan kemudian PN Palembang menolak gugatan perdata dalam kasus kebakaran hutan dan lahan. Majelis hakim menyatakan tidak melihat ada dampak kebakaran hutan pada rusaknya ekosistem, bahkan mengutip ahli yang mengatakan tak terjadi kerusakan karena lahan tetap bisa ditanami oleh akasia.

Tantangan terbesar adalah tiada pihak yang sudi memikul tanggung jawab untuk masalah yang sudah berlangsung berpuluh tahun. Para pegiat lingkungan hidup bahkan meminta Presiden Joko Widodo untuk memimpin langsung upaya penegakan hukum dan mengkaji perizinan atas perusahaan besar yang diduga terlibat dalam bencana kebakaran hutan dan lahan di Indonesia. Selain itu, Presiden juga diminta untuk aktif melakukan pengawasan terhadap perusahaan yang sedang diadili dan diproses hukumnya baik di pengadilan umum maupun oleh penegak hukum kepolisian. 

Ada dugaan yang merebak di publik, upaya menjadikan proses hukum hanya sebagai formalitas untuk membersihkan nama baik perusahaan atas tindak kejahatan yang dilakukan dengan menggunakan tangan pengadilan. Sebagai contoh salah satu perusahaan besar yang tidak berani ditindak pemerintah adalah perusahaan perkebunan kayu milik Asia Pulp and Paper di Ogan Komering Ilir yang diduga merugikan negara hingga Rp 7,9 triliun. 

Presiden bahkan mempertanyakan mengapa kebakaran hutan seperti dibiarkan terus berlangsung. Presiden berpendapat hal itu merupakan bentuk praktik manajemen pemerintah yang tidak benar. Presiden bahkan mencurigai ada persekongkolan karena terdapat indikasi bahwa lahan yang terbakar dibiarkan begitu lama dan aparat pemerintah daerah tidak bergerak.

Publik juga bertanya kenapa pihak Polisi gampang mengeluarkan SP3 di kasus kebakaran hutan yang memiliki dimensi internasional dan nasional. Kapolri harusnya memberikan penjelasan secara terbuka alasan-alasan dikeluarkannya SP3 kasus kebakaran hutan. Jika tidak ada penjelasan maka akan menimbulkan dugaan-dugaan karena banyak prasangka yang berkembang di publik terkait kasus kebakaran hutan dan lahan. 

Sebelumnya Polda Riau mengeluarkan SP3 kasus kebakaran hutan dan lahan terkait 15 perusahaan yang diduga sebelumnya terlibat. SP3 yang dikeluarkan Polda Riau telah mencederai rasa keadilan masyarakat. Apalagi, dari sekian banyak kasus pembakaran hutan, hampir tidak ada yang hasilnya memuaskan. 

Pemberian SP3 tersebut juga sama sekali tidak menunjukkan rasa empati pada Satgas yang berjibaku di lapangan yang tak mengenal waktu mempertaruhkan jiwa dan raga. Sejak dulu, proses pidana kasus pembakaran banyak yang tenggelam perlahan tanpa penjelasan. Seharusnya aparat bisa tegas dalam menindak, areal perusahaan yang terbakar jelas menjadi tanggung jawab pemegang konsesi.

Penanganan kasus kebakaran hutan tersebut, merupakan ujian peting komitmen pemerintahan Joko Widodo. Maka dari itu, pemerintah harus bergegas melakukan evaluasi terpadu lintas sektoral. Sehingga pertanyaan-pertanyaan terkait pemberian SP3 tesebut bisa terjawab. Kita memberi apresiasi kepada Kapolri baru yang cepat merespon instruksi Presiden Joko Widodo yang meminta kepolisian mengantisipasi permasalahan karhutla. 

Presiden telah menginstruksikan percepatan pencegahan karhutla saat membuka Rapat Terbatas di Kantor Presiden, Jumat 12 Agustus 2016. Presiden menjelaskan Agustus hingga Oktober tahun ini akan menjadi bulan kritis bagi pemerintah, Presiden meminta pencegahan penyebaran titik api sedini mungkin. "Kalau diselesaikan lebih awal saya kira akan sangat bagus, sebelum nantinya ribuan itu penanganannya sangat sulit", demikian ucap Presiden. 

Sepanjang tahun 2016 ini, Kepolisian Daerah Riau telah menetapkan 85 orang tersangka kasus pembakaran hutan dan lahan, tersangka adalah warga petani dan tidak satupun tersangka merupakan perusahaan. Pemerintah Provinsi Riau sejak Maret 2016 telah menetapkan Status Siaga Kebakaran Hutan dan Lahan hingga November. 

Penetapan status siaga darurat ini disebut merupakan respons cepat penanggulangan bencana tahunan itu. Terhitung sejak Januari-Agustus 2016, total luas lahan yang terbakar mencapai 1.559,9 hektar yang terjadi  hampir di seluruh wilayah se-Provinsi Riau. Kita semua berharap agar tahun 2016 ini seluruh jajaran pemerintah Pusat maupun Daerah dapat menunjukkan komitmennya mencegah bencana asap di seluruh wilayah Tanah Air, sesuai dengan arahan dan instruksi Presiden Joko Widodo.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun