Jumat, 24 November 2023, LindungiHutan memaparkan hasil penelitian tingkat survival rate dan growth rate dari penanaman mangrove di wilayah pesisir Utara Semarang dan sekitarnya. Hasil penelitian tersebut kemudian di-submit kepada International Change yang diselenggarakan oleh Pertamina.
Riset tersebut diharapkan dapat menjadi kritik serta evaluasi bagi LindungiHutan dalam melakukan penanaman dan rehabilitasi mangrove secara lebih efektif dan berdampak ke depannya.
"Untuk mendiseminasi riset LindungiHutan pada ajang terkait, kegiatan dihadiri oleh berbagai pakar yang bergerak dalam bidang nature-based solution in climate change dan para petinggi terutama PERTAMINA Foundation," Ujar Muhamad Agung Triyudha Agustina, periset sekaligus RnD Field Officer LindungiHutan.
Penelitian "Mangrove of North Coast Semarang: Assessment of Survival Rate and Growth Progress of Mangrove Rehabilitation Effort" dilakukan di empat lokasi penanaman LindungiHutan yang mewakili yaitu pesisir Tambakrejo Semarang, Pantai Mangunharjo, Pantai Trimulyo, dan pesisir Desa Bedono Demak.
Tingkat Survival Rate dan Growth Rate di Beberapa Lokasi Penanaman Mangrove LindungiHutan
Penelitian yang dilakukan menunjukkan bahwa tingkat kelangsungan hidup atau survival rate mangrove sebesar 70% di pesisir Tambakrejo Semarang, 93% di Pantai Mangunharjo, 75% di Pantai Trimulyo, dan 58% di Desa Bedono Demak.
"Hasil riset menunjukkan bahwa tingkat SR atau survival rate penanaman LindungiHutan di wilayah pesisir Semarang berada pada rentang berhasil hingga kurang berhasil yang disebabkan oleh beragam faktor terutama oleh kesesuaian faktor lingkungan," Ujar Agung.
Adapun, salah satu lokasi penanaman LindungiHutan yang memiliki SR dan Growth Rate (Tingkat pertumbuhan) berada di Pantai Mangunharjo Semarang.
"Untuk growth rate sendiri beragam di setiap lokasi dengan SR dan GR tertinggi berada di lokasi penanaman Pantai Mangunharjo Semarang," Imbuh Agung.
Kilas Balik Lokasi Penanaman LindungiHutan
Penanaman mangrove di beberapa lokasi LindungiHutan tentu bukan tanpa alasan. Ada beberapa alasan menyertainya, tentu alasan kondisi lingkungan jadi yang paling kuat. Lokasi penanaman ini mengalami kerusakan ekosistem yang cukup parah, beberapa di antaranya bahkan memaksa masyarakat setempat untuk pindah meninggalkan tempatnya yang kini terendam air laut.
LindungiHutan coba merangkum kondisi di beberapa lokasi penanaman yang menjadi objek penelitian:
1. Pesisir Tambakrejo Semarang
Masyarakat mengenalnya sebagai tambak nglorok, yang dalam Bahasa Jawa nglorok memiliki arti merosot. Posisinya yang berada di pesisir lautan membuat Tambakrejo Semarang rentan terhadap abrasi. Terhitung sejak tahun 2000-an, abrasi dan banjir rob yang menghantam Tambakrejo menenggelamkan beberapa bagian daratan yang ada. Anda bisa menyaksikan jejak ganasnya abrasi dari bekas pom bensin yang tenggelam dan Tempat Pemakaman Umum yang kini batu nisannya pasang surut tenggelam oleh air laut.
Apa yang terjadi di Tambakrejo Semarang, bagaimana masyarakat setempat merespon, dan apa yang sudah LindungiHutan ikut lakukan dapat disimak melalui artikel "Pantai Tambakrejo Semarang: Abrasi dan Makam Tenggelam"
2. Pantai Mangunharjo
Berbicara hutan mangrove Mangunharjo, maka tak bisa lepas dari sepak terjang Sururi. Hampir separuh lebih dari umur hidup Sururi didedikasikan untuk menanam dan menjaga kawasan hutan mangrove. Awalnya, Sururi merasa prihatin sekaligus khawatir akan adanya ancaman abrasi mengingat kondisi pesisir pantai yang minim pohon mangrove. Blio tidak ingin apa yang terjadi di Bedono Demak terjadi pada kampungnya.
Kini, apa yang dilakukan oleh Sururi bertahun-tahun mulai berbuah hasil dan dapat dinikmati bersama. Jarak dari kampung menuju laut yang  tadinya tidak sampai 1 kilometer akibat tergerus abrasi, kini setelah dilakukan penanaman mangrove jarak tersebut bertambah hingga 3 kilometer.
Semangat Sururi dan apa yang terjadi di Pantai Mangunharjo Semarang dapat Anda baca lebih lanjut melalui artikel "Pantai Mangunharjo, Percontohan Kegiatan Pelestarian Mangrove Semarang"
3. Pantai Trimulyo
Kembali pada tahun 1980-1990-an, masifnya aktivitas pertambakan meninggalkan jejak kerusakan cukup parah bagi kawasan mangrove di Pesisir Trimulyo Kota Semarang. Alhasil, gelombang laut tak tertahan dan menerjang daratan. Banjir rob pun terjadi!
Masyarakat terpaksa beradaptasi dengan kondisi hidup barunya. Rumah-rumah terus direnovasi, pondasinya ditinggikan setiap 5 hingga 10 tahun sekali, demi terhindar dari kata tenggelam. Berkaca pada kondisi tersebut, warga pesisir Trimulyo tergerak untuk menanam mangrove demi pulihnya kondisi lingkungan. Â Simak lebih lanjut dalam artikel "Pantai Trimulyo Semarang dan Dampak Ekonomi Akibat Rusaknya Mangrove"
4. Desa Bedono Demak
Sejak beberapa tahun silam, Desa Bedono Demak dilanda bencana abrasi dan banjir rob yang menenggelamkan sekitar 200 rumah penduduk. Kini, menyisakan Mak Jah bersama keluarga yang memilih bertahan di sana. Semenjak abrasi datang dan menggenangi perkampungan, lambat laun masyarakat memilih untuk pindah mencari tempat tinggal baru. Proses pindah mulai dilakukan dari tahun 2006. Hingga pada akhirnya tahun 2010 semua masyarakat Dusun Senik pindah dan menyisakan Mak Jah seorang diri
Lebih dari 10 tahun Mak Jah menanam ratusan hingga ribuan mangrove di Desa Bedono dalam rangka menghijaukan kawasan tersebut. Baginya, merawat mangrove adalah merawat kehidupan. Cerita perjuangan Mak Jah dan kondisi Desa Bedono Demak dapat Anda baca melalui artikel "Desa Bedono Demak dan Upayanya Menolak Tenggelam"
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H