Ketika berbicara tentang anak-anak Palestina, maka diksi yang tepat untuk menggambarkan mereka adalah hebat dan kuat. Terlahir di kehidupan yang sulit, penuh intimidasi, keterbatasan sarana prasarana, terbatas atau bahkan tanpa kasih sayang keluarga membentuk mereka menjadi kuat.
Tidak manja. Tidak malas-malasan, tidak ada istilah mager atau tidak mood. Mereka memiliki keinginan keras untuk tetap survive atau bertahan.
Mereka bukanlah robot yang disetel untuk tidak menangis saat kehilangan. Tidak lapar ketika tidak ada makanan. Tidak haus ketika tidak menemukan air. Tidak punya rasa takut, meski setiap hari merasa terkukung dan ditekan. Bukan? Mereka manusia biasa yang merasakan itu semua secara normal. Hanya saja mereka memiliki rasa penerimaan takdir yang sangat tulus, mereka menerima apa yang harus menimpa. Hidup terhormat atau mati syahid.
Dalam pandangan mereka yang masih kecil secara usia, kebebasan atau kemerdekaan negerinya atau mati sebagai syuhada telah tertanam.
Mereka berjuang dengan caranya sendiri yang masih belia. Dengan tidak cengeng. Dengan menjadi anak mandiri. Dengan tetap mensyukuri apa yang menjadi bahagian pada kehidupan mereka. Tetap bertahan pada setiap situasi.
Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya.
Proud of you anak anak hebat dan kuat! Kalian mengajarkan kepada kami yang masih banyak mengeluh, bagaimana menjadi pribadi yang tangguh terhadap kehidupan.
Lelah
Siapa yang tidak merasa lelah? Padatnya rutinitas sehari-hari. Beban kerja. Masalah hidup yang tidak kunjung usai. Namun, jika dibandingkan dengan anak anak Palestina, apakah sudah sebanding? Tentu tidak. Jika saat ini seisi dunia apresiasi anak-anak Palestina, apa lagi malaikat? Bukankah disebutkan
Sesungguhnya Dia telah berjanji, siapa pun yang berbuat baik dan menabur kasih sayang di bumi, maka penduduk langit akan mendoakannya dan Dia segera memberikan pertolongan-Nya.
So, yuk semangat anak anak hebat dan kuat tersebut menjadi afirmasi positif bagi diri kita untuk selalu menikmati proses kehidupan, dengan terus berbuat meski rasanya lelah.
Gembira
Percaya atau tidak anak-anak Palestina mengajarkan gembira atau bagaimana nampak gembira. Mereka pandai sekali menyembunyikan rasa sakit. Dibalik pilu yang mendalam mereka bisa memberikan senyuman.
Banyak kisah, yang mereka sampaikan ke dunia, kisah pilu dimana kedua orang tuanya pergi di depan mata mereka secara tragis. Bagaimana keluarga serta adik adik luka dan kelaparan. Mereka menceritakan kisah tersebut dengan rasa gembira dan optimis.
Sebaliknya, sang rival, lelaki dengan bayi-bayi di isi kepalanya berkisah dengan ucapan putus asa. Tertawa terbahak-bahak yang garing. Mereka merasa keren, tapi di hati nurani ada rasa hampa, putus asa dan menyesalan yang sangat.
Bahkan, menurut penuturan beberapa orang, mereka mengaku tidak bisa tenang sepanjang hidupnya, diliputi rasa bersalah, dipenuhi mimpi-mimpi yang menakutkan. Untuk tidur saja, mereka harus menelan miras, obat-obatan. Mereka susah dengan perkara yang mereka buat sendiri. Meskipun dengan lantang berteriak kalau mereka menang, tapi sesungguhnya telah kalah dengan rasa takut mereka sendiri.
Anak anak Adalah Sang Pemenang
Anak anak Palestina adalah simbol sang pemenang. Mereka sudah memenangkan hati orang orang di dunia ini. Usahanya untuk bertahan di tengah berbagai kesulitan saat genosida, menginspirasi banyak orang, bahwa untuk menjadi pemenang bukanlah dengan memusnahkan orang lain. Itu hanya dilakukan oleh para pecundang dengan hati yang putus asa dan jiwa jiwa yang lemah.
Terbukti sesuai ujar lelaki dengan bayi-bayi di isi kepalanya, "melenyapkan bayi-bayi sama saja menjaga masa depan, karena bayi-bayi tersebut kelak saat dewasa menjadi orang yang mengerikan." Menurut kamu, yang mengerikan bayi-bayi tersebut atau lelaki dengan bayi-bayi di isi kepalanya?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H