Mohon tunggu...
Lina WH
Lina WH Mohon Tunggu... Freelancer - Freelance

• Ibu dari seorang anak laki-laki, Mifzal Alvarez.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Fabel - Persahabatan Akil dan Noya [Bagian 21]

21 Januari 2019   12:21 Diperbarui: 21 Januari 2019   12:58 91
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Bagian 1 - Bagian 2 - Bagian 3 - Bagian 4 - Bagian 5 - Bagian 6 - Bagian 7 - Bagian 8 - Bagian 9 - Bagian 10 - Bagian 11 - Bagian 12 - Bagian 13 - Bagian 14 - Bagian 15 - Bagian 16 - Bagian 17 - Bagian 18 - Bagian 19 - Bagian 20 

Sesampainya di bawah pohon randu besar, Akil belum menjumpai Pak Elang. Akil sangat khawatir. 

"Bibi Merpati, aku khawatir sekali jika terjadi sesuatu dengan Paman Elang. Bagaimana ini? Matahari sudah mulai tenggelam. Tapi Paman Elang belum kunjung datang juga," kata Akil yang kesedihannya sangat nampak.

"Elang burung yang kuat, percayalah Akil!" jawab merpati putih yang berusaha menenangkan Akil. 

"Tadi Bibi Merpati juga bilang, mungkin Paman Elang membantu memadamkan api," timpal Mueza yang juga berusaha menenangkan Akil. 

Sementara itu, dua anak kambing belum juga bangun. Akil lalu mendekat, kemudian memegang tubuh dua anak kambing. Suhu tubuhnya nampak normal. 

"Mueza, apakah saat aku pergi tadi dua anak kambing ini tidak bangun juga?" lanjut Akil yang ingin tahu. 

"Bangun. Mereka makan bengkoang dengan lahap. Lalu, sempat memakan rumput di sana," jawab Mueza sambil menunjuk arah tempat dua anak kambing tersebut memakan rumput. 

"Mereka tidur sangat pulas, mungkin terlalu kenyang Akil. Biarkan saja tetap tidur," kata merpati putih dewasa. 

"Ya sudah! Mari kita makan. Aku ambil makanan buat Paman Elang. Kita tidak perlu menunggu Paman Elang. Kita tidak tahu kapan Paman Elang datang," lanjut Akil kemudian. 

Lalu Akil, Mueza dan merpati putih makan bersama. Berdoa bersama dan makan dengan tertib. Akil makan wortel dengan lahap. Sedangkan Mueza memakan buah naga dan bengkoang, namun nampak kaku dan belum terbiasa. Buah naga yang disendoki dengan potongan daun pandan tersebut sering tumpah dan jatuh ke tanah. Alhasil, tidak bisa diambil lagi untuk dimakan. 

"Mueza, biarkan yang sudah terjatuh di tanah. Sini Bibi buatkan piring dari daun pisang itu. Sehingga kalau buah naga itu jatuh, hanya akan jatuh di piring daun pisang. Lalu bisa diambil untuk dimakan kembali," kata merpati putih kepada Mueza dengan penuh kasih sayang. 

"Iya, Bibi Merpati. Maaf ya, aku sudah merepotkan!" kata Mueza yang merasa sedikit malu. 

"Tidak mengapa, Mueza! Yang penting Mueza tetap semangat untuk belajar makan sendiri," kata merpati putih tersebut dengan senyumnya yang ramah. 

"Aku ingin seperti Akil, Bibi. Bisa membantu yang lain. Tidak manja lagi!" jawab Mueza dengan jujur dan polos. 

"Anak pintar, kamu pasti bisa!" kata merpati putih sambil mengusap kening Mueza. 

Akil hanya terdiam dan tidak terlibat dalam obrolan mereka. Masih nampak kesedihan dari wajah Akil. Namun, Akil tetap bisa makan dengan lahap. 

Setelah selesai makan dan membereskan semua, merpati putih tersebut mendekati Akil yang nampak masih sedih. 

"Akil, kamu kenapa Nak?" tanya merpati putih dengan suara yang lembut. 

"Aku sedih, Bibi." 

"Kenapa sedih? Ayo ceritakan!" lanjut merpati putih. 

"Banyak yang membuatku sedih, Bibi!" jawab Akil yang sebenarnya sudah mulai kangen dengan keluarganya. 

"Coba, ceritakan satu per satu kepada Bibi. Bibi pasti akan mendengarkan cerita Akil," lanjut merpati putih dengan senyum tipisnya. 

"Pertama, aku mengkhawatirkan Paman Elang. Paman Elang belum kunjung datang kemari," jawab Akil yang mulai mau bercerita tentang apa yang membuatnya sedih.

"Bibi sudah bilang, Paman Elang pasti ikut membantu memadamkan api. Tidak enak dan juga tidak sopan jika Paman Elang meninggalkan teman yang juga ikut memadamkan api. Dan membantu makhluk lain itu harus tuntas dan ikhlas. Kamu mengerti, Akil?" kata merpati putih tersebut dengan lembut dan berusaha meyakinkan Akil. 

"Iya, Bibi. Aku mengerti dan aku percaya sama Bibi. Percaya juga jika burung elang adalah burung yang kuat," kata Akil yang mulai percaya setelah mendengar penjelasan dari merpati putih. 

"Lalu, apalagi yang membuatmu sedih?" lanjut merpati putih. 

"Kedua, aku kangen ayah dan ibuku. Aku tersesat saat bermain petak umpet bersama teman-temanku. Lalu, aku ditolong oleh keluarga Noya. Paman Elang ini tetanggaan sama Noya, dan hendak membantuku mencari keluargaku. Makanya aku dan Paman Elang terbang bersama hingga sampai kemari," lanjut Akil dengan cerita sedihnya. 

"Kamu ingat alamat tinggalmu?" 

"Aku tidak tahu, Bibi. Ayah dan ibuku tidak pernah memberitahuku tentang itu." 

"Terus berusaha. Pasti suatu saat Akil akan menemukan ayah dan ibu. Tuhan tidak akan mempersulit jika kamu tetap gigih berusaha," lanjut merpati putih dengan bijaksana. 

Akil belum berani jujur kepada siapapun bahwa sebenarnya Akil sudah dua kali menjumpai ayah dan ibunya ketika terbang bersama Pak Elang. Karena Akil belum mau berpisah dengan Noya. 

"Ketiga, aku kepikiran dengan keluarga Noya. Mereka pasti khawatir menanti kami yang juga belum kunjung pulang ke rumah Noya. Kemarin lusa aku terbang bersama Paman Elang. Tetapi, saat matahari mulai tenggelam kami sudah sampai rumah Noya. Hari ini, pasti mereka sedang menanti kami!" lanjut Akil. 

"Tenanglah, Akil. Mereka mengira kamu sudah bertemu dengan keluargamu. Sehingga kamu tidak kembali pulang ke rumah Noya. Ayah dan ibu Noya juga pasti percaya jika Paman Elang akan bersungguh-sungguh menjagamu," kata merpati putih sambil menepuk-nepuk paha Akil. 

Akil mulai tenang dan mulai mengerti dengan apa yang dikatakan merpati putih. Dan di sisi lain, Akil juga bangga karena bisa membantu makhluk lain yang sedang membutuhkan bantuan. Akil bersyukur, karena dengan berpetualang ternyata bisa menemukan banyak pengalaman. 

Bersambung... 




Ditulis oleh Lina WH

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun