“Kak, air di rumah kita itu air PAM atau air tanah yaa?” tanya adik lelakiku beberapa tahun yang lalu.
“Kayaknya punya kita air PAM deh.” Jawabku agak ragu.
“Air PAM itu asalnya dari mana ya? Terus gimana caranya bisa sampai ke rumah-rumah?” adikku penasaran sekali.
“Sepertinya dari sungai, nanti mengalirnya lewat pipa-pipa gitu” jawabku sekenanya.
“Kalau dari sungai kok ga kotor ya? Padahal kalau lihat di sungai kan airnya coklat kehitaman kak.” Rupanya belum habis stok pertanyaan si kecil ini.
“Wah, kakak juga ga tahu nih dek, nanti kakak cari tahu dulu yaa.” Janjiku pada adik.
Akhirnya setelah sekian lama pertanyaan ini muncul, Kompasiana menjawab kegalauan kami. Sebuah email berisi konfirmasi bahwa saya terpilih menjadi salah satu peserta Kompasiana Visit PALYJA tanggal 3 November 2016. Yes, kesempatan emas ini telah tiba, saatnya mencari tahu lebih dalam mengenai air yang kita gunakan sehari-hari.
Berapa banyak orang yang tahu mengenai PALYJA? Kalau dibuat survei sederhana mungkin banyak teman bahkan saya sendiri pun tidak tahu. “Malu-maluin banget ya sebenarnya.” Sebagai warga yang baik, ini langkah pertama saya untuk berkenalan dengan PALYJA. Ibarat kata pepatah “tidak ada kata terlambat daripada tidak sama sekali”. Yuk deh kita kenalan dulu apa sih itu PALYJA?
PALYJA mempunyai 4 lokasi Instalasi Pengolahan Air (IPA) dengan total jaringan 5.400 km yang menyediakan akses air bersih sebesar 73,23% dan cakupan pelayanan 60%.
Keempat lokasi IPA yaitu:
- IPA 1 Pejompongan : 2.000 liter/detik
- IPA 2 Pejompongan : 3.600 liter/detik
- IPA Cilandak : 400 liter/detik
- IPA Taman Kota : 150 liter/detik.
Sumber air baku air bersih 94,3% berasal dari luar kota (Waduk Jatiluhur, IPA Serpong dan Cikokol) dan 5,7% berasal dari sungai di Jakarta (Kali Krukut 4% dan Sungai Cengkareng Drain 1,7%).
Bila kita lihat ulasan sebelumnya jumlah air bersih hasil olahan IPA sudah melimpah ya. Tetapi tunggu dulu, kita belum menghitung seberapa besar sih kebutuhan air di Jakarta.
Berdasarkan studi yang dilakukan oleh PAM Jaya, jumlah penduduk yang tinggal di Jakarta ± 10 juta orang, konsumsi air bersih penduduk Jakarta dapat mencapai 100 liter/hari/orang, sehingga apabila dikalkulasikan total kebutuhan air bersih di Jakarta sebesar 26.000 liter/detik. Faktanya, jumlah air bersih yang dihasilkan oleh 2 operator di Jakarta (PALYJA dan AETRA) hanya 17.000 liter/detik. Itu artinya kita masih mengalami defisit air bersih sebesar 9.100 liter/detik!
Inovasi merupakan salah satu dari 4 nilai (Responsible, Caring, Trustworthy, Innovative) yang dimiliki oleh PALYJA. Solusi terbaik melalui inovasi teknologi dipercaya dapat mengurangi defisit ketersediaan air bersih di Jakarta. Apa saja bentuk inovasinya ya? Ayuk kita bahas satu per satu:
1. Distribution Monitoring Control Center (DMCC) sebagai pusat monitor real time
Sistem ini beroperasi onlineselama 24 jam dalam seminggu dan merupakan operator air pertama di Indonesia yang memiliki teknologi monitoring real time. Sistem ini canggih karena dapat mengantisipasi gangguan, mempercepat proses penanganan gangguan dan perawatan serta memudahkan akses untuk laporan produksi dan distribusi.
4. Kamera JD7 dan gas helium untuk mendeteksi kebocoran pada jaringan Kamera JD7 digunakan untuk mendeteksi kebocoran pada pipa primer yang tertanam dalam tanah dengan cara merekam segala bentuk audio dan visual. Kamera ini dapat berjalan sepanjang ± 1 km. Selain itu, gas helium yang merupakan hasil inovasi dari karyawan PALYJA dengan supervisi SUEZ digunakan juga untuk mendeteksi kebocoran pada pipa yang tertanam di dalam tanah.
5. Teknologi biofiltrasi dan Moving Bed Biofilm Reactor (MBBR)
Kadar amonium yang tinggi pada tahun 2007 menyebabkan IPA Taman Kota sempat terhenti. Berkat inovasi teknologi biofiltrasi yang berhasil dikembangkan oleh PALYJA bekerja sama dengan BPPT serta di bawah supervisi SUEZ, akhirnya IPA Taman Kota dapat beroperasi kembali pada tahun 2012. Teknologi biofiltrasi dan MBBR ini menggunakan mikroorganisme alami yang hidup dalam air yang dapat “memakan” amonium, sehingga kadar amonium dapat dikurangi.
Jarak laut yang dekat (5 km) membuat air laut dapat masuk ke dalam jaringan dan membunuh mikroorganisme pada sistem biofiltrasi. Oleh karena itu, PALYJA melakukan inovasi yaitu dengan memasang alat pendeteksi air laut pada pintu intake. Alat pendeteksi ini bernama Total Dissolve Solid (TDS) online analyzer, sehingga dapat mencegah masuknya air laut.
“Pelayanan prima karena kepuasan pelanggan adalah tujuan utama”
Salah satu misi PALYJA adalah memberikan kepuasan kepada pelanggan kita dengan tingkat pelayanan yang tinggi dan dengan menyediakan air dengan kuantitas, kontinuitas dan kualitas yang baik melalui operasi yang unggul.
Berpedoman pada misi tersebut, PALYJA melakukan proses yang ketat pada mulai dari proses pengolahan air baku sampai menjadi air bersih yang siap didistribusikan ke pelanggan.
Yuk, kita lihat video singkat di bawah ini yang berisi kunjungan kompasianer ke tempat kedua yaitu IPA Taman Kota untuk melihat secara langsung proses pengolahan air baku menjadi air bersih.
(Video ini diambil di IPA Taman Kota, Dok. Pribadi)
“Bersama Demi Air” sebagai bentuk komitmen PALYJA untuk masyarakat
- 58 kios air dan master meter untuk melayani 70.000 warga
- 245 public hydrants untuk melayani 73.500 warga
- GPOBA (Global Partnership on Output Based Aid) sebanyak 5000 jaringan.
Makna “Bersama demi air” yang diusung oleh PALYJA tidak hanya berlaku bagi masyarakat dengan kondisi penghasilan yang rendah, namun juga memberikan kesempatan bagi hewan dan tumbuhan untuk mendapatkan air bersih demi tercapainya keseimbangan ekosistem yang sehat.
Terima kasih banyak kepada Kompasiana dan PALYJA atas kesempatan visit ke IPA Pejompongan dan IPA Taman Kota sehingga kami mendapatkan banyak ilmu dan wawasan mengenai pengelolaan dan pengolahan air bersih di Jakarta.
Salam hangat,
Linda Erlina
lindaerlina22@gmail.com
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H