Di kalangan mahasiswa, sosok Sarwo Edhie juga populer. RPKAD merupakan tumpuan harapan kesatuan-kesatuan aksi, untuk menggalang kerja sama antara gerakan mahasiswa dengan ABRI dalam menghadapi provokasi PKI dan Orde Lama.
Di pusat penggalangan kekuatan arus bawah itu, Sarwo Edhie menjadi idola. Keidolaannya lebih mencuat kepermukaan pada saat ia dielu-elukan di halaman Fakultas Kedokteran UI, oleh puluhan ribu mahasiswa anggota Kesatuan Aksi Mahasiswa Indonesia (KAMI) pada 10 Januari 1966.
Tritura menjadi lebih melengking kala Sarwo Edhie naik ke panggung, dan dengan lantang menyerukan : "Bubarkan PKI, Turunkan Harga, dan Ritul Kabinet".
Bahana suara nyaring generasi muda bangsa yang menuntut keadilan dan kebenaran menggema. Mereka seakan menabuh genderang perang terhadap PKI dan Orde Lama. Di hadapan seorang prajurit pejuang, dan Saptamargais sejati, suaraNamun, sikap dan karakter tokoh Bima, yang bertutur kata apa adanya tanpa nuansa diplomatis dan tanpa sikap akomodatif politis, mungkin kurang cocok dalam lingkungan elite kekuasaan ketika itu.
Di sisi lain, pada periode 1966-1967, ketika kekuasaan Orde Baru belum sepenuhnya terkonsolidasi dengan baik, peluang politik Sarwo Edhie untuk mendapatkan promosi sebenarnya terbuka lebar. Ia teramat populer dan kharismatik. Potensi personal seperti itu nampaknya telah menimbulkan "ancaman" tersendiri bagi pusat kekuasaan yang belum solid tersebut.
Bersambung ...
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H