Mohon tunggu...
Lina WH
Lina WH Mohon Tunggu... Freelancer - Freelance

• Ibu dari seorang anak laki-laki, Mifzal Alvarez.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Fabel - Persahabatan Akil dan Noya [Bagian 2]

2 Januari 2019   08:42 Diperbarui: 2 Januari 2019   13:34 139
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Bagian 1

Di lain waktu dan lain tempat, Ayah dan Ibu serta teman-teman Akil masih kebingungan mencari Akil. Mereka mencari Akil di setiap rumah penduduk Bukit Permai.

"Permisi! Permisi Ibu Nanda!" Panggil Ibu Akil kepada orang tua Nanda di depan rumah Nanda.

"Iya, siapa?" Jawab Ibu Nanda sambil membukakan pintu.

"Saya, Ibunya Akil. Maaf Bu, ada Akil tidak di sini? Akil belum pulang. Dan ini sudah menjelang malam. Saya khawatir sekali, Bu," kata Ibu Akil kepada Ibu Nanda.

"Tidak ada Akil di sini. Tadi Akil pamit ke mana? Saya jadi ikut khawatir," jawab Ibu Nanda yang juga merasa khawatir atas Akil.

Ibu Akil terdiam sejenak dengan muka yang nampak semakin kebingungan. Dan juga merasa bersalah karena tidak mengawasi Akil saat Akil bermain.

"Entahlah, Ibu Nanda. Mungkin ini kesalahan saya, yang tidak mengawasi Akil saat Akil bermain. Ya sudah Ibu Nanda, saya mohon pamit dulu. Terimakasih ya Bu, dan mohon maaf jika mengganggu," pamit Ibu Akil dengan nada yang santun.

"Tidak mengganggu, Bu. Semoga Akil segera ketemu dalam keadaan sehat dan baik-baik saja," kata Ibu Nanda yang ikut merasa khawatir atas keadaan Akil.

Lalu Ibu Akil pun terus berjalan untuk mencari Akil di setiap rumah penduduk. Tetapi hasilnya nihil, karena Akil tidak juga diketemukan.

Sementara itu, Ayah Akil mengumpulkan semua teman Akil yang tadi bermain bersama Akil. Menanyakan runtutan kejadian yang mereka lakukan, tanpa menghakimi maupun menyalahkan.

"Shafa, coba ceritakan bagaimana kalian bermain hingga Akil menghilang," kata Ayah Akil kepada Shafa, teman yang juga ikut bermain bersama Akil.

"Paman jangan menyalahkan aku. Aku tidak bersalah. Aku tidak membuat Akil hilang," kata Shafa yang merasa ketakutan saat Ayah Akil bertanya kepadanya.

"Shafa, paman tidak menyalahkan Shafa. Tapi paman ingin tahu bagaimana Akil bermain tadi. Supaya paman lebih mudah mencari Akil, sehingga Akil akan cepat ketemu. Shafa juga ingin Akil cepat ketemu, bukan?" Ayah Akil pun mencoba menjelaskan kepada Shafa.

Shafa dan teman-teman hanya terdiam. Tidak berani menjawab dan juga tidak berani menatap muka Ayah Akil. Ayah Akil tetap sabar dan menyadari bahwa mereka masih kecil dan tidak bisa dipaksa. Kemudian Ayah Akil masuk ke dalam rumah sebentar untuk mengambil bolu wortel yang dibuat oleh Ibu Akil tadi sore. Lalu memotong bolu dengan sama besar dan dibagikan kepada teman-teman Akil.

"Anak-anak, ini ada bolu wortel. Kalian pasti suka. Ayo dimakan. Jangan lupa cuci tangan dulu ya, kemudian berdoa bersama," kata Ayah Akil sambil membawa satu nampan bolu wortel yang kemudian disambut antusias oleh anak-anak.

"Hore! Terimakasih, Paman. Kami mau cuci tangan dahulu," kata teman-teman Akil secara bersahutan.

"Ada sabun cuci tangan yang wangi tidak, paman?" tanya Loly yang sangat feminim.

"Ada, Loly. Jangan berebut, ya!"

Sementara anak-anak sedang mencuci tangan, Ibu Akil pun pulang dengan langkah yang lemah dan muka yang murung.

"Bagaimana, Ayah? Apakah anak-anak sudah menceritakan runtutan kejadian?" tanya Ibu Akil dengan penuh harap.

"Mereka belum menjawab. Dan takut saat ditanya. Mereka mengira jika ditanya berarti disalahkan. Makhlum mereka masih kecil. Jadi kita yang harus mengalah dan pandai mengambil hati mereka," jawab Ayah Akil dengan santai.

"Huh! Ini kesalahan kita juga, Ayah. Kita tidak mengawasi Akil saat Akil bermain," kata Ibu Akil dengan rasa menyesal.

"Sudahlah, jangan menyalahkan siapapun. Ini sebagai pelajaran untuk kita semua. Sekarang lebih baik kita fokus mencari Akil."

Lalu Ayah dan Ibu Akil pun mendekati anak-anak yang sedang lahap memakan bolu wortel. Dan Ibu Akil pun mencoba mencari cara supaya mereka mau bercerita runtutan kejadian hingga Akil menghilang dari mereka, tanpa ada suatu penghakiman dan anak-anak juga merasa tidak dihakimi.

"Bibi sudah pulang? Mana Akil, Bibi?" tanya Recky dengan suara yang lantang.

Ibu Akil lalu mendekati Recky, mengusap punggung Recky sambil tersenyum.

"Akil belum ketemu, Nak. Karena Bibi tidak tahu tadi Akil main apa dan di mana? Mungkin di antara kalian ada yang tahu, tadi Akil main apa?" tanya Ibu Akil dengan lembut supaya anak-anak merasa tidak dihakimi.

"Aku tahu tadi Akil main di mana," kata Recky kemudian.

Ayah dan Ibu Akil merasa lega, karena akhirnya ada yang mau bercerita.

"Oh ya? Di mana tadi Akil bermain?" tanya Ibu Akil kemudian.

"Tadi Akil bermain petak umpet. Sama aku, Shafa, Loly, Elsa, Deeva dan Raka. Iya kan teman?" kata Recky yang mulai meyakinkan Ayah dan Ibu Akil.

"Iya, benar," kata anak-anak yang lain dengan serentak.

"Lalu, Akil sembunyi ya?" Ibu Akil pun memancing supaya anak-anak tetap melanjutkan cerita.

"Iya, Akil sembunyi. Sementara yang jadi penunggu Loly. Yang lain sembunyi. Tidak lama kemudian, Loly menemukan teman yang bersembunyi selain Akil," lanjut Recky.

"Lalu, kalian main petak umpet lagi? Pasti seru ya," Ibu Akil berusaha tenang dan memancing cerita berikutnya dari anak-anak.

"Kami tidak main lagi, Bibi. Tapi kami semua mencari Akil sambil memanggil-manggil. Tapi Akil tidak menjawab panggilan kami dan juga tidak ketemu. Kami takut. Takut kalau Akil dimakan harimau," sambung Loly yang kemudian menangis.

"Iya, kami takut jika Akil dimakan harimau. Lalu setelah matahari mulai tenggelam, kami memutuskan untuk pulang ke rumah masing-masing. Takut jika kami juga akan dimakan harimau," lanjut Shafa dengan air mata yang hampir terjatuh.

"Tidak mungkin jika Akil dimakan harimau. Akil hanya tersesat. Percayalah dan kalian tidak perlu takut. Bukit Permai ini sangat jauh dari populasi harimau," Ayah Akil pun berusaha menenangkan anak-anak yang mulai ketakutan.

"Benarkah, Paman? Tapi aku ingin cepat pulang, Paman. Tolong antar aku," rengek Raka kemudian.

"Baiklah, kami akan mengantar pulang kalian. Ayo kita jalan sama-sama, untuk mengantarkan teman yang rumahnya paling dekat. Oh iya, ini ada bingkisan bolu wortel untuk Ayah dan Ibu kalian. Silahkan dibawa masing-masing ya," kata Ayah Akil yang mulai menemukan cerita terakhir tentang Akil. Ayah Akil sedikit tenang dan berharap Akil akan baik-baik saja.

"Ayah, kita memang harus sabar jika berbicara dengan anak kecil," kata Ibu Akil kemudian.

Bersambung... 


Ditulis oleh Lina WH

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun