Mohon tunggu...
Lina M
Lina M Mohon Tunggu... Lainnya - Wisteria

There's gonna be another mountain

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Artikel Utama

Cerpen | Si Gadis Hering

12 Februari 2020   12:10 Diperbarui: 13 Februari 2020   18:25 363
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi anak perempuan. (sumber: KOMPAS/LAKSONO HARI W)

[Ayah nanti aku dimandiin yang bersih ya...]

Hari ini dia nyleneh! Aku heran. Dia tiba-tiba pindah tempat duduk dan meninggalkanku duduk sendirian. Senyumnya aneh. Sepanjang hari hal itu terus membuatku selalu bertanya apa yang ia lakukan. Bahkan selama pelajaran tadi ia hanya diam. Guru yang biasa mengandalkannya juga heran. Ada apa dengan Aendri? Ditanya diam tapi kalau melihat temannya menjawab salah dia marah-marah.

"I was made many noodle," jawabku gugup. Aku memang bodoh paling bodoh di kelas. Jari-jariku gemetaran ketika pertanyaan itu dilempar kepadaku.

"Heh! Belajar nggak kamu? Otak kamu seperti batu. Menggumpal! Mikir! Dari SD belajar bahasa Inggris tetap saja kamu bodoh. Keledai!!!"

Telingaku berdenging mendengar Aendri mengumpat. Mataku melotot. Seakan otot-otot mataku serupa dengan mata bekicot yang menjulur. Mataku mengamati raut muka Aendri yang semakin kusut.

Muka yang selalu memiliki satu jerawat itu mendekati mataku. Aku memejamkan mataku. Duk! Kakiku diinjak Aendri. Aku mengaduh kesakitan. Aendri hanya memandangku sekilas kemudian dengan sadisnya pergi keluar.

"Dia kenapa?" tanya Rana yang memperhatikanku sejak tadi.

Aku mengangkat bahu tinggi-tinggi. Rana dan teman-teman lainnya bergidik melihat bulu ketekku yang semakin keriting dan kaku. Aku cuek saja seraya melihat keringat bergelantungan di bulu itu. Kukibaskan ke lantai hingga terlihat percikan-percikan air bercipratan dari ketekku. Aku tersenyum bangga. Ini bukan kali pertama membuat beberapa orang yakin kalau aku memang jorok.

"Ah masa bodoh deh sama kalian. Ya inilah aku seperti ini adanya."

Aku berdiri dan berjalan tertatih-tatih. Kakiku terasa perih diinjak Aendri tadi. Kubuka sepatuku pelan-pelan. Mataku seperti bekicot lagi melihat kakiku memar membentuk motif batik alas sepatu Aendri.

"Sial! Mentang-mentang anak pengusaha batik terus mau bikin batik cap di kaki temannya? Dasar gila! Sekalian sana behel giginya motif batik!!"

Aku berjalan tertatih-tatih ke kantin. Seketika semua anak yang ada di kantin melihatku berdiri di pintu. Aku acuh pada tatapan mereka. Baru selangkah aku berjalan kulihat mereka mulai berteriak ketakutan. Mereka meninggalkan kantin tanpa memakan habis makanannya.

Namun, mereka berdesakan di depanku karena tidak berani melewatiku yang berdiri angkuh di pintu sempit itu. Aku terkekeh memperlihatkan anak tekak dan gigiku yang penuh biji cabe. Tanganku kurentangkan siap mencengkeram siapa yang akan lewat.

"Hayooo!! Kalian mau lewat mana? Hahahaaa...."

Aku maju jalan. Aku menyeruak kerumunan itu tanpa harus ada bodyguard di sampingku. Sayapku melebar selebar-lebarnya. Rambutku bergerai ke sana-ke mari terkena angin seperti adegan di tv ketika memperlihatkan artis cantik yang membuat orang-orang terpukau.

Aku menyempatkan diri melirik kepada gerombolan Kakak kelas laki-laki yang sering kujuluki boy band Korea. Mataku reflex mengedip kepada Roy. Roy yang katanya paling pinter main gitar dan punya badan sixpack. Dia berlagak tidak melihatku.

"Mata kamu kebalik ya? Ada aku di sini lho. Sini liat aku aja. Yuk temenin aku makan siang. Tadi pagi aku nggak sarapan. Jadi siang ini aku harus makan banyak. Heheheee...."

Tiba-tiba semua anak di situ pergi. Suasana kantin sepi senyap. Aku menoleh kesana kemari keheranan. Aku berjingkat memesan makanan kepada penjaga kantin yang seketika memakai masker dan sapu tangan. Ketika aku mulai makan, AC dan kipas angin pun dimatikan.

"Mbak, besok mending makan di kamar mandi aja. Saya mau kok delivery ke sana. Soalnya kalau Mbak Kika kesini kantinnya jadi nggak laku. Kan Mbak Kika bau. Mana ada yang mau makan di sini? Ini kalau udah selesai makan Mbak Kika bisa pergi kok. Jangan lama-lama di sini. Hi.... "

Aku cuek mendengar celoteh dari penjaga kantin itu. Aku menyuap makanan besar-besar ke dalam mulutku. Tak heran banyak makanan berserakan di baju dan lantai.

"Bu, kok dagingnya kayak udah busuk. Ini jangan-jangan bangkai?" Aku berteriak ketika mengendus paha ayam. Namun aku tak ambil pusing. Kumasukkan sekali makan ke dalam mulut dan kukuliti. Begitu keluar dari mulutku hanya berupa tulangnya saja.

"Itu bau badan Mbak Kika. Dagingnya enak kok. Enak aja!" sahut pelayan kantin itu ketus. Telingaku mulai panas mendengar jawabannya yang membuatku mual. Aku meninggalkan kantin begitu saja sekalipun mereka berteriak uang kembalianku ketinggalan.

Aku berjalan menuju lapangan olah raga. Tepat sekali bola bergulir ke arahku. Aku segera berlari menjemput bola kemudian dengan lincahnya  mempermainkan bola di depan para siswa laki-laki. Mereka enggan merebut bola dariku.

"Jangan sampai keringetan! Nanti kamu tambah bau."

"Emang gue pikirin?" Aku menendang bola itu mengarah gawang. Aku berjalan sendiri menuju teras depan kelas. Itulah tempatku menghabiskan waktu di sekolah. Namun sekarang aku hanya sendiri. Sendirian!

***

"Ayah, aku boleh ikut nggak? Aku nggak mau di rumah sendirian," aku merengek pada Ayah yang berniat meninggalkanku sendirian.

"Ayah bukannya mau mengucilkan kamu, Ka. Tapi kamu kalau begitu bisa mengganggu kenyamanan orang lain. Nak, kamu itu bau. Jadi sana mandi biar bersih kulitmu dari daki yang tebal itu. Hilangkan kebiasaan kamu mandi hanya ketika hendak ke makam ibumu saja. Sikat gigimu! Keramas biar kutu rambutmu tidak hinggap lagi. Rambut kamu sudah semacam bulu domba. Kuku juga jangan lupa dipotong. Apa bedanya kukumu itu dengan cakar ayam?"

Kepalaku menunduk. Aku kehilangan kata-kata untuk berbicara sampai akhirnya mobil ayah menjauh dan menghilang di belokan jalan. Sekarang aku benar-benar selalu sendirian di rumah.

Ayah selalu sibuk dengan pekerjaannya. Begitulah yang kualami selama lebih dari delapan tahun sejak ibu meninggal. Karena masih kecil dan tidak ada pembantu di rumah maka aku tidak tau apa yang harus kulakukan saat sendiri di rumah. Itulah pangkal kemalasanku yang berlangsung sampai sekarang.

Aku jarang mandi, keramas dan gosok gigi. Tak heran panu berkembang biak dengan subur di punggungku. Itupun baru ketahuan ketika aku berenang di pantai bersama ayah dan keluarga besarku.

Kemudian ayah menjadwalkanku ke salon untuk perawatan namun aku sering mangkir karena di salon aku selalu menjadi trending topik. Berkali-kali aku harus berkepala hampir botak karena kutu rambut dan rambutku yang tidak bisa disisir lagi. Huh! Aku menghela nafas dalam-dalam.

Aku beruntung memiliki sahabat seperti Aendri. Ia tidak memandangku sebagai orang jorok seperti kebanyakan orang. Dialah satu-satunya yang mau berteman denganku. Makanya ketika ia berubah aneh, aku seperti sebatang kara. Di rumah dan di sekolah sama saja hanya menjadi orang kesepian yang terkucilkan.

"Sampah! Ngapain kamu di sini? Kamu harusnya di sana tuh," bentak Kirana kapten cheers sambil menunjuk ke tumpukan sampah tak jauh dariku.

"Udah jorok. Goblok lagi! Ditambah otak kamu yang nggak berfungsi alias mandul. Pergi sana!" seru anak lain.

Biasanya aku cuek dan tidak peduli dengan ledekan orang lain. Tetapi entah mengapa sejak aku mempergoki ayahku bermalam dengan seorang perempuan dua minggu lalu. Seminggu kemudian kudengar ayah hendak menikah lagi dengan seorang tante matre beranak tiga, dimana tente itu pernah membentak dan mengancamku. Pada hari yang sama aku menemui dokter Rani karena setahun terakhir aku semakin sering pingsan dan sakit kepala hebat, sedangkan tidak ada seorangpun merawatku. Pada saat itu aku tahu ada sesuatu yang sangat buruk bersemayam di tubuhku.

Tepatnya tiga hari yang lalu aku menjadi orang yang berantakan, mudah emosi dan enggan pergi ke sekolah. Terutama berubahnya Aendri, sahabatku satu-satunya yang katanya dilarang pacar barunya untuk berteman denganku lagi.

Aku memandang anak-anak yang meledekku. Di sana kulihat Aendri berdiri dan tertawa melihatku disiram kuah bakso. Mataku berkaca-kaca berusaha mengakui tidak ada orang yang menjadi temanku lagi. Aku membiarkan mereka membuliku, melempariku dengan sampah, dan menyeretku ke tumpukan sampah. Aku dibanting di sana. Mereka tertawa sekeras-kerasnya melihatku tertatih mencoba untuk berdiri.

"Ibu, tolong aku..." pekikku perlahan.

"Ibu kamu kan sudah mati," kata seorang anak yang tak lain adalah Aendri.

"Jorok! Goblog!"

Aku tersenyum mendengarnya. Aku malah ingin sekali mengucapkan terima kasih pada Aendri yang selama ini bersedia menjadi sahabatku. Namun hatiku sakit sekali ternyata dia bukanlah sahabat sejati. Mataku semakin kabur dan kepalaku berdenyut hebat sekali. Aku mencoba berlari dari kerumunan namun aku malah jadi tontonan banyak orang.

Aku tidak ingat apa-apa lagi.

"Pagi, Kika. Kamu sudah bangun?" tanya Dokter Rani padaku. Aku hanya mampu mendengar. Aku tidak bisa berbicara karena lidahku kaku. Dokter Rani mengelus kepalaku. Aku mengenalinya sejak kecil. Dia teman baik ibuku.

"Aaa...yah, aku kangen Ibu Aku ingin ketemu sama Ibu," kataku terputus-putus. Ayah hanya berdiri terpaku di depanku. Sikapnya dingin dan tatapan matanya menusuk tajam menyakitkan. Seorang perempuan yang tak lain calon istri baru ayah tersenyum sinis padaku. Lidahku terasa kaku dan semakin kaku. Pandangan mataku semakin kabur. Dokter Rani kulihat samar-samar menangis di sampingku.

"Aaa...ya..aah aku kangen Ibu. Aku mau kete....mu Ibu. Nanti aku dimandiin yang bersih ya," pintaku perlahan. Aku menangis melihat ayah tetap dingin di depanku. Aku mengulang permintaanku sebisanya. Hingga aku tak bisa berkata lagi...

Aaa...ya..aah aku kangen Ibu. Aku mau kete....mu Ibu. Nanti aku dimandiin yang bersih ya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun