Mohon tunggu...
Lina WH
Lina WH Mohon Tunggu... Freelancer - Freelance

• Ibu dari seorang anak laki-laki, Mifzal Alvarez.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Fabel - Persahabatan Akil dan Noya [Bagian 11]

12 Januari 2019   09:04 Diperbarui: 12 Januari 2019   09:14 107
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Bagian 1 - Bagian 2 - Bagian 3 - Bagian 4 - Bagian 5 - Bagian 6 - Bagian 7 - Bagian 8 - Bagian 9 - Bagian 10 

Akil dan Raisya kemudian duduk beralaskan daun pisang di bawah pohon kelapa, persis di samping kiri Pak Elang. Tidur Pak Elang sangat nyenyak, sehingga Akil tidak berani membangunkannya.

"Akil, ayo kita ke sana saja," ajak Raisya yang sebenarnya takut berdekatan dengan Pak Elang yang masih tertidur.

"Di sini saja, sebentar lagi Paman Elang bangun. Kita sambil membuat tikar mainan dari daun pisang, yuk!" ajak Akil untuk menghilangkan rasa takut Raisya terhadap Pak Elang.

"Kamu bisa?" tanya Raisya kemudian.

"Iya, aku bisa. Ibuku yang mengajariku saat melatih motorikku. Aku petik daun pisang dulu ya," kata Akil.

"Aku ikut ya! Siapa tahu aku bisa membantumu," kata Raisya kepada Akil.

"Iya, kamu pasti bisa membantuku untuk membawa daun pisang yang sudah kita petik!"

Lalu mereka berjalan bersama bersampingan. Akil memang mudah bergaul dengan siapapun. Tetapi jika sampai terusik, Akil pasti akan memukul siapapun yang berani mengusiknya.

"Raisya, daun pisang yang tumbuh di sana sangat lebat. Kita petik ya, supaya pohon pisang itu tidak keberatan daun," kata Akil kepada Raisya sambil menuju tempat pohon pisang berada.

"Baiklah! Kita mau petik berapa pelepah?" tanya Raisya setelah setuju terhadap ajakan Akil.

"Satu saja cukup, Raisya!"

Akil dan Raisya akhirnya berhasil memetik daun pisang tersebut setelah sempat mengalami kesulitan. Raisya seekor anak kucing yang lihai memanjat pohon pisang sambil mematahkan pelepah pisang dengan cakarnya yang tajam. Sedangkan Akil menarik dari bawah, sekaligus memberi arahan kepada Raisya.

Kemudian mereka membawa daun pisang tersebut ke tempat di mana Pak Elang istirahat. Raisya yang tadi mulai tenang, kini gundah kembali karena harus mendekati Pak Elang.

"Akil, jangan ke sana. Nanti burung elang itu terganggu," kata Raisya dengan suara pelan.

"Tidak, kita kan tidak akan berisik!"

Dengan berat hati Raisya pun menuruti apa kata Akil. Lalu mereka duduk bersama dan mulai memotong daun pisang, membuat tikar mainan. Lalu menganyamnya. Dengan telaten Akil pun mengajari Raisya. Tetapi Raisya masih merasa kebingungan.

"Raisya, selangnya satu saja. Jangan pernah dua, ya. Nanti tidak bagus. Ayo lakukan lagi. Pasti nanti kamu bisa, kok!" Akil pun tetap bersemangat mengajari Raisya.

Raisya pun terus mencoba menganyam, walaupun sebagian besar masih Akil yang mengerjakan. Satu tikar ukuran kecil selesai dibuat. Raisya meminta Akil untuk membuat lagi.

"Akil, kita buat lagi ya! Kamu bimbing aku lagi ya!" pinta Raisya yang ingin bisa membuat anyaman tikar mainan.

"Baiklah! Kalau ibuku membuat tikar beneran dari pohon pandan yang didapatkan di tepi pantai. Prosesnya sangat lama. Jadi aku tidak mengetahui urutannya. Aku hanya mau membuat anyaman tikar mainan saja!" kata Akil kemudian.

Mata Raisya terbuka lebar. Bulu kuduknya berdiri setelah mendengar suara Pak Elang menggeliat. Lalu Raisya bersembunyi di belakang tubuh Akil.

"Akil, kamu sedang apa?" tanya Pak Elang setelah membuka mata.

"Aku sedang membuat anyaman tikar mainan dari daun pisang, Paman," jawab Akil dengan senyum manis yang menghiasi wajahnya.

"Anak pintar!" kata Pak Elang kemudian yang belum mengetahui adanya Raisya di belakang Akil.

"Terimakasih, Paman!"

"Akil, kita makan. Dan terbang kembali," kata Pak Elang kemudian.

"Baiklah Paman! Tapi nanti kita antar pulang Raisya dulu ya," pinta Akil kepada Pak Elang.

Pak Elang tidak mengerti dengan apa yang dikatakan Akil. Lalu Pak Elang mengernyitkan dahinya, tanda tidak mengerti.

"Ini Raisya! Yang sedang bersembunyi di belakangku, Paman! Raisya takut burung elang. Makanya aku mengajaknya menemui Paman. Supaya Raisya menghilangkan pandangan negatifnya tentang burung elang!" jawab Akil dengan jujur dan polos.

Pak Elang lalu menoleh ke belakang Akil. Kemudian meraih Raisya dengan media cakarnya, lalu mendudukkan Raisya di pangkuan.

"Tolong! Bebaskan aku! Aku mohon," kata Raisya dengan tubuhnya yang bergetar karena ketakutan.

"Kamu kenapa, anak kucing yang lucu?" tanya Pak Elang dengan lembut supaya Raisya tidak takut lagi dengannya.

"Aku takut! Aku takut dimangsa burung elang. Elang itu jahat!" lanjut Raisya dengan suara yang lebih keras.

"Tidak! Aku tidak jahat seperti yang penduduk sini katakan!" jawab Pak Elang singkat.

"Semua berkata begitu, burung elang itu jahat," lanjut Raisya.

"Ok! Kita main saja yuk! Kita terbang mengelilingi padang ilalang ini. Tapi kita harus makan dulu," kata Pak Elang yang berusaha tidak menghiraukan keluhan takutnya Raisya.

"Aku mau bawa pulang perahu mainan dan tikar mainan ini," lanjut Raisya dengan suara pelan.

Akil lalu mencari daun jati besar, kemudian dibentuk kotak persegi menyerupai besek. Di setiap tepian kotak daun jati tersebut disatukan dengan lidi, sisa dari pembuatan perahu mainan tadi. Kemudian membuat kotak daun jati satu lagi untuk membuat tutup. Setelah selesai, Akil mencari tali panjang dari pohon pisang kering, untuk diikatkan kepada kotak daun jati tersebut.

"Raisya, masukkan semua perahu mainan dan anyaman tikar mainan itu ke dalam kotak daun jati ini. Setelah selesai, aku tutup. Lalu aku ikat dengan tali ini. Supaya saat kita terbang bersama Paman Elang nanti, perahu mainan dan anyaman tikar mainan tidak akan tumpah," kata Akil dengan lihai.

Pak Elang selalu memuji Akil yang cerdas dan bisa menyembunyikan rasa kesedihannya saat ini. Pak Elang yakin, jika saat ini Akil sedang sedih dan kecewa karena belum juga bertemu dengan keluarganya.

"Akil! Raisya! Ayo makan yang banyak. Habiskan semua buah yang sudah aku kumpulkan ini," kata Pak Elang kepada Akil dan Raisya dengan penuh kasih sayang.

Raisya kini mulai mempelajari tentang Pak Elang. Tidak begitu tegang lagi, tetapi masih waspada. Waspada itu adalah pesan dari orang tuanya ketika bertemu burung elang.

Bersambung... 
Ditulis oleh Lina WH

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun