Proyek Strategis Nasional (PSN), yang mencakup pembangunan jalan tol dan tanggul laut, dirancang untuk meningkatkan aksesibilitas di kawasan Metropolitan Semarang. Proyek ini diharapkan dapat mendukung pertumbuhan industri di Kabupaten Kendal, Kota Semarang, dan Kabupaten Demak, sehingga memberikan kontribusi yang signifikan terhadap perekonomian nasional.Â
Pembangunan jalan tol ini merupakan bagian dari strategi pemerintah dalam mempercepat roda ekonomi dengan mendukung pengembangan kawasan ekonomi di wilayah Semarang dan Batang.
Dengan pelaksanaan PSN ini, pemerintah berharap dapat menarik minat investor, yang akan menjadi pendorong utama pertumbuhan ekonomi. Dampaknya, diharapkan taraf hidup masyarakat setempat juga akan meningkat seiring dengan pesatnya perkembangan industri.Â
Namun, di balik peluang ekonomi tersebut, ada perubahan signifikan terhadap lanskap lingkungan yang perlu menjadi perhatian, termasuk ekosistem mangrove dan pesisir di Kota Semarang.
Potensi Tekanan terhadap Ekosistem Mangrove dan Pesisir Akibat PSN
Saat ini, pembangunan jalan tol dan tanggul laut, yang merupakan bagian dari PSN, sedang berjalan untuk mengatasi masalah rob di pesisir Semarang. Jalan tol Semarang-Demak ini merupakan proyek infrastruktur strategis yang akan menghubungkan kedua kota di Jawa Tengah sebagai bagian dari jaringan jalan nasional, dan melengkapi ruas Jalan Pantura.Â
Meskipun di satu sisi proyek ini bertujuan untuk meningkatkan konektivitas, di sisi lain, pembangunan ini berpotensi memberikan tekanan terhadap ekosistem mangrove di kawasan pesisir timur Semarang.
Selain itu, pengembangan industri dan perumahan di wilayah tersebut dapat memperbesar risiko penurunan muka tanah akibat peningkatan beban bangunan dan eksploitasi air tanah yang berlebihan.Â
Di pesisir barat Semarang, pengembangan kawasan industri besar seperti Wijayakusuma juga menghadirkan tantangan besar bagi kelestarian ekosistem mangrove. Kawasan ini berbatasan langsung dengan mangrove Tapak, yang juga berfungsi sebagai destinasi wisata.
Lebih jauh lagi, pembangunan di wilayah Kendal melalui reklamasi dan industri kayu lapis telah berdampak negatif terhadap pesisir barat Semarang. Kegiatan reklamasi yang menggunakan pasir dari Semarang menyebabkan garis pantai wilayah barat terus mundur. Selain itu, limbah industri di Kawasan Industri Kendal (KIK) yang terbawa arus laut memperburuk kondisi ekosistem mangrove dan sektor perikanan.
Di kawasan pesisir utara Semarang, ancaman terhadap ekosistem juga muncul akibat aktivitas transportasi yang padat, mengingat pentingnya peran kawasan ini sebagai pusat transportasi, termasuk Bandara Ahmad Yani, Pelabuhan Tanjung Mas, dan terminal utama.Â
Untuk memperkuat konektivitas, pemerintah juga merencanakan pembangunan Harbour Tol Semarang yang akan menghubungkan Kabupaten Kendal dan Kota Semarang. Semua ini tentu memberikan tekanan yang besar terhadap ekosistem pesisir, terutama hutan mangrove dan perikanan lokal.
Ancaman Terhadap Keberlangsungan Ekosistem Mangrove di Kota Semarang
Keberadaan ekosistem mangrove di pesisir Semarang menghadapi sejumlah ancaman serius, di antaranya:
1. Banjir rob dan abrasi
Kondisi ini mengakibatkan mundurnya garis pantai dan merusak biofisik pesisir. Dampaknya tidak hanya terhadap ekosistem mangrove yang hilang atau rusak, tetapi juga menyebabkan kerugian sosial bagi masyarakat pesisir. Sistem hidrologi yang terganggu dan biofisik yang buruk dapat menyebabkan mangrove mati, yang pada akhirnya menghilangkan ekosistem tersebut secara keseluruhan.
2. Alih fungsi lahan
Banyak kawasan mangrove yang dialihfungsikan menjadi tambak atau kawasan industri, yang pada gilirannya mengurangi jasa lingkungan yang disediakan oleh mangrove, seperti perlindungan dari abrasi gelombang laut.
3. Pencemaran sampah dan limbah domestik
Hampir seluruh pesisir Kota Semarang menghadapi masalah pencemaran sampah, baik dari masyarakat setempat maupun yang terbawa oleh arus sungai dan laut. Kandungan amonia dan fosfat yang tinggi di beberapa titik pesisir menunjukkan adanya kontaminasi limbah, yang turut memengaruhi kualitas ekosistem mangrove.
4. Rendahnya kesadaran masyarakat dan kepemilikan tanah
Banyak masyarakat, terutama yang penghidupannya tidak bergantung pada mangrove, memiliki kesadaran yang rendah akan pentingnya menjaga ekosistem ini. Kondisi ini diperburuk oleh banyaknya lahan yang kini dikuasai oleh pihak swasta, sehingga upaya penanaman mangrove oleh masyarakat atau pemerintah berisiko tergantikan oleh pembangunan industri di kemudian hari.
Mengatasi tantangan-tantangan ini memerlukan perhatian serius dari berbagai pihak, termasuk pemerintah, swasta, dan masyarakat. Kolaborasi yang kuat antara pemangku kepentingan sangat penting untuk menjaga keberlanjutan ekosistem mangrove yang memiliki peran vital dalam melindungi kawasan pesisir dan mendukung ekonomi lokal.
sumber dan referensi tulisan yang digunakan: PERATURAN DAERAH KOTA SEMARANG NOMOR 4 TAHUN 2024 TENTANG Â RENCANA PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP TAHUN 2024-2054Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H