Mohon tunggu...
Linggar Rimbawati
Linggar Rimbawati Mohon Tunggu... Guru - Tidak punya jabatan

Penulis kelahiran Jambi yang selalu rindu Solo. Manulis cerpen, puisi, dan esai ringan.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Trial by Netizen di Sebuah Universitas di Solo: Apa Iya Keputusan Rektorat Dipengaruhi oleh Akun Gosip yang Mabok Exposure?

1 Agustus 2024   06:35 Diperbarui: 1 Agustus 2024   08:44 78
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Beberapa minggu ini sebuah universitas swasta di Solo digegerkan oleh mencuatnya dua kasus viral yang melibatkan oknum-oknum pengajar. Yang pertama adalah dugaan pelecehan yang dilakukan oleh seorang dosen terhadap mahasiswinya saat bimbingan skripsi yang terjadi di luar kampus. 

Yang kedua lebih membagongkan, yakni beredarnya potongan percakapan mesum antara wakil dekan dengan seseorang yang diduga adalah pacar gelapnya. Saya yakin, kalian lebih paham kronologi kejadiannya karena beritanya juga sudah tersebar ke berbagai media.

Dalam hitungan minggu setelah dilakukan investigasi, pihak universitas menjatuhkan sanksi kepada kedua terduga. Terduga kasus pelecehan diberhentikan sebagai dosen, sementara terduga kasus kedua dinonaktifkan dari jabatan struktural serta dialihtugaskan menjadi 'hanya' staf administrasi.

Sebelum lebih lanjut menulis tentang hal ini, saya ingin tekankan dahulu bahwa tulisan ini tidak sedang membela baik terduga kasus pelecehan, maupun terduga kasus asusila. Saya, sebagai alumni kampus tersebut, hanya hendak menyoroti pengambilan keputusan yang diambil oleh pimpinan tempat saya belajar selama tujuh tahun itu yang menurut saya terlalu terburu-buru dan terkesan tidak berdaya karena tekanan publik. Semacam trial by netizen, gitu, lah.

Kedua kasus tersebut menjadi viral setelah diunggah oleh sebuah akun Instagram yang memang dijadikan sebagai wadah aspirasi bagi warga kampus (dan sekitarnya) untuk menyampaikan uneg-uneg mereka. Konon lembaga eksekutif dan yudikatif universitas tersebut sedang tidak berjalan sebagaimana mestinya sehingga dibuatlah akun ala lambe turah (yang tidak diketahui siapa sebenarnya adminnya) sebagai penyaluran atas ketidakpuasan berbagai pihak.

Saya mengikuti akun tersebut di Instagram dan melihat beberapa hal positif pada unggahan-unggahannya. Seperti misalnya, imbauan untuk berhati-hati dengan adanya mas-mas exhibisionist yang suka mencari mangsa di Jalan Menco. Atau, woro-woro mengenai berita kehilangan sepeda motor dengan ciri-ciri begini, nomor polisi sekian. Saya rasa itu langkah efektif dan efisien untuk menyelesaikan masalah dan mencari solusi.

Namun, ternyata, eh ternyata, konten semacam itu tidak terlalu seksi di mata warnanet, wabil khusus para pengikut akun tersebut. Paling tidak, kita bisa lihat dari jumlah like dan komentarnya yang tidak sebesar pada unggahan mengenai dua kasus di atas. Kita lebih suka pada isu-isu kontroversial, menyangkut aib orang, dan berbau selangkangan. Miris, tapi itu faktanya.

Atensi warganet pada kasus pertama yang jelas-jelas lebih berat (secara, pelecehan gitu, loh) tidak sebesar pada kasus kedua (yang notabene suka sama suka, tapi apesnya ketahuan dan kesebar). Kita seolah lebih terhibur dengan narasi berupa isi percakapan yang membahas bab perkelonan. Ya jangan marah kalau kita dibilang SDM rendah.

Hal yang membuat saya lebih kecewa adalah tindakan yang diambil oleh pihak petinggi kampus. Oke, saya acungi jempol dengan gercep lakukan investigasi internal. Tapi, kalau mau lebih adil, apa tidak sebaiknya menyerahkan kasus ini ke pihak berwajib, sehingga nanti hakimlah yang akan memutuskan apakah terduga benar-benar bersalah atau tidak. 

Ya, pelecehan memang masuk delik aduan. Dengan demikian sikap yang seharusnya adalah dengan mendorong dan mendampingi korban untuk mau menempuh jalur hukum. Sebagai gambaran, saya pernah mengalami pelecehan seksual dan tidak mengantongi bukti, tidak ada juga saksi. Tetapi, orang tua saya yang hanya petani berani melaporkan pelaku ke polisi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun