"Rena, kamu kenapa?" tanya Diva dengan suara pelan dan ramah.
"Aku habis tertabrak sepeda di pertigaan itu," jawab Reyna dengan suara pelan.
"Siapa yang menabrakmu?" lanjut Diva.
Rena menangis, kali ini suara isak tangisnya terdengar. Shafa menyeka air mata Rena dengan sapu tangan yang selalu ada di dalam tasnya.
"Aku tidak tahu siapa yang menabrakku. Dia langsung pergi bawa sepedanya. Lututku berdarah. Perih sekali!" kata Rena sambil menangis.
Shafa tetap menyeka air mata Rena, sedangkan Diva sibuk mencari sesuatu yang ada di tasnya.
"Rena, aku bawa obat luka yang selalu aku taruh di dalam tasku. Ayo, duduk dulu di bawah pohon mangga yang teduh itu!" ajak Diva sambil membimbing Rena menuju pohon mangga.
Rena sudah tidak menagis lagi, tetapi raut mukanya masih sembab karena menahan sakit. Setelah sampai di bawah pohon mangga, Diva menyuruh Rena duduk dengan kaki lurus ke depan. Sedangkan Shafa memberikan minum kepada Rena.
"Rena, aku bersihkan dulu lukamu pakai tissue basah ya! Supaya kotorannya hilang, lalu aku akan meneteskan obat ini di lututmu yang luka. Ini akan terasa perih, tapi hanya sebentar kok!" kata Diva yang segera mengobati Rena.
"Terima kasih Shafa, Diva. Aku senang mempunyai teman seperti kalian!" kata Rena sambil tersenyum.
Setelah selesai mengobati Rena, Diva dan Shafa pun sepakat untuk mengantarkan Rena pulang ke rumah. Rena sangat senang dan selama dalam perjalanan mereka saling mengingatkan untuk tetap berhati-hati dan waspada saat di jalan. Persahabatan mereka pun semakin erat dengan saling menolong dan saling menghargai.Â