Mohon tunggu...
Lina WH
Lina WH Mohon Tunggu... Freelancer - Freelance

• Ibu dari seorang anak laki-laki, Mifzal Alvarez.

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Fabel - Caltha [Bagian 3]

22 Desember 2018   10:20 Diperbarui: 22 Desember 2018   10:23 127
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber Ilustrasi : sustainablemolokai.org

Di lain waktu dan lain kesempatan, Karen si induk kumbang sedang berbaring lemas di atas daun matoa yang telah dibuatnya sebagai tempat istirahat sementara. Hanya Kiree, si anak sulung yang membuatkannya. Karen terluka karena hendak menyelamatkan larva-larvanya dari manusia yang membakar sarangnya. Manusia menganggap keberadaan kumbang di pohon trembesi itu akan mengganggu aktivitas manusia sekitar. Dan memusnahkan dengan cara dibakar adalah langkah yang diambil. Padahal kumbang tidak akan berbahasa jika tidak diusik keberadaannya.

"Ibu, bagaimana luka bakar tangan Ibu? Apakah sudah lebih baik?" Tanya Kiree si sulung kumbang.

"Sudah lumayan. Tapi Ibu masih pusing. Ibu terlalu banyak menghirup karbondioksida kemarin," jawab Karen dengan suara pelan sambil menahan sakit.

"Ibu istirahat dulu. Biar aku yang mengurus semuanya. Nanti aku akan memperbaiki rumah tinggal kita supaya lebih aman dipakai," kata Kiree dengan penuh kasih sayang terhadap Ibunya.

Karen tersenyum manis sambil membelai punggung Kiree yang sudah kuat dan gagah tersebut.

"Andai Ayah masih ada, kita pasti akan baik-baik saja. Iya kan Bu?" Lanjut Kiree kemudian.

Karen lalu membenarkan posisi berbaringnya untuk lebih mendekat kepada Kiree. Dengan sigap, Kiree pun membantu.

"Nak, sudahlah! Ini musibah dari Tuhan yang harus kita terima dengan ikhlas. Pasti ada hikmah dibalik semua ini. Jalani saja hidup dengan berdoa dan berikhtiar. Pasti hidup kita akan lebih bahagia. Jangan suka mengeluh ataupun menggerutu. Sungguh, itu tidak baik," kata Karen kepada Kiree dengan bijak.

Kiree hanya diam sambil menunduk, lalu tanpa sadar air mata telah membasahi pipinya. Kemudian air mata itu menetes di lengan tangan Karen yang masih lemas. Karen hanya diam sambil mengusap punggung Kiree dengan penuh kasih sayang.

"Ibu, aku tahu seharusnya kita begitu. Tapi kadang hati ini sudah menerima kenyataan. Ayah sudah tiada. Adik-adikku yang masih larva, entah bagaimana nasibnya," kata Kiree membuat Karen terharu dan ikut menangis.

"Nak, jalani saja semua ini. Pasti kita akan menemukan salah satu diantara adik-adikmu nanti," lanjut Karen kemudian.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun