Mohon tunggu...
Yuliana Sajidah Fatmawati
Yuliana Sajidah Fatmawati Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa yang sedang berkembang

Dalam dunia ini, saya sebenarnya menyukai ketidakteraturan dan menjalani apa yang sudah terjadi.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Menghidupkan Seni dari Kolaborasi

13 Juni 2022   10:25 Diperbarui: 13 Juni 2022   10:40 130
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Seluruh pemain pentas kemudian diam tak bergerak seperti patung. Seorang laki-laki kemudian membacakan puisi tentang perjuangan, pengorbanan, dan hasil dari sebuah perjuangan. Setelah puisi terakhir dibacakan, semua pemain bangkit kembali. Beberapa pemuda merobek warna biru pada Bendera Belanda hingga tersisa merah putih yang berkibar di Surabaya. INDONESIA TELAH MERDEKA!

Sungguh menarik dan membuat para penonton terkesima. Di Kabupaten Lamongan, yang sangat jarang ada pertunjukan drama kolosal seperti tadi merupakan awal dan wajah baru. Lamongan bukanlah tempat yang akrab dengan pementasan drama kolosal. Masih terbilang sangat jarang. Pada saat itulah gebrakan itu nekat dilakukan.

Surat ajakan mulai disebar melalui media sosial. Layangan surat itu disebarkan baik mulut ke mulut maupun ketikan jari. Dari hasil ajakan tersebut, diperoleh kurang lebih 100 aktor, tim dokumentasi sejumlah 15 orang, dan tim artistik sejumlah 20 orang.

Apakah mungkin apabila pementasan itu digelar tanpa adanya tim artistik dan tim dokumentasi? Mungkin saja. Tapi pementasan tak dapat terlaksana secara maksimal. Karena kurangnya artistik dan dokumentasi. Tidak akan pentas itu terlihat nyata tanpa adanya setting Hotel Oranje. Tidak akan terlihat gagah apabila penjajah tidak menaiki mobil jeep. Tidak mungkin pementasan itu digelar tanpa adanya musik pendukung. Apalagi, jika pementasan yang sudah digelar tersebut tak ada yang mendokumentasikannya.

Pementasan drama kolosal yang sudah diceritakan tadi merupakan salah satu karya yang dihasilkan dari kolaborasi. Pementasan tersebut melibatkan Komunitas Songgolangit Creative Space, Perpustakaan Jalanan Kanal, serta pemuda pemudi yang memiliki niat dan komitmen dalam menghidupkan seni di Kabupaten Lamongan.

Waktu latihan sangat singkat. Hanya tiga hari sebelum pementasan itu digelar. Tentunya dalam proses itu, diperlukan keseriusan, komitmen, dan tanggung jawab yang sungguh-sungguh. Beberapa aktor saling bertukar ide untuk memberi masukan. Dari kolaborasi itulah, akhirnya dapat terselenggara sebuah pementasan drama kolosal untuk memperingati hari pahlawan.

Kolaborasi ini merupakan bukti bahwa pemuda pemudi di Lamongan berani untuk berkarya di kotanya sendiri. Semangatnya untuk berkarya itulah yang harus terus dipupuk dan dikembangkan untuk mengembangkan kotanya ini.

Seperti salah satu kutipan dari Mother Teresa, "Tidak seorang pun dari kita, termasuk saya, pernah melakukan hal-hal besar. Tetapi kita semua dapat melakukan hal-hal kecil, dengan cinta yang besar, dan bersama-sama kita dapat melakukan sesuatu yang luar biasa."

Besar harapan untuk kembali hidup dan terselenggara kegiatan seni di kota yang memiliki banyak cerita ini. Sehingga tak hanya terkenal dengan julukan Kota Soto, namun bisa juga "Kota Sejuta Pentas". Julukan yang terakhir adalah harapan dari saya sendiri.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun