Mohon tunggu...
Lina WH
Lina WH Mohon Tunggu... Freelancer - Freelance

• Ibu dari seorang anak laki-laki, Mifzal Alvarez.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Fabel - Persahabatan Akil dan Noya [Bagian 17]

17 Januari 2019   10:47 Diperbarui: 17 Januari 2019   12:29 88
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Bagian 1 - Bagian 2 - Bagian 3 - Bagian 4 - Bagian 5 - Bagian 6 - Bagian 7 - Bagian 8 - Bagian 9 - Bagian 10 - Bagian 11 - Bagian 12 - Bagian 13 - Bagian 14 - Bagian 15 - Bagian 16

Akil sudah berani membuka mata saat diajak terbang oleh Pak Elang. Berani berteriak dan juga menyanyi. Padang Ilalang sangat indah jika dipandang dari atas ketinggian. Sungai yang lebar dan panjang serta berair jernih, mempercantik hijaunya Padang Ilalang.

"Akil, lihatlah. Di bawah sana ada segerombolan kelinci. Apakah kamu mengenalnya?" tanya Pak Elang saat melihat segerombolan kelinci berjalan menuju padang ilalang.

"Aku tidak bisa melihat wajah mereka, Paman! Mereka terlalu jauh," jawab Akil yang memang tidak melihat dengan jelas segerombolan kelinci.

Kemudian Pak Elang pun terbang lebih rendah, supaya Akil bisa melihat segerombolan kelinci tersebut dengan jelas.

Akil sangat kaget sekaligus senang, ketika tahu mereka adalah orang tua dan teman-temannya. Akil berusaha melihat raut muka orang tuanya. Kelihatan tampak sedih, tetapi berusaha tetap bernyanyi dan bertepuk tangan supaya teman-teman Akil semangat untuk mencari Akil.

Akil ingin menangis, namun ditahannya air mata itu. Akil sangat merindukan mereka. Tetapi di sisi lain, Akil belum mau berpisah dengan Noya dan keluarganya.

"Aku tidak kenal, Paman. Mereka bernyanyi dan bertepuk tangan ya! Mungkin mereka sedang bergembira. Tidak nampak bersedih karena mencari sesuatu yang hilang," kata Akil yang berusaha mengelabuhi Pak Elang supaya lekas terbang menjauhi mereka.

"Mari kita bertanya. Barangkali merek tahu di mana keluargamu tinggal!" lanjut Pak Elang yang semakin merendahkan terbangnya.

Akil tidak bisa memberi alasan lagi, takut jika Pak Elang bisa membaca kebohongannya. Kemudian Akil pun berusaha sembunyi di balik punggung Pak Elang.

"Akil, kamu tahu daerah sini?" tanya Pak Elang kemudian.

"Tidak, Paman. Ini kan masih daerah Bukit Permai tepi Padang Ilalang yang kemarin kita lewati."

"Baiklah kalau begitu! Kita lagsung ke Meadow Green saja. Siapa tahu keluargamu di sana!" lanjut Pak Akil yang kemudian balik kanan sekaligus mempertinggi terbangnya.

Akil sangat senang, Pak Elang tidak jadi turun untuk bertanya kepada segerombolan kelinci tersebut.

Belum jauh mereka berputar arah, Pak Elang menyaksikan seekor ular phyton yang sedang bergulat dengan ayam jago. Nampaknya si ular phyton tersebut hendak memakan ayam jago dewasa yang gemuk tersebut. Pak Elang lalu menukik ke bawah dengan kencang dan mata yang membidik tajam. Akil lalu berpegangan erat, takut terjatuh. Kemudian dengan cekatan dan cengkraman yang kuat, Pak Elang pun membawa ular phyton tanggung itu untuk terbang kembali. Sedangkan si ayam jago gembul terus berlari. Ular phyton tersebut menggeliat berusaha melepaskan cengkraman Pak Elang. Namun, semakin kuat si ular phyton menggeliat, semakin kuat pula Pak Elang mencengkram ular phyton.

Akil tidak mengerti kenapa Pak Elang melakukan hal tersebut kepada ular phyton, karena Akil tidak melihat peristiwa yang dilihat oleh Pak Elang.

Setelah terbang agak menjauh dari ayam jago, Pak Elang pun mendarat di tepi sungai yang jernih dan sejuk. Lalu melepaskan ular phyton tersebut dengan perlahan. Akil masih menaiki punggung pak Elang, karena takut dengan ular phyton .

"Hai phyton! Apa yang kamu lakukan terhadap ayam jago tadi?" tanya Pak Elang setelah melepaskan ular phyton dari cengkramannya.

Namun, ular phyton tersebut tidak menjawab, malah berusaha lari meninggalkan Pak Elang dan Akil. Tidak mau kalah, Pak Elang pun kembali terbang untuk mengejar si ular phyton tersebut. Dengan erat Akil pun tetap berpegangan leher Pak Elang. Hati Akil berdetak kencang. Kaget dan takut dengan kejadian yang dialami saat ini.

Dan tidak lama kemudian, Pak Elang pun berhasil mencengkram ular phyton lagi. Membawanya ke tempat di mana ular phyton diturunkan pertama kali oleh Pak Elang.

"Secepat apapun kamu lari, aku akan tetap mengejarmu! Diamlah dan jawab pertanyaanku dengan jujur. Apa yang kamu lakukan terhadap ayam jago tadi?" kata Pak Elang dengan tegas kepada si ular phyton tanggung.

"Aku hendak memangsanya. Aku sangat lapar," jawab phyton dengan jujur.

"Lantas, kamu melakukan cara itu?" tanya Pak Elang selanjutnya.

Ular phyton hanya mengangguk.

"Kamu boleh lapar. Karena itu sudah kodrat semua makhluk hidup. Tapi makanlah dengan cara yang benar!" lanjut Pak Elang.

"Baiklah Pak Elang. Aku janji tidak akan mengulangi hal itu lagi. Tapi aku mohon, lepaskan aku," kata ular phyton dengan wajah memelas.

"Aku akan melepaskanmu. Dan ingatlah selalu janjimu. Jika aku melihatmu seperti tadi, aku tidak akan mengampunimu!" kata Pak Elang kepada ular phyton dengan nada mengancam.

"Baik, Pak Elang!"

"Sekarang, pergilah!" kata Pak Elang kemudian.

Si ular phyton tanggung tersebut segera lari menjauh meninggalkan Pak Elang dan Akil. Setelah ular phyton sudah tidak nampak lagi, Akil pun berani turun dari punggung Pak Elang.

"Paman, aku sangat takut!" kata Akil dengan tangan yang dingin karena keringat.

"Maafkan aku, Akil! Tapi aku harus melakukan semua itu. Supaya tidak ada lagi hewan serakah di muka bumi ini. Semua itu ada aturan dan etikanya. Mereka sudah sering diajari dan pasti mengerti. Tetapi tidak dilaksanakan!" Pak Elang pun berusaha memberi penjelasan kepada Akil dan berharap Akil bisa memahaminya.

"Iya, Paman! Paman hebat! Aku ingin seperti Paman!" lanjut Akil dengan senyumnya yang khas.

Pak Elang lalu mengusap-usap kening Akil sebagai tanda sayang. Kemudian, Pak Elang pun mengambil sehelai daun pisang untuk alas duduk.

"Paman, kali ini aku ingin melayani Paman. Paman pasti sangat lelah kan?" kata Akil tiba-tiba.

"Maksudnya apa, Akil?" tanya Pak Elang yang juga belum mengerti maksud Akil.

"Aku hendak mencari makan dan minum untuk Paman. Paman silahkan istirahat saja. Di tepi sungai ini banyak buah-buahan masak yang siap kita makan," jawab Akil dengan senyum lebarnya.

"Baiklah! Tapi hati-hati ya. Jangan terlalu ke tengah sungai jika hendak mengambil air minum. Dan jangan mencari buah jauh-jauh."

"Aku akan selalu hati-hati. Dan tidak akan jauh dari Paman. Paman silahkan istirahat, ya!"

Pak Elang menyetujui kemauan Akil. Akil sangat gembira dan semangat mencari hidangan makanan dan minuman untuk Pak Elang.

Akil bisa mengumpulkan buah masak dan minuman dalam waktu yang begitu cepat. Kemudian mencuci buah-buah tersebut dengan air sungai dan menghidangkan di depan Pak Elang. Pak Elang sangat bangga kepada Akil. Akil yang tegar, cerdas dan juga sopan. Akil yang kuat menahan rindu dengan orang tuanya, dan juga Akil yang kuat menutupi kesedihannya.

Bersambung... 
Ditulis oleh Lina WH

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun