Mohon tunggu...
Linggar Kharisma
Linggar Kharisma Mohon Tunggu... Politisi - Political Scientist In Digital Creative Industry

Political Scientist

Selanjutnya

Tutup

Sosok Pilihan

Calon Alternatif dan Fenomena Massa Jenuh

13 April 2018   16:15 Diperbarui: 13 April 2018   19:05 1533
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Siapa saja mereka? Entah mereka yang dahulu mendukung Jokowi, lalu kemudian kecewa dengan performa kepemimpinannya di bidang ekonomi, politik, hukum dan HAM, misalnya, yang juga notabene sedari awal enggan memilih Prabowo.

Atau juga memang mereka kelompok massa, yang sebetulnya sedari Pilpres 2014 tidak memilih Jokowi, dan juga kemudian kecewa dengan peran serta kualitas oposisi di dalam maupun di luar pemerintahan. Tentu saya juga tak cukup paham secara persis mengidentifikasi siapa mereka sesungguhnya.

Namun yang jelas, lahirnya gerakan massa jenuh ini, memang tak dapat kita nafikan begitu saja. Data dan spekulasi yang saya sajikan tadi, mungkin bisa menjawab sedikit alasan apa dan dari mana fenomena ini kemudian berasal.

Kegagalan Partai Politik

Masalah utama dari seretnya calon alternatif yang ada sekarang, tak lain dan tak bukan, adalah kegagalan para partai politik hari ini, untuk melahirkan dan menawarkan kader-kader terbaik mereka kepada publik.

Hal itu terjadi, karena agregasi kepentingan di antara partai politik yang ada, bukan didasarkan kepada hal-hal pokok yang bersifat prinsipiel. Seperti rekam prestasi kepemimpinan, kapabilitas calon, juga gagasan-gagasan besar yang coba diformulasikan kepada khalayak luas.

Partai politik kita, pada nyatanya abai pada elemen-elemen kepemimpinan rasional tersebut. Seraya memfokuskan dirinya pada pilihan pragmatis berupa presentase popularitas dan elektabilitas calon semata. Di samping juga tekun dalam mengeksplorasi kebencian di dalam aspek politik-primordial, untuk menggarap suara massa yang kian terbelah.

Makin cairnya bentuk dan sifat koalisi yang terjadi di antara partai politik, membuktikan hal itu. Tak ada lagi konsep dan ideologi partai yang dikedepankan dalam lobi-lobi politik pemilihan. Hanya ada pola penentuan besaran mahar dan pembagian kue jabatan kepada para elite.

Pada akhirnya, demokrasi dipakai hanya untuk melanggengkan oligarki kekuasaan saja. Atau juga sekadar digunakan untuk mewujudkan hadirnya mobokrasi dalam pemerintahan. Tidak lebih.

Menantikan Hadirnya Calon Alternatif

Selama terjadi kemandekan dalam proses perumusan calon-calon alternatif, dan juga mangkraknya nominal elektabilitas para aktor survei, publik akan terus dihantui skeptisme.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosok Selengkapnya
Lihat Sosok Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun