Persoalannya, meskipun kerap ditemui di pasar maupun supermarket, saat permintaan melonjak, tanaman herbal juga melambung harganya. Di sinilah pentingnya konservasi tumbuhan herbal di pekarangan rumah. Tanaman itu dapat tumbuh dengan baik di dalam sebaran alami tumbuhan (konservasi in-situ) maupun di luar sebaran alaminya (konservasi eks-situ).Â
Konservasi in-situ dapat dilakukan dengan melestarikan tumbuhan herbal di lingkungan alaminya. Meskipun, dapat ditanam di luar lingkungan alaminya dengan iklim yang sama, hasil panennya terdapat perbedaan. Perbedaan yang dimaksud dalam hal kandungan kadar senyawa kimianya -- sangat mungkin terjadi. Senyawa kimia itu bisa terkonsentrasi pada helai daun, bunga, batang, dll. Â Selain menanam pada iklim yang sesuai lingungan aslinya, melestarikan keanekaragaman hayati bisa juga dilakukan dengan menanam tumbuhan herbal di pekarangan rumah warga.Â
Dari Pekarangan Jadi Pengobatan Komunal
Dari teras-teras tumah tersebut, bisa menciptakan imunitas komunal dengan pondasi tumbuhan herbal. Semua jenis dan jumlah tanaman tersebut beserta pemiliknya didata, sebagai database ketersediaan herbal pada tingkat wilayah. Pemanenan dan pemanfaatannya diatur sedemikian rupa dengan pola manajemen yang disepakati. Cara lainnya, masyarakat suatu wilayah bisa memanfaatkan lokasi tertentu di wilayahnya untuk ditanami tumbuhan herbal secara bersama-sama. Contoh: lahan desa, pekarangan masjid atau pondok pesantren. Pemilihan jenis tumbuhan dapat dimusyawarahkan bersama.Â
Cara penyiramannya bisa dengan menggilir masyarakat secara bergantian atau memberdayakan santri-santri majelis taklim/ponpes tersebut. Pelibatan ini dapat meningkatkan pemahaman dan kecintaan masyarakat atau santri terhadap konservasi lingkungan dan kepeduliannya akan kekayaan jenis-jenis tumbuhan penghasil ramuan herbal. Menurut Mina (2016), salah satu strategi pengelolaan lingkungan hidup di daerah yang efektif, adalah dengan melibatkan peran aktif masyarakat dalam perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup. Strategi ini menekankan kearifan lokal masyarakat.
Pemahaman dan cara pandang tentu memengaruhi sikap terhadap lingkungan hidup. Untuk itu, pendidikan lingkungan perlu diberikan juga untuk mengubah cara pandang dan perilaku. Pola hidup masyarakat dibiasakan ramah lingkungan sehingga sedikit demi sedikit berkontribusi terhadap kesehatan lingkungan hidup. Dengan demikian, kehidupan masyarakat yang harmoni dengan lingkungan hidup menjadi semangat baru dalam peringatan Hari Konservasi Alam Nasional, demi pembangunan berkelanjutan dan masyarakat sejahtera. Â
Â
*Atus Syahbudin, S.Hut., M.Agr., Ph.D. adalah anggota Departemen LISDAL DPP LDII, Wakil Ketua Saka Wanabakti Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan DIY, dan pengajar pada Fakultas Kehutanan UGM
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H