Mohon tunggu...
Linggar Kharisma
Linggar Kharisma Mohon Tunggu... Politisi - Political Scientist In Digital Creative Industry

Political Scientist

Selanjutnya

Tutup

Politik Artikel Utama

Menggugat Metode Survei Elektabilitas Jelang Pilkada DKI

4 Januari 2017   12:25 Diperbarui: 4 Januari 2017   19:08 7997
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
(GAMBAR 1: PETA PERSENTASE PENDUDUK MUSLIM TIAP KELURAHAN DI DKI JAKARTA)

Memperhatikan temuan di atas, selayaknya para penyelenggara survei elektabilitas mempertimbangkan perbedaan karakteristik dari wilayah surveinya sebelum menentukan metode sampling yang sesuai.  Jadi tidak sembarang menggunakan multistage random sampling pada sembarang situasi.

Menurut kaidah statistika, bila peubah amatan (dalam hal ini elektabilitas) dipengaruhi oleh karakteristik segmen-segmen populasi (contoh di atas proporsi penduduk Islam) maka perlu dilakukan stratifikasi pada populasi target.  Sehingga metode sampling yang tepat adalah Stratified Systematic Sampling.

Hasil simulasi statistik  pada kasus Pilkada 2012, dengan 1000 percobaan dan jumlah responden 2700, menunjukkan bahwa metode random sampling cenderung berbias ke atas, yaitu hasil prediksi elektabilitas satu Paslon cenderung lebih tinggi dari yang sebenarnya.

Sedangkan, penggunaan metode stratified systematic sampling menghasilkan pendugaan yang tak bias, yaitu secara rata-rata sama dengan sebenarnya. Terkait dengan tingkat ketelitian (margin of error),  stratified systematic sampling memiliki margin of error satu setengah kali lebih rendah dibanding random sampling.

Dalam waktu dekat, GRP akan mempublikasikan hasil survei elektabilitas Pilkada 2017 dengan menggunakan metode stratified systematic sampling dan melakukan pemodelan statistika untuk mendapatkan peta elektabilitas di seluruh kelurahan di DKI Jakarta.

Sehingga, hasil survei elektabilitas tidak hanya semata-mata memprediksi tingkat elektabilitas suatu paslon secara total, tetapi memperlihatkan di wilayah mana peluang masing-masing Paslon akan menang atau kalah.

Dengan demikian, sebelum pelaksanaan pemungutan suara, masing-masing paslon dapat mengatur strategi penetrasi di wilayah yang berpeluang kalah dan mempertahankan wilayah yang berpeluang menang. Jadi, seharusnya survei elektabilitas tidak terkesan semata-mata untuk membangun opini publik bagi pemenangan satu paslon.

 

* Ditulis oleh: Farit M. Afendi, Ph.D (Pengajar pada Dept. Statistika IPB, bergelar Ph.D dari NARA Institute of Science and Technology (NAIST) Jepang, Technical Advisor pada PT. Grup Riset Potensial (GRP).

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun