Perguruan Tinggi harus mampu mengemban amanat kebijaksanaan agar pendidikan terintegrasi dengan jumlah tenaga kerja. Perguruan tinggi harus mampu membuat proyeksi potensi-potensi yang ada di sekelilingnya. Perguruan Tinggi harus mampu menghitung angka perbandingan kebutuhan terhadap potensi yang ada. Keilmuan sebuah perguruan tinggi harus mampu membuat angka-angka statistik yang mendekati kebenaran agar Negara ini mampu membuat perencanaan “mencerdaskan kehidupan bangsa” yang lebih baik.
Angka statistik menghasilkan pemetaan yang masing-masing akan menentukan dasar-dasar kebutuhan sumber daya manusia sesuai dengan bidang kemampuannya, sesuai dengan sumber daya bumi, air atau mineral nya juga harus sesuai dengan daya dukung nilai-nilai budaya yang ada di sekelilingnya. Pemetaan tersebut akan mampu memprediksi seberapa besar tenaga pendidik yang diperlukan dalam upaya memenuhi kebutuhan sumber daya manusia yang diperlukan sesuai dengan kemampuan.
Sumber daya manusia tersebut harus mampu dirangsang agar mampu terdistribusi secara merata sesuai dengan area kebutuhan di seluruh tanah air.
Mahasiswa lulusan hukum pada akhirnya harus mampu membuat regulasi-regulasi agar tercipta sistem yang menghasilkan kebijakan yang berputar ke segala arah. Regulasi yang dapat membuat terciptanya pendidikan pemenuhan kebutuhan sumberdaya manusia bagi seluruh bangsa Indonesia. Sehingga tercipta pendidikan dan pemenuhan sumber daya manusia yang saling bersinergi.
Pada akhirnya, perguruan tinggi harus dapat ikut terpanggil membenahi kembali sistem pendidikan yang menyimpang. Lulusan kesarjanaan, dengan segala gelar pendidikannya harus bisa mengembalikan “ruh” pendidikan sendiri. Mahasiswa harus mampu memulai dari diri menantang arus dan melakukan tindakan, bahwa hasil akhir pendidikan bukan pada sebuah nilai yang tinggi, tetapi pada sebuah kemampuan yang mampu menjadikan generasi berikutnya menjadi:
1. Memiliki pengetahuan agar dapat diteruskan kepada generasi berikutnya;
2. Mampu secara mandiri bertahan dalam kehidupannya;
3. Mampu membentuk generasi berikutnya menjadi kelompok yang lebih baik dalam komunitas kehidupannya.
Filsafat dalam perguruan tinggi berperan mengembalikan keberadaan para mahasiswa/i, menjadi kumpulan siswa dengan ke “maha” annya. Perguruan tinggi sebisa mungkin bukan tempat mencetak para lulusan untuk menjadi tenaga kerja. Mahasiswa/i sebisa mungkin bukan menjadi bagian yang ikut-ikutan ngantri pada deretan pelamar pada sebuah perusahaan. Perguruan tinggi harus mampu mencetak para pelopor. Gelar sarjana lulusan perguruan tinggi tidak boleh menjadi bagian deret antri pelamar pekerjaan, tetapi harus mampu membuat deret antri bagi sebuah inovasi, menviptakan lapangan kerja baru, dan menjadi bagian dari pembangunan Negara.
Hidup senantiasa berputar, kejujuran akan selalu menjadi kebaikan di masa depan, karena hidup bukan diukur dari apa yang kita punya, tetapi hidup adalah seberapa kemampuan kita melakukan bagi sesama. (Herlina Butar-Butar)