Aku tertawa kecil, dengan getir. Bahkan di dalam dunia mimpi, dia juga selalu menyakitiku. Maaf, jika aku mengeluh.
***
"Va, kita makan malam di luar aja, yuk. Gue bosen," ajakku pada Va seusai mandi sore. Aku harus memaksakan diri untuk bergerak meskipun rasanya malas sekali.
"Lu yakin udah nggak apa-apa?" Va memberiku tatapan tak yakin.
"Ya, nggak usah jauh-jauh. Makan di kafe bawah aja. Gue traktir lu kopinya, lu traktir gue tongseng kambingnya," kataku asal.
"Untung di elu, tekor di gue," kata Va sambil menoyor bahuku.
Tapi Va selalu baik di saat-saat aku sedang rapuh seperti ini. Dia bukan saja membayari tongseng kambing yang kupesan, tapi juga kopi dan lava cake untuk pencuci mulut. Malam itu kami nongkrong di kafe di lingkungan apartemen tempat kami tinggal.
Pengunjung tak sebanyak biasanya. Mungkin orang-orang masih di luar kota untuk liburan akhir tahun. Bicara mengenai liburan, terbersit ide di kepalaku.
"Va, liburan yuk. Ke mana, kek. Bali, Sumba, Padang, Yogya? Bosan di Jakarta terus. Lu masih ada sisa cuti, nggak?"
Va mengacak-acak rambut kriwilnya dengan kalut. Matanya membulat sesaat. Diseruputnya es teh leci hingga minuman itu nyaris tandas.
"Atau ke Raja Ampat? Labuan Bajo?" ujarku penuh semangat.