Mohon tunggu...
LINES
LINES Mohon Tunggu... Relawan - LDII News Network

Menulis adalah cara untuk berbagi perspektif. Saling menghargai adalah kunci untuk bertukar perspektif

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Belajar Jarak Jauh Bikin Orangtua Kalang-kabut? Ini Solusinya

2 Agustus 2021   11:05 Diperbarui: 2 Agustus 2021   13:31 102
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Suasana belajar di rumah dengan pendampingan ibu. (Foto: Dawud/LINES)

Oleh Siti Nurannisaa 

Sejak pertengahan 2020, pemerintah melalui Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan menerapkan sistem Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ). Wabah Covid-19 yang sedang pada puncaknya di berbagai dunia, mendorong pemerintah untuk menerapkan sistem tersebut. Sekolah-sekolah yang berisi anak-anak, tentu sulit untuk menerapkan protokol kesehatan dengan baik.

Pemerintah tak ingin mengambil risiko di sekolah. Namun, permasalahan tak berhenti di situ. Pasalnya, para orangtua tak semuanya siap dengan sistem ini. 

Mereka juga harus turut belajar, belum lagi menghadapi pekerjaan di rumah atau di kantor yang menyita pikiran. Pada sisi lain, para orangtua harus bergelut dengan motivasi anak yang menurun, konsentrasi, rasa bosan yang hinggap pada anak.

Mau tak mau, PJJ menyumbang "kegaduhan" di rumah. Ada rasa tidak nyaman selama masa pandemi ini, yang berbuntut pada munculnya perasaan tidak nyaman, seperti lelah, jenuh, cemas, hingga takut. Dalam kondisi ini, para orangtua menjadi mudah marah tanpa sebab. Pasalnya, mereka dihadapkan pada peran orantua dan tekanan ekonomi.

Ketidaksiapan mendampingi belajar anak, mengakibatkan kelelahan fisik dan kebingungan untuk beradaptasi membangkitkan reaksi bagi orangtua dan anak. Solusinya, pertama adalah menumbuhkan kesadaran untuk mengenali diri sendiri dan mengelola emosi. 

Menyelami diri memang kerap diabaikan, padahal dengan mengenali diri, orangua dapat mengetahui pemicu stress. Salah satu cara mengenali diri adalah dengan merelaksasi tubuh, untuk menjernihkan pikiran dan emosi. Dengan demikian pikiran dapat memberi respon terhadap tekanan dengan prilaku positif.

Selanjutnya, orangtua harus kembali belajar. Dengan cara menambah pengetahuan agar dapat mendampingi anak dalam belajar. Manfaatkan Google, Youtube, atau bahkan bertanya kepada kawan mengenai pelajaran.

Hal yang tak kalah pentingnya adalah memahami karakter anak. Amati, apakah pelajarannya yang sulit atau metode belajarnya yang tidak sesuai. Anak yang memiliki gaya belajar visual dapat dengan mudah memahami pelajaran dengan membaca atau menonton video. Tapi ini tak berlaku bagi anak yang memiliki gaya belajar kinestetik.

Mereka umumnya gemar belajar dengan gerakan tubuh atau praktik langsung. Sama halnya dengan anak yang gaya belajarnya bersifat audio. Mereka lebih senang belajar dengan mendengarkan.

Berikutnya, diskusikan dengan anak mengenai waktu dan kondisi belajar. Harapannya, anak dapat termotivasi sekaligus menghilangkan rasa bosan saat belajar. Diskusi dengan anak memungkinkan orangtua mendengarkan pikiran dan perasaan mereka. 

Saling mendengarkan memunculkan rasa saling pengertian, memahami satu sama lain, aman, nyaman dan lebih mudah untuk bekerja sama mencari jalan keluar dalam proses belajar.

Ketika orangtua dan anak dapat mengetahui perasaan masing-masing, keduanya bisa lebih nyaman. Dengan demikian, orangtua bisa tetap merespon positif setiap kondisi dan kebutuhan anak selama PJJ. 

Relasi antara anak dan orangtua dalam PJJ, adalah orangtua jangan menilai anak terhadap pilihannya, sebaliknya beri penghargaan bisa berhasil dan mengarahkan anak bila melanggar aturan, atau menyangkut keamanan dan keselamatan diri.

Situasi pandemi yang tidak bisa diprediksi sampai kapan, rasanya akan bermanfaat jika digunakan untuk memperbanyak menanamkan perilaku positif dalam pendampingan belajar. 

Sehingga anak-anak dapat difokuskan terhadap "hal baru apa yang anak-anak dapatkan selama pandemi" yang mungkin luput dari pandangan orang tua, karena tertutup dengan kecemasan terjadinya penurunan kompetensi belajar.

Dr Siti Nurannisaa P. B, S.Sn, M.Pd adalah psikolog keluarga dan Ketua DPP LDII.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun