Startup, sebuah tren yang masih mendominasi di Indonesia. Bisa dikatakan membangun suatu startup memang lebih terjangkau, dan memungkinkan untuk melakukan banyak kustomisasi sesuai dengan budget serta keinginan. Selain itu pengembangan startup juga memungkinkan untuk dilakukan oleh semua kalangan. Dan salah satu bahasan yang kerap dikaitkan dengan startup adalah bakar uang.
Istilah bakar uang yang identik dengan perusahaan start up boleh jadi sudah tidak asing ditelinga kita. Bakar uang merupakan salah satu strategi yang dilakukan perusahaan ketika mulai merintis bisnisnya untuk menggaet konsumen dengan cara menawarkan berbagai promo menarik, misalnya: cashback, gratis ongkir, produk hadiah, voucher discount, dan lain sebagainya.
Bakar uang dapat dilakukan kapan saja, tetapi biasanya perusahaan secara besar-besaran melakukan teknik ini pada umur start up yang masih dini. Â Setelah jam terbang yang tinggi dan perusahaan mulai dikenal masyarakat, sedikit demi sedikit perusahaan mengurangi kuantitas penawaran.
Strategi bakar uang bertujuan untuk :
- Menimbulkan awareness lebih cepat, karena pada dasarnya konsumen suka mendapatkan lebih banyak keuntungan.
- Memunculkan loyalitas konsumen. Setelah mendapatkan diskon yang besar, konsumen mulai membandingkan dan merasakan bagaimana kualitas produk.
- Bertahan di Industri. Cukup sulit bertahan dengan pesaing yang banyak, perusahaan rintisan harus membentuk strategi untuk keberlangsungan industri yang dibangun dalam jangka panjang.
- Mematikan pesaing. Â Memberikan harga promo, cashback, gratis ongkir, dan lain sebagainya dapat membuat konsumen 'membandingkan' antar produk yang digunakan. Â Ketika suatu produk dirasa memberikan keuntungan yang lebih, maka konsumen akan memilih produk tersebut dibandingkan produk lainnya.
- Memperbesar pangsa pasar (market share). Ketika pangsa pasar meningkat, maka permintaan pun meningkat. Dengan pangsa pasar yang meningkat, dapat menciptakan komunitas pelanggan setia.
- Menarik Investor. Portofolio start up yang dikembangkan semakin unik akan semakin menarik perhatian investor. Hal ini akan mempermudah dalam mendapatkan dana dari investor untuk mengembangkan start up. Hal ini juga memberikan dampak positif dalam keberlangsungan bisnis yang telah dikembangkan.
Nah, sampai kapan startup melakukan aktivitas 'bakar uang'?
Meskipun strategi bakar uang dapat menarik minat konsumen, hal ini tidak bisa terus-terusan dilakukan, lho. Â Untuk mencapai profit, butuh waktu yang beragam dan tidak pasti. Tentu saja investor akan bertanya mengenai berapa lama untuk bisa sampai profit. Investor tidak dapat terus menolerir aktivitas bakar uang dan cepat atau lambat perusahaan harus mengejar keuntungan.
Menurut Eddi Danusaputro selaku Sekjen Asosiasi Modal Ventura untuk Startup Indonesia, nantinya startup akan seperti perusahaan lainnya lagi . Yakni akan ada soal top line, bottom line, cost, dan revenue, ini yang harus ada di startup. Pada kesempatan yang sama, dia juga mengatakan bahwa para investor memiliki ketertarikan pada startup dengan teknologi dikarenakan sektor ini memiliki pertumbuhan lebih pesat dan dapat dengan mudah mendapatkan konsumen serta transaksinya yang lebih cepat. Startup teknologi dinilai bisa bertahan saat pandemi. Data menunjukkan fintech, logistik, dan ritail (e-commerce) top 3 2021, karena orang banyak di rumah melakukan transaksi melalui aplikasi. menjadi enabler semua.
Seperti halnya cinta tak selamanya indah, bakar uang juga tidak selamanya berhasil. Apabila tidak dijalankan dengan benar, aktivitas bakar uang malah akan menjadi boomerang bagi perusahaan rintisan. Bahaya bakar uang, apa saja? (rewangrencang.com)
1. Risiko Gagal Startup
Menurut Frans dikarenakan konsep Bakar-Bakar Uang sebetulnya merupakan lingkaran setan yang bersifat relentlessly bagi Startup. Strategi Bakar Uang ini dianggap sebagai cara paling efektif bagi Startup untuk selalu masuk dan bertahan dalam pusaran pasar. Yang menjadi bahaya adalah jika Startup tidak memiliki modal finansial dan modal sosial yang cukup kuat untuk membangun ekosistem bisnisnya.
2. Dampak Negatif bagi Persaingan Usaha
Ditambah lagi karakter masyarakat Indonesia yang Pra-Sensitivity-nya tinggi. Artinya, berkurangnya promosi dan penawaran oleh Startup mudah membuat para pelanggan beralih. Oleh karena itu, perilaku Bakar-Bakar Uang bukan hanya membuat pengguna layanan bertahan, tapi juga mematikan pesaing. Adanya kecenderungan ini sebetulnya menunjukkan metode Bakar-Bakar Uang bukanlah merupakan strategi yang sehat, karena hanya menimbulkan permintaan semu (Artificial Demand) dan persaingannya menjadi tidak sehat.
3. Menimbulkan Bubble Economic (Gelembung Ekonomi)
Menurut Ekonom senior INDEF, Aviliani, pertumbuhan Startup yang melesat namun dengan tingkat keuangan yang masih merah wajib diwaspadai. Hal ini dikarenakan walaupun Startup memiliki valuasi dan traksi yang tinggi, namun dengan minimnya keuntungan, belum Break Even Point (BEP) dan belum mencapai Roll of Investment (ROI), berpotensi menimbulkan dampak ekonomi seperti krisis. Terlebih jika Startup itu sampai mencapai IPO (Penawaran Umum Perdana) dan sahamnya telah dibeli masyarakat, jika bisnisnya jatuh pasti akan menimbulkan chaos perekonomian. Ibaratnya mengapa disebut sebagai teori gelembung ekonomi karena diibaratkan seperti gelembung. Semakin besar ukuran suatu gelembung, semakin rentan untuk pecah atau meletus. Valuasi atau traksi Startup diibaratkan sebagai ukuran gelembung. Sedangkan kondisi keuangan diibaratkan sebagai kerentanan suatu gelembung.
4. Merugikan Investor (dan Startup Sendiri)
Kenyataannya walau banyak Startup yang menggunakan strategi Bakar-Bakar Uang, tidak sedikit juga investor yang memiliki pandangan kontra terhadap metode ini. Tentu hal ini tidak baik bagi perusahaan karena demand yang dikalkulasi dan diproyeksi bukanlah permintaan jangka panjang. Jika pandangan ini mulai terbukti dan mulai menyebar, investor akan meninggalkan Startup. lalu untuk mencari investor yang ingin mengeluarkan dana hanya untuk dibakar saja sudah sulit ketika dilakukan pada saat bisnis Startup sedang naik daun. Apalagi ketika mulai banyak investor yang berpikir bahwa model usaha Startup tidak lagi prospektif.
5. Merusak Reputasi Bisnis Digital
Bisnis Startup dengan segala karakteristiknya (termasuk menggunakan strategi Bakar-Bakar Uang) digadang-gadang merupakan bisnis digital yang akan eksis di masa yang akan datang. Tapi semakin kesini, metode Bakar-Bakar Uang semakin dinilai bukanlah metode yang menyehatkan dan justru menambah beban perusahaan. Bahkan saat post ini dibuat, sudah banyak artikel serupa yang bahkan membahas saat inilah pudarnya era Bakar-Bakar Uang. Karena memang strategi ini sangat riskan dan banyak membuat bisnis Startup rontok satu persatu. Hal ini tentu saja akan menimbulkan stigma negatif bagi reputasi bisnis digital kedepannya. Citra yang melekat bahwa Startup akan mendisrupsi bisnis-bisnis konvensional tentu saja akan rusak dan malah mempermalukan pemain Startup yang terkesan "menantang para pemain lama".
cr: rewangrencang.com
Mungkin anda akan asing dengan Stoqo, startup karya anak bangsa yang berfokus pada bidang penjualan sembako khusus untuk pengusaha kuliner UMKM. Dikutip dari asiaquest Indonesia, startup ini gagal menggunakan teknik bakar uang dan akhirnya gulung tikar pada april 2020.
Lainnya, Blanja.com. dengan dua nama besar dibelakang startup ini (Telkom dan Ebay), ternyata tidak berhasil mempertahankan E-commerce yang akhirnya gagal menggunakan teknik bakar uang. Banyak juga startup yang lain yang gagal bertarung karena belum siap bertanding, antara lain : Hooq, Sorabel, Iflix, Airy rooms, dsb.
Lalu apakah strategi ini efektif untuk dijalankan?
Efektif, dengan catatan perusahaan tidak hanya fokus dengan strategi promosi seperti cashback dan lain lain. Perusahaan juga harus memperhatikan kualitas layanan produk/jasa karena pada akhirnya konsumen akan lebih fokus menilai kualitas produk atau jasa.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H