Mohon tunggu...
Linda Erlina
Linda Erlina Mohon Tunggu... Dosen - Blogger and Academician

Seorang yang suka menonton film apa saja apalagi yang antimainstrim.

Selanjutnya

Tutup

Film

Menikmati Konflik Babeh dan Sobari di Film Pendek Istiqlal : Lika-Liku Perjalanan dan Kehidupan

12 April 2024   23:05 Diperbarui: 12 April 2024   23:08 162
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kegiatan Bulan Ramadhan tahun ini tidak melulu soal "War Takjil", ada juga kegiatan seru yang dilalui bersama dengan para Komikers dan Muspen Bestie lewat kegiatan Bedah Film "Istiqlal" yang bertepatan dengan Hari Film Nasional, tanggal 30 Maret 2024 di Museum Penerangan, Taman Mini Indonesia Indah (TMII).

Kegiatan dimulai dengan kuis Kahoot yang dipandu oleh dua host dari Museum Penerangan yang memicu adrenalin dengan soal-soal yang lumayan bikin otak berpikir keras, sambil berdoa jawaban tembakannya bener. Akhirnya setelah berkutat dengan banyak pesaing, ada tiga pemenang dengan kemampuan dan kecepatan jempol mendekati kecepatan cahaya yaitu Mba Fenni, Mba Dewi Puspa dan Mba Riap Windhu. Sungguh tiga srikandi yang nampaknya sudah menguasai betul segala pertanyaan tentang film dan koleksi Museum Penerangan yang berkaitan dengan Bapak Usmar Ismail. Keren banget!

Lanjut ke acara berikutnya yaitu perkenalan singkat tentang Bapak Usmar Ismail dan koleksi yang ada di Museum Penerangan, salah satunya adalah proyektor yang disumbangkan untuk Museum Penerangan oleh keluarga beliau. Terima kasih Bapak Usmar Ismail.

Rangkaian acara berikutnya yang paling dinantikan oleh para Komikers dan juga Muspen Bestie. Pemutaran dan juga diskusi film yang dipandu oleh Mba Dewi Puspa selaku Moderator dan Mas

Razny Mahardhika yang merupakan Sutradara dari film Istiqlal yang berdurasi sekitar 15 menit ini.

Film ini menyajikan alur yang sederhana, bapak (Babeh) dan anak (Sobari) melakukan perjalanan dengan menggunakan sepeda motor dari Ciputat, Tangerang Selatan ke Istiqlal, Jakarta Pusat tujuannya untuk buka puasa dan mendapatkan takjil di sana. 

Beberapa lokasi yang menjadi latarnya di mulai dari kampus UIN Syarif Hidayatullah, melewati Kebayoran, Senayan hingga berujung di Menteng. Eh tapi ternyata film ini endingnya plot twist, karena Babeh dan Sobari ini rupanya tidak sampai ke Istiqlal karena sampai waktu berbuka puasa masih di Menteng, lebih tepatnya di dekat sebuah Gereja Kristen.

Yang menarik adalah dialog yang terjadi antara Babeh dan Sobari. Babeh dengan konservatif merasa beliau penguasa Jakarta, hapal betul setiap seluk beluk Kota Jakarta, dan terutama pede dengan ingatannya untuk jalan menuju ke Istiqlal. Sobari yang sudah mengenai smartphone tentu menyarankan Babeh untuk menggunakan Google Maps saja.

Terbukti Babeh ingatannya mulai pudar, karena beberapa kali tersasar hingga harus bertanya pada beberapa orang yang ditemuinya, misalnya ibu di gang, lalu beberapa pengendara ojek online di pangkalan. Babeh tetep kekeuh untuk tidak mengikuti saran anaknya, karena dianggap bahwa mempercayai Google Maps adalah musyrik. Sayangnya saat akhirnya si Babeh menyerah dan setuju untuk menggunakan Google Maps, namun tak lama baterai smartphonenya habis.

Uniknya, Babeh di sini memiliki karakter keras yang menyayangi anaknya dan konservatif. Si Babeh juga menyimpan rasa bersalah kepada anaknya karena jarang mengajak jalan-jalan ke Jakarta. Sobari meskipun kadang gemes dengan bapaknya yang sulit diberi masukkan, namun tetap nurut sama bapaknya.

Saat berdiskusi langsung dengan Mas Razny ternyata terungkap sebenarnya film ini berhasil memenangkan pitching, mendapatkan pendanaan dari Dinas Pariwisata DKI Jakarta tahun 2018 dan memiliki dua jenis ending. Ending pertama yang akhirnya sampai di Istiqlal dan yang kami tonton adalah ending kedua yang sengaja dibuat tidak sampai ke Istiqlal. Jujur saya berekspektasi akan ketemu dengan Istiqlal di bagian akhirnya, minimal sekelebat. Nah karena tidak ada Istiqlalnya, mungkin akan lebih pas kalau judulnya menjadi "Menuju Istiqlal".

Saya juga menangkap ada beberapa pesan yang disampaikan lewat film Istiqlal ini, misalnya pesan toleransi saat waktu berbuka puasa di jalan, ada sekelompok pemuda yang membagikan takjil gratis, pemuda ini dari Gereja Kristen yang ada di dekat lokasi. Selain itu cinta Babeh ke Sobari juga tergambar ketika Babeh mengaitkan sabuknya ke badan anaknya, mungkin ini dilakukan jika anaknya tertidur maka akan tetap aman. Babeh juga mengakui bahwa selama ini kurang punya "quality time" dengan Sobari, karena jarang mengajak jalan-jalan dan merasa bersalah ketika mau ke Istiqlal malah jadi nyasar dan tidak sampai ke sana.

Babeh melakukan introspeksi diri dan mengakui ke Sobari kalau Babeh juga kangen dengan ayahnya (Engkong) yang sudah tiada, motor yang mereka gunakan juga adalah pemberian dari Engkong dengan tanda 74 (menunjukkan tahun motor tersebut). Menariknya lagi, film ini mampu menggambarkan lika-liku perjalanan dapat dipadukan dengan apik dengan konflik kehidupan lewat adegan sederhana di motor antara bapak dan anak saat melintasi jalanan Ibukota Jakarta.

Film ini juga membutuhkan biaya yang cukup besar karena shootingnya banyak di motor dan perjalanan, maka harus sewa pick up untuk mengambil gambar bergerak. Kerennya lagi film ini berhasil meraih beberapa penghargaan antara lain kategori Best Story di Panasonic Young Filmmaker 2019, Official Selection International Children's Film Festival Bangladesh 2020, Top 10 Finalist Viddsee Juree Awards Indonesia 2020 dan Official Selection Jogja Asia-Netpac Film Festival 2020.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Film Selengkapnya
Lihat Film Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun