"Aaauuuuu...! Tolong...!" teriak Akil dengan keras karena sangat ketakutan.
Namun sebelum jatuh ke tanah, Akil bisa meraih ranting pohon waru yang masih begitu muda. Syukur, ranting tersebut masih kuat menahan tubuh mungil Akil.
Pak Elang tidak mendengar suara teriakan Akil, karena Pak Elang sedang istirahat. Tetapi di bawah sana, Ibu Noya menyaksikan Akil yang sedang bergelantungan di ranting muda pohon waru.
"Tolong aku...! Paman Elang, tolong aku...!" teriak Akil dengan begitu keras sambil menggerak-gerakkan kakinya.
"Akil! Tetap tenang! Jangan menggerak-gerakkan kakimu seperti itu. Nanti ranting muda itu akan patah karena tidak sanggup mehanan bebanmu. Diamlah Akil!" teriak Ibu Noya yang kaget ketika melihat Akil bergelantungan di ranting pohon waru.
"Bibi, tolong aku! Paman Elang, tolong aku!" teriak Akil yang mulai tenang dan gerakan tubuhnya sudah semakin tenang.
Ibu Noya lalu memanggil Pak Elang dengan keras. Sekali, dua kali Pak Elang tidak mendengarnya. Ibu Noya semakin cemas. Sedangkan Ayah Noya sedang tidak di rumah. Noya sedang tidur. Sehingga tidak ada yang bisa dimintakan tolong untuk Akil.
Saat kecemasan Ibu Noya sudah semakin menjadi dan saat Akil sudah mulai kelelahan, tiba-tiba datang Naira seekor anak kupu-kupu yang cantik dengan bulunya yang indah.
"Bibi kelinci, kenapa kamu teriak-teriak seperti itu? Nanti kalau tetangga merasa terganggu bagaimana?" tegur Naira dengan suara lembut dan manja.
"Anak kupu-kupu yang cantik. Lihatlah ke atas. Akil, si anak kelinci sedang bergelantungan di atas ranting pohon waru. Aku sangat khawatir," jawab Ibu Noya kemudian.
"Kenapa kelinci itu bisa ada di sana?" lanjut Naira dengan suara yang tetap lembut dan manja.