Gegap gempita Pilkada Jawa Barat yang sebentar lagi akan berlangsung, memang menarik untuk disimak. Selain karena lobi-lobi politik yang masih terlihat cair, spekulasi pengalihan dukungan masing-masing partai politik pun masih terus menghantui.
Sampai saat ini, setidaknya kita bisa mencatat ada tiga kubu koalisi, yang sejatinya, bisa dikatakan dapat menyusun komposisi dukungan yang berubah-ubah tergantung cuaca politik ke depan.
Kubu pertama yang menamakan dirinya sebagai koalisi reuni, terdiri dari gabungan partai Gerindra, PKS, dan PAN. Fusi kekuatan dari partai-partai pemenang kontestasi Pilkada DKI 2017 lalu ini, berusaha untuk mengulang kesuksesan mereka di ibu kota dengan mengusung pasangan Mayjen (Purn) Sudrajat - Ahmad Syaikhu.
Meski memang nama pasangan yang diusung ini terdengar cukup asing di telinga masyarakat Jawa Barat, namun bekal kemapanan pengalaman bertarung di DKI Jakarta itulah, yang memantapkan niat koalisi ini untuk tetap terus maju dalam proses hajatan demokrasi lima tahunan di Jawa Barat.
Kubu kedua, yakni koalisi sejajar. Hilangnya dukungan yang semula diberikan PKS dan PAN terhadap wakil gubernur petahana, Dedy Mizwar (Demiz), membuat partai Demokrat (sebagai partainya Demiz) segera menghimpun konsolidasi politik lanjutan. Melalui pertemuan yang singkat dengan partai Golkar, kesepakatan untuk mengusung pasangan duo DM pun tercapai.
Bersama dengan bupati Purwakarta dua periode, Dedi Mulyadi, Demokrat dan Golkar bersepakat menyatukan kedua kadernya itu untuk secara sah diusung menjadi calon gubernur dan wakil gubernur pada Pilkada Jawa Barat tahun ini. Meski hingga saat ini belum jelas juga, siapa nama di antara keduanya yang bakal diplot menjadi calon gubernur dan wakil gubernur.
Kubu ketiga, adalah gabungan partai politik di belakang nama wali kota Bandung saat ini, Ridwan Kamil. Emil, yang didukung oleh partai Nasdem, PKB, PPP, dan Hanura, merupakan bakal calon gubernur dengan elektabilitas tertinggi di sejumlah lembaga survei. Namun, keunggulan angka survei saja nyatanya belum bisa membuat jalannya terlihat mulus di Pilkada Jawa Barat kali ini.
Ancaman kegagalan melakukan konsolidasi politik terhadap partai-partai pendukung, dan juga partai lain yang belum menentukan sikapnya, merupakan risiko logis yang kelak akan ditanggung seorang Ridwan Kamil. Karena hingga saat ini pun, Emil masih belum bisa mendaulat secara pasti nama bakal calon pendampingnya.
Namun, berbagai dukungan yang dimotori ketiga kelompok koalisi tadi, sebenarnya belumlah bersifat final. Artinya masih berpeluang untuk berubah, jika kita melihat sikap politik yang masih belum diputuskan oleh PDI-P, sebagai partai dengan perolehan kursi terbanyak di tingkat provinsi.
Pilihan untuk masuk ke dalam salah satu kubu koalisi yang ada, dan atau bahkan menciptakan barisan dukungan baru terhadap tokoh lain di luar nama-nama tersebut, menjadi dua opsi yang kemungkinan terus dilihat probabilitasnya ke depan oleh PDI-P.
(Uraian mengenai kemungkinan arah dukungan PDI-P, sebelumnya sudah saya tulis di sini.)