Mohon tunggu...
LINES
LINES Mohon Tunggu... Relawan - LDII News Network

Menulis adalah cara untuk berbagi perspektif. Saling menghargai adalah kunci untuk bertukar perspektif

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Mengamati Prilaku Warga LDII Membumikan Pancasila

21 Agustus 2021   12:36 Diperbarui: 30 September 2021   13:58 955
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi independensi.com

Kala itu, ormas Islam menggunakan asas Pancasila masih dianggap aneh. Akibatnya, Lemkari dikucilkan oleh ormas-ormas Islam lain, bahkan dianggap eksklusif karena tidak menjadikan Islam sebagai asas utama. Dari sisi afiliasi politik, Lemkari juga dianggap aneh karena berada dalam naungan parpol nasionalis. 

Lemkari menggunakan Pancasila sebagai asas, bukan semata-semata karena terkait aliansinya dengan Golkar – yang saat itu berpolitik dengan jargon kembali ke Pancasila dan UUD 1945 secara murni dan konsekuen. Perlu diketahui, Lemkari mengambil asas Pancasila penuh dengan kesadaran dan risiko. Para tokoh pendiri Lemkari menyadari risiko yang sangat tinggi, yakni melawan arus pemikiran ormas-ormas Islam saat itu. Sebab, pada awal 1970-an, pesantren-pesantren di Indonesia khususnya di Jawa Timur cenderung mendukung parpol-parpol Islam. Pada 1985, civil Islam di Indonesia mengalami ujian dengan lahirnya UU No. 8 Tahun 1985, yang mewajibkan semua ormas menjadikan Pancasila sebagai asas utama. Lemkari menerima hal tersebut tanpa syarat. Pada Bab 2 Pasal 2, Lemkari mengubah anggaran dasarnya, dengan menyebutkan Pancasila sebagai asas, yang sebelumnya menyebutkan Islam dan Pancasila. Perubahan tersebut dilaksanakan pada Mubes III, pada Mei 1986.

Selanjutnya, bagaimana pemikiran LDII mengenai Pancasila? Sebagai lembaga dakwah, LDII tidak membuat Pancasila mandek pada tataran verbal, tetapi juga diamalkan. Pertama, intisari pemikiran LDII dalam kontruksi keindonesiaan, yang pertama adalah bahwa sila pertama dari Pancasila harus menjadi pondasi sekaligus mewarnai sila-sila yang lain. LDII juga berpendapat sila pertama tidak dijadikan bingkai, tetapi sebagai pondasi. LDII melihat risiko, penempatan sila Pancasila sebagai bingkai atau wadah, sangat memungkin ideologi tertentu berubah menjadi ideologi negara. Hal tersebut, bisa menjadi bibit konflik yang berkepanjangan karena kondisi bangsa dan negara yang plural, baik dari sisi agama maupun kepercayaan. Maka agama harus ditempatkan sebagai fundamen bukan wadah.

Kedua, dengan memahami sifat dan jiwa yang tergali dalam sejarah lahirnya Pancasila, LDII melihat yang patut untuk menjadi bingkai dari konstruksi keindonesiaan adalah sila Persatuan Indonesia. Dengan demikian, rumusannya adalah apapun agama yang dipeluk (sesuai Sila Pertama), apapun aktualisasi kemanusiaan yang dilakukan (Sila kedua), bentuk demokrasi apapun yang dijalankan (Sila keempat) dan model keadilan yang dibayangkan (Sila kelima) tetap dalam bingkai persatuan Indonesia atau NKRI (Sila ketiga).

Dengan demikian, pemikiran LDII dapat disimpulkan bahwa sila pertama adalah pondasi, sila ketiga sebagai bingkai, sila kelima sebagai tujuan, maka sila kedua adalah aspek kemanusiaan, sila keempat megenai demokrasi sebagai semangat dan cara mencapai tujuan berbangsa dan bernegara. Kelima sila tersebut tidak bisa dibeda-bedakan, bahkan saling melengkapi. Bila dikristalisasi, di mata LDII bangsa Indonesia tanpa Pancasila akan rapuh. Mengapa? Karena tidak punya pondasi religiusitas yang kuat sebagaimana sila pertama, dan bangsa Indonesia bercerai-berai karena tidak ada bingkai yang jelas seperti sila ketiga. Bangsa Indonesia juga kehilangan arah karena tidak punya tujuan yang jelas, sesuai sila kelima. Bahkan tanpa Pancasila, bangsa Indonesia menjadi bangsa yang tidak beradab, karena tidak punya kemanusiaan, tidak memiliki gotong-royong, karena tidak ada sila kedua dan keempat.

Kontribusi LDII yang lain adalah pemikiran mengenai terwujudnya Pancasila 2.0. Terminologi tersebut diadopsi dari pola perkembangan teknologi informasi. Bila 1.0 adalah Pancasila yang hanya indah diucapkan, maka bila bicara 2.0 adalah Pancasila yang dilaksanakan dalam kehidupan sehari-hari. Pancasila 2.0 dicanangkan LDII pada 26 Juli 2012 silam, jauh sebelum jargon “Pancasila dalam Tindakan”. Saat itu, DPP LDII menggelar seminar wawasan kebangsaan mengenai Pancasila terkait dengan perayaan hari lahir Pancasila. Selanjutnya pada Munas 2018, Pancasila 2.0 diwujudkan LDII dalam delapan bidang pengabdian LDII untuk bangsa: wawasan kebangsaan, dakwah Islam, pendidikan umum, ekonomi syariah, pertanian dan lingkungan hidup, kesehatan dan pengobatan herbal, teknologi informasi, dan energi baru terbarukan. Delapan program tersebut, menunjukkan LDII memiliki kesalehan vertikal dan hubungan sosial yang baik dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. LDII bahkan memiliki kiat menjaga persatuan dan kesatuan bangsa, yakni dalam berbicara harus pahit madu (sopan santun, bahkan madu yang manis dikatakan pahit, karena pentingnya kesantunan), jujur, bisa dipercaya dan mempercayai, sabar dan berebut mengalah (sabar keporo ngalah), tepa selira, tidak saling merusak, dan menjaga perasaan. Semua ini nilai-nilai luhur yang berasal dari Pancasila yang diinternaslisasi kepada para santri, siswa, dan warga LDII.

Selanjutnya, bagaimana peran LDII dalam program kebangsaan. Sejak Lemkari berdiri, para tokohnya telah memberi perhatian besar pada kebangsaan, yang dapat dilihat dari akte pendiriannya maupun dari program-program kerhanya. Dalam delapan program kerja LDII, kebangsaan ditempatkan pada yang pertama, karena sebagai ormas Islam, dakwah merupakan makanan sehari-hari, untuk itu kebangsaan menjadi program pertama. LDII melihat pentingnya program kebangsaan, yang menempatkan Indonesia menjadi rumah bersama, menjadi surga semua agama, etnik, ras, golongan dan suku bangsa.

Kemudian yang keempat bagaimana LDII membumikan Pancasila, dapat dilihat dari dakwahnya dalam memandang kebhinekaan dan toleransi. LDII melihat intoleransi atau ketidamauan toleransi adalah sumber konflik yang paling dasar, baik konflik internal antara umat Islam atau antar umat beragama. Pandangan tersebut lahir dari pengalaman sejarah, bahwa LDII sudah kenyang dengan sikap keras dan menghakimi kebenaran telah menjadi bibit konflik yang serius. Ini menjadi beban sejarah LDII yang paling berkelanjutan, untuk itu para generasi muda LDII berusaha menerapkan paradigma baru. Mereka berusaha membina warganya, guna merumuskan sikap toleransi dalam kehidupan beragama di dalam wadah NKRI, berdasarkan Pancasila, UUD 1945, dan Bhinneka Tunggal Ika.

LDII dalam memandang perbedaan, kebhinekaan, ihtilafiyah, firqoh, merupakan fenomena telah, sedang dan selalu dihadapi kaum muslimin. Dengan demikian, ormas itu memandang perbedaan itu sebagai sunnatullah. Maka, meskipun berbeda-beda harus selalu ada usaha dari LDII untuk saling mengenal, saling memahami, dan akhirnya saling tolong-menolong. Ihtilafiyah merupakan realitas masa kini dan masa depan. Dengan demikian diakui atau tidak, perbedaan adalah inheren dalam umat Islam. Bangsa Indonesia itu lahir bukan karena kesamaan, tapi lahir karena sadar dengan adanya keberagaman. 

Kesimpulannya, membaca LDII dalam membumikan Pancasila merupakan kontribusi ormas dalam berbangsa dan bernegara. Dengan demikian, sangat disayangkan bila tidak mendapat dukungan dari pemerintah dan ormas-ormas lainnya. Dengan membumikan Pancasila, LDII berusaha menciptakan hidup rukun bersama sebagai salah satu elemen penting kebangsaan Indonesia. Kondisi tersebut sangat memungkinkan menghimpun segala potensi dalam rangka kemajuan bangsa. Untuk itu, ormas-ormas Islam jangan menghabiskan energi untuk persaingan dan konflik. Biarlah itu terjadi di dunia parpol. Sementara dunia ormas (civil society) haruslah tetap bergandengan tangan, mengubah paradigma konflik dan bersaing menjadi paradigma bersanding. Untuk mewujudkan masyarakat Indonesia yang maju, adil dan makmur.


HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun