Mohon tunggu...
Lina WH
Lina WH Mohon Tunggu... Freelancer - Freelance

• Ibu dari seorang anak laki-laki, Mifzal Alvarez.

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Hilang Nurani - Bagian 6

12 Desember 2018   04:20 Diperbarui: 12 Desember 2018   12:48 77
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber Ilustrasi : Dokumentasi Pribadi


Athen menjadi sosok yang sulit dilupakan sedetikpun bagi Kanaya.

"Sejujurnya, lelaki seperti dirimu yang aku inginkan. Aku tidak ingin kekasih yang seorang militery karena pasti aku selalu ditinggalkan. Aku ingin seorang kekasih yang selalu ada saat aku membutuhkan walaupun hanya sekedar untuk menyandarkan kepala di dadanya," kata Kanaya dalam insomnia yang sedang melanda.

Malam sudah terlalu larut, dan nampaknya semua sudah terlelap kecuali binatang malam dan sinar rembulan yang begitu benderang. Kanaya berharap untuk tertidur tetapi tetap tidak bisa. Hati dan pikirannya sibuk memikirkan Athen dan berkhayal tentang masa depan bersamanya. Sungguh bodoh dan sia-sia. Jika insomnia, lebih baik jika gunakan untuk tunaikan sujud kepadaNYA.

Akhirnya Kanaya membuka email dan berniat untuk membalas email dari Rama, adiknya. Tetapi ternyata Rama sudah mengirim email kembali. Dengan cepat, Kanaya membukanya.


Dear Mbak Kanaya...


Bulan ini Mbak meminta kiriman yang lebih lagi. Genap lima bulan Mbak begitu. Dan UMR di sini kecil, Mbak. Susah lho mendapatkan uang dengan nominal segitu.  Hingga perhiasan Ibu dijual semua. Padahal perhiasan Ibu tersebut untuk tabungan.

Yah, nggak apa-apa Mbak. Itu semua untuk Mbak kok. Yang penting Mbak nggak kehilangan nurani.

Semoga Mbak sehat selalu ya... Dan semoga Mbak masih punya nurani, nggak kehilangan nurani.

Salam, Rama & Ariel... 


Kanaya menangis, bersedih membaca email dari Rama. Dan Kanaya merasa bersalah atas perbuatannya yang telah memeras orang tua hanya demi lelaki yang dicintainya. Kanaya sadar bahwa orang tuanya hanyalah seorang wiraswasta yang berpenghasilan tidak menentu. Dan orang tuanya tinggal di daerah yang ber-UMR rendah, jadi untuk mendapatkan uang dengan nominal lima juta rupiah yang dimintanya setiap awal bulan itu sangat sulit dan butuh kerja keras yang memeras otak.

Kanaya pun membalas email Rama dengan segera.


Dear Rama & Ariel...

Maaf ya, jika Mbak selama ini egois dan mau menangnya sendiri. Iya, Mbak mengaku bersalah. Dan bulan ini terakhir Mbak meminta uang dengan nominal yang fantastis itu. Mbak mau sambil kerja semester depan. Yah, kerja freelance saja yang tidak mengganggu kuliah Mbak. Maaf ya Rama, Ariel... Mbak nggak janji bisa membantumu kelak. Tapi Mbak janji akan berhenti merepotkan orang lain, termasuk orang tua.

Salam untuk Bapak-Ibu, semoga semuanya sehat selalu... 

Keesokan harinya Kanaya tidak lagi menghubungi Athen dan HP pun dimatikan. Kanaya hanya ingin merenung, menilai serta memahami tindakannya.

"Tiiin...tiiin...!" Suara klakson keras berbunyi tepat di belakang Kanaya di jalan menuju kampus.

"Ah, Mas Sholeh bikin kaget saja sih," kata Kanaya kemudian.

"Tumben nggak sama Athen?" Tanya Sholeh, mahasiswa teman seangkatan Athen.

"Enggak," balas Kanaya singkat.

"Kan, ayo ikut aku! Aku mau ngomong! Penting dan tidak bisa ditolak," lanjut Sholeh dengan kata yang memaksa.

"Kenapa? Aku kan sudah bilang nggak bisa ikut kegiatan organisasi lagi. Dan aku juga sudah membuat surat pengunduran diri secara resmi."

"Bukan masalah itu. Ayo naik!" Lanjut Sholeh dengan penuh paksaan.

Kanaya memang menghentikan semua kegiatannya di organisasi setelah mengenal Athen. Baik organisasi sosial maupun organisasi kampus. Dan kini Kanaya bingung, hendak dibawa kemana oleh Sholeh.

Akhirnya Sholeh menghentikan motornya tepat di sisi jalan samping sebuah rumah mewah yang entah siapa pemiliknya. Tapi, Kanaya masih bingung kenapa Sholeh mengajaknya ke sini. Padahal Kanaya mengenal Sholeh hanya di lingkup organisasi yang dulu diikutinya.  

"Kan, ada Athen di dalam. Dia sama Bela. Bela saudaraku yang sudah lama bekerja di daerah sini. Dan mulai bulan ini, Bela tidak lagi kost. Semua tabungannya habis dikuras Athen," kata Sholeh tiba-tiba.

"Maksudnya? Bukannya Bela itu saudara Athen juga? Berarti kalian bersaudara donk?" Kata Kanaya dengan polos.

"Ah, ayo masuk!" Kata Sholeh sambil menyeret pekan lengan Kanaya.

Kanaya pun penasaran dengan apa yang hendak ditunjukkan Sholeh sebenarnya. Dengan pelan-pelan, Sholeh mengajak Kanaya menuju kamar Bela yang sedang berdua bersama Athen. Nampaknya mereka sedang berdebat serius dengan nada bicara yang masih terkontrol.

Dan dengan jelas Kanaya bisa mendengar suara Athen, "Bel, aku serius sama kamu. Sholeh saja yang bohong kalau aku pacaran sama Kanaya."

Ih, sungguh jantung Kanaya berdetak lebih kencang kali ini. Tetapi tetap antusias mendengarkan percakapan mereka selanjutnya.

"Sholeh bilang, kamu juga memperlakukan Kanaya selayaknya ratu," suara Bela akhirnya terdengar juga oleh Bela.

"Itu hanya mereka yang melihat. Kanaya yang selalu mengejarku, yang mengharapkan aku. Lumayanah dari Kanaya uang dapat uang rokok, uang bensin, makan gratis dan kost pun dibayari," Athen mulai jujur terhadap Bela. Tetapi kejujuran itu membuat hati Bela semakin hancur.

"B******n! Berarti selama ini kamu juga memanfaatkan aku?" Kata Bela dengan suara yang mulai tidak terkontrol.

"Baru tahu kalau aku b******n?" Tantang Athen kemudian.

"Eh, kembalikan itu motor yang kamu beli pakai uangku. Kalau tidak! Aku tuntut kamu!" Lanjut Bela.

"Tuntut? Ada bukti? Itu motor atas namaku. Kamu nggak bisa berbuat apapun. Bukankah dulu kamu yang mau membelikan atas namaku?" Suara Athen makin terdengar sengit dan membuat jengkel orang yang mendengarnya.

Kanaya pun akhirnya meninggalkan tempat tersebut bersama Sholeh. Tanpa air mata ataupun penyesalan.

"Kan! Maaf ya!" Kata Sholeh kemudian.

"Oh, aku malah berterimakasih kepadamu, Mas. Aku jadi yakin apa kata Betty. Tapi please! Jangan bilang ini ke Betty ya! Aku nggak mau seorangpun tahu masalah ini. Cukup kita berdua yang tahu!" Ucap Kanaya dengan lembut dan detak jantungnya pun sudah kembali normal.

"Kamu nggak akan bunuh diri kan?"

"Ah, ngacau amat! Hidupku hanya satu kali. Ngapain ngelakuin tindakan sebodoh itu? Aku masih punya nurani."

"Bukankah nurani mu sudah hilang?" Canda Sholeh.

"Mungkin kemarin nurani ku hilang kepada yang lain. Tapi kali ini, nurani ku hilang untuk Athen," kata Kanaya dengan nada datar yang tidak menunjukkan kekecewaan. 

Bersambung... 

Lina WH 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun