Mohon tunggu...
Herlina Butar
Herlina Butar Mohon Tunggu... Administrasi - LKPPI Lintas Kajian Pemerhati Pembangunan Indonesia

Cuma orang yang suka menulis saja. Mau bagus kek, jelek kek tulisannya. Yang penting menulis. Di kritik juga boleh kok. Biar tahu kekurangan....

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Menteri Hukum dan HAM: Mahkamah Kehormatan Notaris, Perlindungan atau Bumerang Bagi Hukum?

9 Maret 2017   17:05 Diperbarui: 10 Maret 2017   08:00 823
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Profesi Notaris adalah profesi terhormat yang memiliki kewenangan untuk membuat akta-akta otentik. Jabatan tersebut langsung dituliskan dengan peraturan:

  • Statsblad 1860 - 3, Reglement op het Notaris-ambt in Indonesie, Ordonansi 11 Januari 1860,
  • UU. no. 30 tahun 2004,
  • UU no. 2 tahun 2014, tentang Perubahan atas UU. no. 30 tahun 2014, Jabatan Notaris;

Notaris adalah sebuah profesi terhormat. Dengan kehormatan yang tertulis secara langsung dibawah Undang-Undang, profesi Notaris melakukan pencatatan sebuah perbuatan, perjanjian, dan penetapan  dalam sebuah akta otentik yang diakui oleh Negara maupun oleh hukum.

Menjadi seorang Notaris, haruslah melewati jenjang strata 1 (satu) dalam bidang hukum, selanjutnya mengambil spesialisasi di jenjang Strata 2 (dua) khusus untuk profesi. Tentu ini sebuah kecakapan yang khusus yang tidak bisa dimiliki tanpa melalui kedua jenjang pendidikan tersebut.

Syarat kecakapan dalam bidang hukum sebelum mentahbiskan diri sebagai professional sejati, tentu menjadi syarat utama profesi Notaris. Bahwa Notaris harus memiliki kecakapan pengetahuan hukum yang mumpuni, tentu memiliki alasan. Pencatatan yang menjadi dasar akta otentik harus sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku.

UU no. 2 tahun 2014, tentang Perubahan atas UU. no. 30 tahun 2014, Jabatan Notaris;

Notaris adalah pejabat umum yang berwenang membuat akta autentik dan memiliki kewenangan lainnya sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang ini atau berdasarkan Undang-undang lainnya;

Pada pasal 15 nomor 1:

Notaris berwenang membuat Akta autentik mengenai semua perbuatan, perjanjian, dan penetapan yang diharuskan oleh peraturan perundang-undangan dan/atau yang dikehendaki oleh yang berkepentingan untuk dinyatakan dalam Akta autentik, menjamin kepastian tanggal pembuatan Akta, menyimpan Akta, semuanya itu sepanjang pembuatan Akta itu tidak juga ditugaskan atau dikecualikan  kepada pejabat lain atau orang lain yang ditetapkan oleh Undang-undang;   

Pada pemahaman masyarakat awam, seorang Notaris merupakan profesi pencatat yang memiliki pengetahuan (kecakapan) tentang hal-hal yang boleh dan atau tidaknya pencatatan dilakukan atas nama hukum. Artinya, Notaris bertanggung-jawab untuk menerima atau menolak sebuah pencatatan secara hukum.

Atas nama profesi, Notaris tentu boleh membentuk sebuah ikatan profesi untuk dapat saling menjaga kehormatan profesi itu sendiri. Sama dengan Ikatan Dokter Indonesia, Ikatan Insinyur, Ikatan Bidan, Ikatan Advokat, semua tentu sah-sah saja.

Dalam sebuah ikatan profesi, wadah tersebut tentu lebih berdiri sebagai azas kehormatan terhadap profesi itu sendiri, baik secara inter-korelasi didalam sesama profesi, dan yang terutama justru korelasinya didalam melayani masyarakat menyediakan jasa dalam menjalankan profesionalisme terhadap kehormatan profesinya.

Ikatan profesi mewadahi ratusan atau bahkan ribuan manusia dalam suatu ikatan atas dasar profesi. Manusia memiliki keberagaman karakter baik, buruk, jujur, maupun tidak. Hal utama adalah korelasi profesionalitas terhadap masyarakat sebagai pengguna jasa profesi tersebut.

Menjadi menarik bila ikatan profesi tersebut menjadi sebuah wadah untuk menjadi pelindung bagi sebuah pemeriksaan secara hukum.

Membaca Peraturan Menteri Hukum dan Hak Azasi Manusia nomor 7 tahun 2016, tentang Majelis Kehormatan Notaris, sebagai masyarakat, saya jadi tergelitik.

Merujuk pasal1 nomor 1 pada peraturan ini bahwa:

Majelis Kehormatan Notaris adalah suatu badan yang mempunyai kewenangan untuk melaksanakan pembinaan Notaris dan kewajiban memberikan persetujuan atau penolakan untuk kepentingan penyidikan dan proses peradilan, atas pengambilan fotokopi minuta Akta dan pemanggilan Notaris untuk hadir dalam pemeriksaan yang berkaitan dengan Akta atau protokol Notaris yang berada dalam protocol Notaris.

Aturan hukum menempatkan Akta Notaris sebagai alat bukti yang terhormat. Demikian kuat kedudukan akta yang dibuat oleh Notaris, maka seharusnya pula, Mahkamah Kehormatan Notaris harus mampu menjadi alat untuk membantu proses hukum yang sedang berlangsung

Merujuk  KUH Perdata pasal 1870 dan HIR pasal 165 (Rbg 285) Akta Notaris adalah dokumen resmi yang dikeluarkan oleh notaris yang mempunyai kekuatan pembuktian mutlak dan mengikat., dan

Akta Notaris merupakan bukti yang sempurna sehingga tidak perlu lagi dibuktikan dengan pembuktian lain selama ketidakbenarannya tidak dapat dibuktikan. Berdasarkan KUH Perdata pasal 1866 dan HIR 165, akta notaris merupakan alat bukti tulisan atau surat pembuktian yang utama sehingga dokumen ini merupakan alat bukti persidangan yang memiliki kedudukan yang sangat penting.

Sebagai masyarakat, saya tidak mengerti bahwa permenkumham justru membuat peraturan untuk membentengi pemeriksaan hukum terhadap Akta atau terhadap profesi tertentu melalui Majelis Kehormatan Notaris.

Bahkan seorang jaksa pernah mengeluh,

“duuuh, susah nih, sekarang kalau mau manggil Notaris harus pake izin dari MKN. Bisa-bisa dia minta perlindungan dari MKN. Apalagi ini Notaris nakal yang lolos melulu karena dekat dengan orang atas….”

Menteri Hukum dan HAM membuat sebuah peraturan yang membuat hukum menjadi berada dibawah persetujuan Majelis Kehormatan Notaris. Keberadaan Majelis Kehormatan Notaris bertentangan dengan prinsip independensi dalam proses peradilan dan bertentangan dengan kewajiban seorang notaris sebagai warga negara yang memiliki kedudukan yang sama dihadapan hukum.

Pertanyaan saya sebagai masyarakat, Majelis Kehormatan Notaris ini bekerja untuk melindungi profesinya agar Notaris  menjadi kredibel dan memiliki Kehormatan dalam menjalankan profesinya, atau membuat aturan yang bertentangan dengan prinsip independensi dalam proses peradilan dan bertentangan dengan kewajiban seorang notaris sebagai warga negara yang memiliki kedudukan yang sama dihadapan hukum demi melindungi kepentingan-kepentingan tertentu terhadap masyarakat.

Ada sebuah prinsip, “Kalo jujur, ngapain takut”, “kalo kerja benar, ngapain takut”. Dan bila merujuk penerbitan permenkumham ini jadi agak tidak nyambung dengan Kehormatan Notaris…..

Lalu, untuk kepentingan siapa Menteri Hukum dan HAM menerbitkan Permenkumham itu?

Untuk masyarakat atau untuk kepentingan Notaris semata?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun