Mohon tunggu...
Linda Puspita
Linda Puspita Mohon Tunggu... Buruh - Pekerja Migran

Be yourself

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Misteri Surat Botol

26 Juli 2019   08:27 Diperbarui: 26 Juli 2019   08:51 51
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Hari ini matahari masih sama, daun-daun pun tetap ramah dengan angin. Namun, meja makan serta ruang keluarga sunyi sejak sebulan lalu. Tidak ada lagi canda dari gadis berambut panjang lebat dan hitam, Bella. Putri semata wayang dari pasangan Herman dan Sarah."Bel, kamu enggak apa-apa, Nak?" tanya Sarah khawatir. Saat melihat putrinya keluar dari kamar dengan wajah yang berbeda sejak sebulan terakhir.

"Enggak, ada apa-apa, Ma? Aku cuma seneng aja. Ternyata dugaanku benar, kalau Mama itu bohong tentang pacar aku." Bella tersenyum, sebentar. Wajahnya berubah dingin menatap ibunya yang duduk di ruang makan. Mata itu seolah minta pengakuan dari wanita di hadapannya.

"Enggak, mama enggak bohong sama kamu. Pacar kamu itu enggak bakal balik lagi, Bel, enggak akan!" Bulir-bulir air jatuh dari bibir mata.

"Udahlah, Ma. Bella punya buktinya, kok," bantahnya.  Dia lempar botol ke pangkuan ibunya, "Bella mau ke kamar. Capek ngomong sama Mama!"

Dia tidak peduli panggilan ibunya. Melengos kaya bajaj di jalan raya.

Sarah bungkam, merenungi nasib putrinya, membolak-balikkan botol bening dengan tutup coklat muda di tangannya.

Andai kejadian itu tidak pernah terjadi. Mungkin, Bella takkan mengenalnya, bahkan dia pasti tidak akan kehilangan kebahagiaan seperti saat ini.

****

Tiga hari berlalu. Bella tampak semakin ceria. Mata yang dulu sembab kini tak ada lagi. Tinggallah simpul tersulam di wajah.

Namun, tawa itu menoreh luka di hati Sarah. Mengundang cibiran para tetangga yang begitu menohok.

Sore itu, tepatnya pukul tiga, Bella keluar rumah dengan setangkai mawar merah di tangannya. Berjalan sedikit melompat, layaknya anak kecil menari, menuju danau di perbatasan desa.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun