Mohon tunggu...
Rima Putri
Rima Putri Mohon Tunggu... pegawai negeri -

@rimaputri84

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Pilihan

Mengamini Pluralisme Beragama dan Berbudaya di Asta Tinggi Sumenep

8 April 2014   20:58 Diperbarui: 23 Juni 2015   23:54 421
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Salah satu cara (sayangnya belum terbukti jitu *tepok kepala), yang saat ini sedang saya coba dalam rangka move on adalah escape by travelling! Ha-ha. Mencoba menghilang dengan berpetualang. Mudah! saya cukup buka google dan search tempat wisata terdekat.

Then, I found. Ouch, I haven’t been here, I haven’t been there.

Hallo, this is Indonesia, the more you explore, the more you know that there are so many interesting places you haven’t visited then you must visit!.

Maka, pilihan terdekat saya adalah pergi menuju Asta Tinggi Sumenep, sembari membawa tagline di dada: “Ketimbang galau ingat mantan, mending ingat mati”. Ayo wisata ke kuburan! hloh!

1396938720336689949
1396938720336689949

Jadi apa sih Asta Tinggi?

Asta Tinggi Sumenep adalah kompleks pemakaman raja-raja Sumenep. Yah, saya ga' bisa dimakamkan disitu dong T.T

Bagi kalian yang belum tahu dimana Sumenep, err… Sumenep terletak di bagian paling barat pulau Madura, setelah Bangkalan, Sampang, dan Pamekasan. Katanya kota ini kota ningrat dimana lahir dan tinggal keturunan para raja, darah birunya orang-orang Madura.

Lokasi Asta Tinggi terletak di perbukitan, hal tersebut untuk membedakan dengan (makam) rakyat biasa. Menuju kesana sedikit menanjak. Lokasinya mudah dicari dan cukup dekat dengan pusat kota Sumenep. Diluar lokasi banyak berjejer pedagang lokal menjajakan makanan atau suvenir khas.

Nah kita beranjak ke materi Sejarah.

Tentang Sumenep sendiri berasal dari kata Songennep yang berarti lembah (Song) yang tenang (Ennep). Penguasa pertama Madura adalah Aria Wiraraja yang atas penugasan Prabu Kertanegara raja Singosari (1269 M) memerintah di kota ini. Agama Islam masuk dan berkembang di Sumenep sejak pemerintahan Pangeran Joharsari (1339 M) dengan masuknya seorang mubaliq Islam bernama Rato Pandita. Namun menurut Sejarah Wali Songo, mubaliq pertama yang masuk Sumenep adalah Ali Murtadha atau Sunan Lembayung Fadhal, yang merupakan adik Sunan Ampel.

Tahukah kalian bahwa yang paling menyenangkan dari hidup di Madura adalah begitu kentalnya suasana religius Islam di sini. Saat pulang kerja, menjelang maghrib dari kos-kosan bisa terdengar alunan merdu santri mengaji dari masjid terdekat. Betapa menyenangkannya. beberapa channel TV kabel lokal di-dominasi acara ceramah keagamaan. Ah, belajar agama, jika alhamdulillah bisa mendapat hidayah Allah sungguh menyenangkan disini. Suasana yang sungguh sulit ditemukan saat saya tinggal di Surabaya dan Jakarta.

Balik ke Asta Tinggi, rupanya kompleks pemakaman raja-raja ini telah berdiri sejak abad 16 M, dibangun oleh Pangeran Rama (1695 M) dalam rangka menghormati jasa para leluhur Sumenep. Adipati Sumenep pertama yang dimakamkan di Asta Tinggi bernama Pangeran Anggadipa yang memerintah pada 1626 M. Pangeran Anggadipa dikenal karena penguasaan yang tinggi terhadap ilmu pengetahuan, ilmu tata pemerintahan dan ilmu agama. Beliau yang mendirikan masjid Laju, masjid pertama di Sumenep. Awalnya, makam beliau hanya dikelilingi rimba belantara dan bebatuan sampai kemudian, Pangeran Rama mendirikan pagar berupa batu yang disusun rapi tanpa campuran tanah semen dan batu gamping.

Pada tata tapak, kompleks Asta Tinggi terdiri dari dua bagian, Barat dan Timur. Masing-masing bagian memiliki gapura dan pasarean (berasal dari kata sare: tidur) yang memiliki cirri khas berbeda. Gapura Barat memiliki corak arsitektur Jawa. Hal tersebut dikarenakan pada masa pemerintahan Pangeran Rama, Sumenep berada di bawah kekuasaan Sultan Agung Raja Mataram (1624 M), yang menguasai seluruh kerajaan di Madura.

13969384031367104985
13969384031367104985
Gapura Barat Asta Tinggi

13969385141242259981
13969385141242259981

Pasarean Pangeran Jimat dengan gaya arsitektur Jawa



13969386291633978173
13969386291633978173

Kompleks Barat terdiri dari 3 pasarean yang memiliki bentuk arsitektur khas Jawa. Pasarean pertama, beberapa diantaranya, bersemayam makam Pangeran Anggadipa dan Pangeran Rama. Pasarean kedua, salah satunya, adalah makam Pangeran Jimat. Sedangkan Pasarean ketiga, salah satunya, adalah makam Raden Bendara Moh. Saud, yang dipercaya memiliki karomah dan menjadi pimpinan Sumenep sampai ketujuh turunannya!

Yang menarik adalah pasarean kedua, dimana Pangeran Jimat dimakamkan. (Kok namanya jimat? hehe). Sejatinya Pangeran Jimat adalah sebutan untuk Raden Ahmad, yang merupakan putra Pangeran Rama. Nah! mengapa disebut Pangeran Jimat? Terdapat beberapa kisah mengenai hal ini. Salah satunya adalah mengenai perebutan kekuasaan dan keris bernama “Si Jimat”.

Namun, kisah yang lebih menarik untuk saya percaya adalah bahwa penyebutan itu dikarenakan apapun perkataan Pangeran Jimat dikisahkan selalu musjatab. Hal tersebut dikarenakan Raden Ahmad, sejak sebelum dan sesudah menjadi adipati Sumenep-kemudian disebut sebagai Pangeran Cokronegoro III- dikenal sangat kuat ibadahnya kepada Allah SWT. Saking istiqomah-nya terhadap Allah SWT, do’a Pangeran Jimat selalu dijabah Allah SWT. Oleh karenanya, banyak masyarakat yang memiliki hajat, berdo’a dengan perantara Pangeran Jimat agar segera terkabut hajatnya.

Bagaimana Caleg? Tertarik untuk mencoba? :P

Dikisahkan sampai akhir hayat beliau tidak beristri. Dalam keseharian, Pangeran Jimat ditemani dua orang kerdil. Nisannya dapat ditemukan di sisi kanan dan kiri kuburan Pangeran Jimat.

139693908460329982
139693908460329982

Samping kanan adalah kuburan manusia kerdil.

Nah si mas ga’ boleh berdoa minta jodoh sama kuburan lo ya…

Gapura dan bangunan di sebelah timur, meskipun bentuk corak dan warnanya masih selaras dengan Gapura Barat, namun sudah mengadopsi sedikit cirri khas arsitektur Cina, Eropa dan Arab. Paling jelas terlihat pada kubah makam Panembahan Notokusumo Asirudin I (1762-1811 M). Gapura Timur dibangun sendiri oleh Panembahan Notokusumo Asirudin I (Panembahan Semolo) yang kemudian dilanjutkan oleh putranya Sultan Abdur Rahman dan cucunya Panembahan Moh. Saleh (Natsayasuma II).

Panembahan Notokusumo Asirudin I juga dikenal memiliki pengetahun agama Islam yang sangat luas. Beliaulah yang membangun keraton Sumenep (1780 M) dan Masjid Agung Sumenep pada tahun 1778-1787 M. Arsitek pembangunan keraton dan masjid dipercayakan pada seorang Cina lo, yang bernama Lauw Piango, yang pindah akibat huru-hara di Semarang dan kemudian menetap di Sumenep.

13969391851802908661
13969391851802908661

Gapura Timur Asta Tinggi dipengaruhi gaya Arsitektur Eropa. Kanan kiri terdapat kaligrafi cirri khas arsitektur Islam. Warna kuning sangat mencerminkan gaya arsitektur Madura. Namun ada kolom iconic mengadopsi gaya Eropa.

13969396192056549427
13969396192056549427
Kubah Panembahan Notokusumo Asirudin I . Disekeliling pasarean, adalah makam kerabat, istri dan selir Raja-raja Sumenep.

1396940125833503066
1396940125833503066
ventilasi udara yang biasanya ditemui di benteng-benteng Eropa


13969401881790418812
13969401881790418812

Pintu gerbang Kubah Panembahan Notokusumo Asirudin I

Menjadi bagian jendela dan hiasan terdapat ukiran-ukiran bermotif bunga, biji, dan burung, kental bernuansa Cina namun juga sangat khas Madura.

1396940263106672276
1396940263106672276

1396940285305266583
1396940285305266583

13969463972042080710
13969463972042080710


"Benarkah Pangeran Dipenogoro dimakamkan di Sumenep ?"

Ada mitos bahwa Makam Pangeran Dipenogoro sesungguhnya ada di Sumenep, bukan di Makasar sebagaimana selama ini dipercaya. Dikatakan bahwa penangkapan Belanda salah sasaran. Itu merupakan taktik pengelabuan Pangeran Diponegoro karena yang sebetulnya tertangkap adalah Turkiyo Jokomanturi yakni Pangeran Diponegoro. Pendapat tersebut didukung oleh nama prasasti bahasa sandi 8 kelompok penjaga Asta Tinggi, yakni Kaji Senga’ (awas), Kaji Buddhi (belakang), Kaji Nangger (ada pohon randu alas), Kaji Makam, Kaji Jaja Bangsa (membela kejayaan Bangsa), Kaji Jaja Abdur (membela kejayaan agama), Kaji Sekaran (supaya diziarahi), Kaji Langgar (bawa langgar/kiai untuk didoakan). Nah coba gabungan kata-kata tersebut sendiri! ;D

Pada saat saya kesana, cukup banyak peziarah datang dari berbagai daerah. Tidak hanya masyarakat Madura, namun juga peziarah dari Pondok Pesantren Banten Jawa Barat dan Batam.

13969464931295851110
13969464931295851110



Saat itu saya mengajak teman saya yang penganut Kristen Pantekosta. Saya katakan padanya, “Ndak papa kan mbak? Dalam rangka menghayati keberagaman di Indonesia” Dia mengangguk-angguk sambil berkata, “Seru mbak!”. Sebagai seorang Islam, saya pun bukan muslim yang percaya dengan wasilah do’a melalui wali, kecuali langsung pada Allah SWT. Namun ziarah kubur memiliki manfaat spiritual bagi saya, selain tilas balik sejarah dan penikmat karya arsitektural, juga agar saya sebagai hamba Allah yang hidup di dunia fana ini wajib ingat mati, tidak melulu ingat mantan.Wkwkwk. Bahwa setiap detik hidup kita sebegitu berharganyajika kita mengamini tugas terutama manusia di muka bumi ini adalah beribadah pada Allah SWT.

Pelajaran lain adalah bahwa keragaman aktivitas beragama dan berbudaya di Indonesia, jika kita menganutnilai-nilai Pluralisme yang toleran dan bertanggungjawab, sungguh sangat kaya dan indah! Kurasa nilai itulah yang hendak disampaikan oleh raja-raja dan tokoh agama Sumenep. Mereka menjalin hubungan yang baik dengan bangsa Cina dan Eropa, menyerap ilmu pengetahuan dan mengadopsi budaya dalam bentuk arsitektural yang indah, tidak hanya untuk bangunan kehidupan namun juga bangunan kematian!

1396939452443066661
1396939452443066661

Disari dari: Akhmad, Bindara. Lintasan Sejarah Sumenep dan Asta Tinggi Beserta Tokoh di Dalamnya. Barokah: 2000


Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun