Mohon tunggu...
Lina WH
Lina WH Mohon Tunggu... Freelancer - Freelance

• Ibu dari seorang anak laki-laki, Mifzal Alvarez.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Fabel - Persahabatan Akil dan Noya [Bagian 10]

11 Januari 2019   10:54 Diperbarui: 11 Januari 2019   11:59 79
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Bagian 1 - Bagian 2 - Bagian 3 - Bagian 4 - Bagian 5 - Bagian 6 - Bagian 7 - Bagian 8 - Bagian 9 


Di atas padang ilalang sana, Pak Elang masih asyik menerbangkan anak-anak ayam mutiara yang semakin girang. Namun sebenarnya Pak Elang mengetahui kecemasan para ayam mutiara yang lain. Pak Elang melihat para ayam mutiara yang sedang bersembunyi sambil mengintai. Maka dengan sengaja, Pak Elang pun semakin membuat anak-anak ayam mutiara tersebut bernyanyi girang sambil sesekali tertawa bersama.

"Apakah kalian sudah lelah?" tanya Pak Elang yang sudah hampir tiga puluh menit mengajak anak-anak ayam mutiara tersebut terbang.

"Sudah, Paman! Aku haus. Kita turun ya!" kata salah satu anak ayam mutiara yang naik di atas punggung Pak Elang.

Lalu Pak Elang pun mendarat di tempat yang dirasa aman. Pendaratan yang sempurna, tanpa menimbulkan debu maupun kibasan sayap yang berisik.

"Terima kasih, Paman Elang! Besok kita terbang lagi ya!" kata seekor anak ayam mutiara betina yang cantik dan manja.

"Baiklah! Dan sampaikan kepada orang tua kalian bahwa kalian selamat dan baik-baik saja!" kata Pak Elang dengan suara yang keras, namun tetap ramah.

"Baik, Paman! Aku akan menceritakan semua ini kepada ibuku. Aku akan bilang kepada ibuku, kalau burung elang tidak sejahat yang Ibu bilang," lanjut anak ayam mutiara lainnya.

"Anak pintar! Pulanglah dan jadi anak baik di mana pun ya! Aku akan menemui Akil si anak kelinci lagi!" kata Pak Akil kemudian.

"Siapa Akil, Paman?" tanya salah satu anak ayam mutiara kemudian.

"Si anak kelinci yang bersamaku di tepi sungai tadi. Akil tersesat, lupa jalan pulang. Apakah diantara kalian ada yang mengenal Akil? Jika iya, katakan kepadaku di mana rumahnya," lanjut Pak Elang.

"Di sini tidak ada habitat kelinci yang tinggal, Paman. Kebanyakan di sini hanya dihuni unggas yang tidak bisa terbang," jawab salah satu anak ayam mutiara dengan cerdas.

"Baiklah kalau begitu. Aku pamit dulu ya, sampai jumpa!" kata Pak Elang yang kemudian berlalu terbang meninggalkan sekumpulan anak ayam mutiara tersebut.

Lambaian sayap anak ayam mutiara tersebut masih kelihatan saat Pak Elang mulai terbang menjulang tinggi.

Baru sekejap terbang, Pak Elang pun sudah menemukan tempat istirahat Akil.

"Paman!" teriak Akil sambil berlari menuju Pak Elang yang baru saja mendarat.

"Kamu sudah makan, Akil?" tanya Pak Elang kemudian.

"Sudah, Paman! Tadi aku makan lobak. Ternyata banyak lobak di sini," jawab Akil dengan senyum manisnya.

"Kenapa tidak makan buah apel dan pisang yang sudah aku siapkan di sampingmu tadi, Akil?" tanya Pak Elang yang ingin tahu.

"Aku tahu itu milik Paman. Tapi, Paman belum memberikan amanah kepadaku untuk memakan buah itu. Makanya, lebih baik aku cari makanan sendiri. Dan ternyata ada banyak tanaman lobak di sini," jawab Akil yang membuat Pak Elang bangga.

"Anak pintar! Baiklah, aku istirahat dulu, Akil. Tadi aku habis terbang menyenangkan anak-anak ayam mutiara yang sempat takut melihatku. Nanti setelah lelahku hilang, aku akan mengajakmu kembali mencari keluargamu. Kalau di padang ilalang sini memang tidak ada habitat kelinci yang tinggal," kata Pak Elang sembari membaringkan tubuhnya di samping Akil.

Akil lalu duduk manis dan berusaha tidak berisik di samping Pak Elang. Satu jam berlalu, dan Akil pun mulai bosan. Hingga akhirnya Akil menemukan ide untuk membuat perahu kecil dari jantung pisang yang tercecer.

Dipadukannya lembaran jantung pisang tersebut dengan lidi dan tali. Lidi tersebut Akil peroleh dari daun kelapa yang jatuh. Kemudian tali tersebut Akil peroleh dari batang pisang yang hampir mengering. Layar perahu mainan dibuat dari daun pisang kering. Setelah selesai membuat, Akil pun menuju sungai yang tidak terlalu dalam, tetapi airnya tetap mengalir.

Berhasil. Perahu mainan Akil berhasil berjalan mengikuti aliran air sungai tanpa terbalik. Layar yang dibuat Akil sangat sempurna, sehingga mampu membuat perahu mainan tersebut tidak terbalik.

Setelah satu perahu mainan berjalan jauh mengikuti aliran air sungai hingga tak terlihat, Akil pun memutuskan untuk membuat perahu mainan lagi.

"Hai, teman! Perahu mainanmu sangat bagus. Aku suka," kata seekor anak kucing yang ternyata melihat Akil sedari tadi.

"Kamu siapa?" tanya Akil kemudian.

"Aku Raisya. Kamu siapa?"

"Aku Akil! Senang berkenalan denganmu," kata Akil dengan senyum sambil mengulurkan tangannya untuk berjabat tangan kepada Raisya di anak kucing.

Raisya pun menanggapi uluran tangan Akil dan saling bersalaman.

"Bolehkah aku belajar membuat perahu mainan?" tanya Raisya kemudian.

"Boleh! Ayo aku ajari," jawab Akil dengan penuh semangat.

Mereka pun akhirnya membuat perahu mainan bersama. Dengan sabar dan telaten, Akil pun mengajari Raisya yang ternyata mudah menangkap dan mengerti serta langsung mau mempraktekkan. Satu buah perahu mainan telah selesai dibuat. Lalu, mereka memutuskan untuk membuat lagi hingga akhirnya terkumpul sangat banyak.

"Akil, ini sangat banyak. Boleh aku bawa pulang untuk aku bagikan kepada saudaraku yang lain?" tanya Raisya kemudian.

"Boleh. Dan besok kamu ajari saudaramu, bagaimana cara membuat perahu mainan ini ya! Supaya mereka juga pintar seperti kamu," kata Akil.

"Iya, aku pasti mengajari mereka!" jawab Raisya dengan senyum manisnya.

Tiba-tiba mata Raisya tertuju kepada Pak Elang yang sedang tertidur pulas. Raisya nampak tegang dan ketakutan, lalu memeluk Akil. Akil kaget, kenapa Raisya bersikap seperti itu.

"Raisya, kamu kenapa?" tanya Akil dengan penuh keheranan.

"Ada burung elang jahat di sana. Aku takut!" jawab Raisya dengan detak jantungnya yang semakin kencang.

"Itu Paman Elang. Dia baik, kok!" jawab Akil dengan santai.

"Dari mana kamu tahu, Akil?" tanya Raisya keheranan.

"Paman Elang yang menolongku untuk mencari rumahku. Aku tersesat sejak kemarin lusa. Aku lupa jalan pulang. Dan Pak Elang akan membantuku menemukan rumahku dan keluargaku!"

"Tapi kata ayah dan ibuku, burung elang itu jahat. Burung elang akan memangsa siapapun yang dilihatnya jika ia lapar. Dan jika melihat burung elang, semua harus bersembunyi," Raisya pun mencoba menjelaskan kepada Akil tentang apa yang diketahuinya tentang burung elang.

"Kamu sudah pernah lihat saat sebangsamu dimangsa burung elang?" lanjut Akil dengan pertanyaan yang menantang.

"Tidak pernah!" jawab Raisya singkat.

"Kenapa kamu percaya dengan apa yang ayah dan ibumu katakan tentang burung elang?"

"Karena cerita itu sudah diketahui oleh semua penduduk padang ilalang. Semua percaya. Dan aku pun juga percaya," jawab Raisya kemudian.

"Tapi kamu belum pernah membuktikan sendiri kan? Jangan menilai negatif semua burung elang. Mungkin hanya ada seekor burung elang yang jahat. Tetapi kasihan jika burung elang semua disamaratakan dengan penilaian negatif!" Akil pun berkata lebih bijak.

"Tapi semua percaya akan hal itu!" kata Raisya yang mulai membela diri.

"Baiklah! Akan aku buktikan jika tuduhan itu tidak benar!" kaya Akil sambil menggandeng Raisya menuju tempat istirahat Pak Elang.

Muka Raisya nampak pucat karena ketakutan. Tetapi tetap mengikuti ajakan Akil, yang akan membuktikan jika tidak semua burung elang itu bersikap negatif.

Bersambung...
Ditulis oleh Lina WH 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun