Â
Penjelasan:
Â
- Syair ini diucapkan kepada orang yang menolak tentang kemuliaan adab dengan ingkaran yg sangat lemah
- Jadi diucapkan pada orang yang mengingkari bahwa kemuliaan itu bukan dengan sopan santun adab tapi dengan harta
- Kadang sebagian orang dari kita atau mungkin lebih banyak menganggap seseorang yang berstatus tinggi yang banyak harta itulah orang yang mulia
- Padahal bukan seperti itu
- Tapi orang yang mulia adalah orang yang mempunyai adab yang tinggi
- Maka diucapkanlah syair ini
Â
(Sesungguhnya shalat itu (mampu) mencegah perbuatan yang keji dan munkar)[3]
Â
Penjelasan: Diucapkan kepada orang yang inkar. Tapi orang yang inkar itu dianggap orang yang ragu-ragu makanya digunakan satu adat taukid.
Â
C. CARA MEMBEDAKAN JENIS KALAM YANG SESUAI DENGAN KONDISI KOMUNIKAN DAN TIDAK SESUAI DENGAN KONDISI KOMUNIKAN
- Sesuai Ketentuan Korespondensi
- Jika suatu kalam khabar disampaikan tanpa disertai huruf tawqid kepada seorang mukhathab yang khaaliyudz-dzihni, dan disertai adat tauqid sebagai kemurahan kepada mukhathab yang tampak curiga, serta disertai dengan huruf tawqid sebagai komitmen. orang-orang yang memberontak, maka kalam khabar tersebut sesuai dengan arti luarnya.
- Tidak sesuai untuk memberikan kondisi
- Dalam beberapa hal makna kalam khabar jelas terputus karena ada beberapa pemikiran yang dilihat oleh pembicara, di antaranya adalah:
- Â Mukhathab yang khaaliyudz-dzihni ditempatkan sebagai pena tanya ketika kalam khabar telah berlalu dengan kalimat yang memberi petunjuk pada hukum dalam kalam khabar.
- Seorang mukhathab yang tidak ragu-ragu dianggap skeptis karena semua itu merupakan indikasi ketidakpatuhan terhadapnya.
- Mukhathab yang ingkar dianggap sebagai orang yang tidak ingkar bila di hadapannya terdapat beberapa dalil dan bukti, yang seandainya diperhatikan, niscaya musnahlah keingkarannya itu.
Â
BAB III
Beri Komentar
Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!