Mohon tunggu...
Lina Nauli
Lina Nauli Mohon Tunggu... -

https://twitter.com/LinaNauli

Selanjutnya

Tutup

Travel Story

13 Hari di Negeri Tirai Bambu

17 Agustus 2013   23:32 Diperbarui: 24 Juni 2015   09:11 1473
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Saya terinspirasi ke Cina setelah membaca sebuah buku bertema wisata mengenai tempat-tempat yang wajib dikunjungi. Salah satunya adalah Tembok Cina. Seingat saya, saya membaca buku tersebut sekitar tahun 2008. Syukur kepada Tuhan jika mimpi saya tersebut jadi kenyataan pada Rabu, 26 Juni 2013.

Perjalanan saya dimulai dengan menjejakkan kaki di Beijing Capital International Airport, Beijing pada Senin, 24 Juni 2013. Dari bandara di Beijing, saya dan 2 orang teman langsung ke Beijing Railway Station untuk membeli tiket ke Shanghai.

Ada yang unik saat pembelian tiket. Karena antrian yang cukup cepat (bukan panjang, tapi cepat), saya salah menyebutkan tanggal. Alhasil, kami bertiga cukup lama berdiskusi mengenai apakah akan mengubah tanggal. Kami memikirkan apakah prosesnya rumit mengingat birokrasi di negeri sendiri cukup rumit. Akhirnya saya memberanikan diri menghampiri loket lagi dan meminta perubahan tanggal. Di luar dugaan, prosesnya tidaklah serumit yang kita bertiga perkirakan sebelumnya. Kami cukup memberikan tiket kami, lalu kami mendapat tiket baru sesuai tanggal yang kami inginkan.

Setelah mendapat tiket kereta api intuk tujuan berikutnya, kami menuju HAPPY DRAGON YOUTH HOSTEL dengan menggunakan MTR (kereta api dalam kota Beijing dengan tarif 2 yuan untuk semua tujuan) ke stasiun Dong Si. Sebelumya, kami membayar 27 yuan untuk shuttle train bandara menuju stasiun Dongzhimen untuk bisa sampai ke stasiun Dong Si.

Setelah mandi dan berbenah di hostel, sore sekitar pukul 3 sore waktu Beijing, kami menujung Tian'anmen Square. Tempat ini cukup ramai dengan turis. Sayamenyempatkan diri berfoto di pintu dengan memegang bulatan yang melambangkan uang. Dipercaya dengan memegangnya, rejeki lancar. Walaupun sayaselalu percaya rejeki di tangan Tuhan dan tergantung atas usaha kita, saya cukup sabar untuk berfoto bersaing dengan turis-turis lain mumpung di sana.

Tian'anmen di sore hari Kami lalu berjalan kaki di sepanjang Beihai Park yang letaknya sangat dekat sehingga bisa ditempuh dengan berjalan kaki. Suasana taman di sore hari sangat tenang ditambah dengan pemandangan pohon-pohon hijau nan rimbun. Atmosfir di taman yang memiliki danau ini sangatlah berbeda dengan suasana ramai di Tian'anmen sebelumnya.

1376741911724068947
1376741911724068947
Suasana sore hari di Beihai Park, Beijing

Dari Beihai, kami berjalan menyusuri kota Beijing hingga tiba di Wangfujing. Wangfujing terkenal sebagai Orchard-nya Beijing dengan ma-mal yang megah di pusat kota. Daerah ini juga memiliki pusat jajanan makanan-makanan khas Beijing. Kami menghabiskan waktu hingga malam, lalu kembali ke hostel.

13767423241554250476
13767423241554250476
Para penjaja kudapan khas Beijing yang mulai bermunculan setelah jam 5 sore

Rencana untuk mengunjungi Tembok Besar Cina harus ditunda karena kami ketinggalan bus. Kamipun mengunjungi Summer Palace. Saya cukup kaget. Walaupun sudah membaca sekilas mengenai istana peristirahatan raja ini, saya tidak menyangka jika istana ini sangatlah luas. Cukup melelahkan mengelilingi istana ini yang kami mulai dari Pintu Masuk Utara/North Palace Gate/Beigongmen dan keluar lewat Pintu Masuk Timur/East Palace Gate/Donggongmen. Saya paling menanti-nantikan untuk naik Marble Boat dengan merogoh kocek sebesar 15 yuan.

13767445581588915739
13767445581588915739
Marble Boat di Summer Palace

Sorenya kami ke Shichahai. Sayang, pemandangan yang bagus tertutup kabut diiringi hujan. Daerah ini sepintas mirip Kuta di Bali dan Khaosan Road di Bangkok. Sepanjang jalan dipenuhi kafe yang rata-rata menyajikan minuman keras diiringi nyanyian musisi-musisi lokal. Oh ya, saya merasa beruntung membawa jas hujan karena memasuki musim panas, Beijing hampir setiap hari diguyur hujan. Payung tidak cukup mempan. Saya pun cukup percaya diri mengenakan jas hujan karena hal ini cukup biasa di Beijing serta kota-kota lain di Cina.

1376745634390794490
1376745634390794490
Shichahai setelah hujan

Karena tidak ingin ketinggalan bus lagi, kami tiba di hostel lebih awal dari malam sebelumnya. Esoknya saya bangun lebih awal dari dua orang teman saya. Letak hostel yang sekitar 5 menit berjalan kaki ke pasar tradisional menguntungkan saya menghabiskan waktu di pagi hari. Pasar tradisional di Beijing cukup tertata dan makanan-makanan, sayuran, serta buah-buahan terhitung bersih jika dibandingkan dengan pasar tradisional di Jakarta. Saya sangat suka membeli buah persik dan apel Fuji di pasar tradisional Beijing karena harganya yang sangat murah dibandingkan di Jakarta. Saya membeli 3 buah apel Fuji seharga sekitar 8 ribu rupiah.

13767476891123213469
13767476891123213469
Bawang putih yang dijajakan di salah satu pasar tradisional di Beijing

Sekitar pukul 11 siang, kami tiba di Tembok Cina dengan naik bus 867 dari Dongzhimen ke Mutianyu. Kami naik kereta gantung seharga 50 yuan sekali jalan dan 80 yuan untuk bolak-balik ke Tembok Cina. Cita-cita saya untuk tiba di ujung Tembok Cina berjalan kaki tidak tercapai karena kami terhitung tiba kesiangan. Bus kembali ke Beijing tiba pukul 4 sore. Jadi, pukul 3 sore kami sudah menuju perhentian bus.

13767494081898896219
13767494081898896219
Pemandangan dari kereta gantung Mutianyu

Ada yang unik dalam perjalanan saya di Tembok Cina. Sekitar pukul 12.30 waktu Beijing, saya melihat bulan penuh. Sungguh ajaib! Ada bulan di siang bolong.

1376749725258062457
1376749725258062457
Titik putih kecil di langit itu bulan penuh

Terinspirasi Jakub, pria Polandia yang saya temui dalam perjalanan ke Tembok Cina, di hari Kamis, 27 Juni 2013, saya menghabiskan waktu menyusuri hutong, gang yang banyak terdapat di Beijing. Saya menikmati berjalan kaki menyusuri kota Beijing hingga tiba lagi di Wangfujing.

13767501881768373940
13767501881768373940
Salah satu hutong di Beijing

Malamnya kami terpaksa menginap di stasiun kereta api Beijing karena kami salah masuk stasiun untuk bertolak ke Shanghai. Biarpun tiket dibeli di Beijing Railway Station, ternyata kami seharusnya berangkat dari Beijing East Railway Station. Kami kembali mengganti tiket dengan potongan 5%. Penggantian jadual hanya dapat dilakukan sekali. Jika jadual ingin diganti lagi, tiket dibatalkan dan kita harus membeli tiket baru sesuai jadual yang diinginkan. Untungnya stasiun kereta api tempat kami menginap cukup nyaman sehingga kami dapat tidur nyenyak.

13767512131164813793
13767512131164813793
Stasiun kereta api yang mirip mal

Jumat, 28 Juni 2013 dihabiskan dengan berkeliling Beijing dengan jalan kaki. Kereta api dari Beijing tiba di Shanghai pada hari Sabtu, 29 Juni 2013. Salah seorang teman saya memiliki teman dari jejaring sosial couchsurfing yang menyediakan kamar untuk kami bertiga. Sambil menunggu waktu bertemu Chai Hai Yan, si pemilik apartemen yang menyediakan kamar, kami menghabiskan waktu di Shanghai Museum. Lagi-lagi, saya terkagum-kagum dengan museum yang tertata apik. Museum gratis ini buka pukul 10 pagi. Namun, antrian sudah panjang sebelum jam menunjukkan pukul 10 tepat. Antusiasme pengunjung sangatlah besar dengan mengantri di tengah hujan rintik-rintik. Pengunjung diizinkan masuk sebelum pukul 4 sore karena museum tutup pukul 5 sore. Dalam hati saya bertanya bagaimana bisa museum ini dikelola dengan baik tanpa pembayaran tiket.

13767518591706940782
13767518591706940782
Shanghai Museum yang terletak di taman

Setelah makan malam sekitar pukul 7, The Bund yang merupakan ikon Shanghai menjadi tujuan berikutnya. Uniknya, rata-rata orang yang saya temui tidak paham sewaktu saya menanyakan transportasi ke sana dengan menyebutnya 'The Bund'. Informasi saya dapat sewaktu saya menanyakannya dengan nama aslinya, 'Wei Tan'.

13767525071437016395
13767525071437016395
Salah satu kapal dalam parade kapal hias yang lewat pukul 9 malam di The Bund

Minggu, 30 Juni 2013, kedua teman saya bertolak ke Hangzhou, sedangkan saya masih menghabiskan satu malam di Shanghai. Kami berpisah di Shanghai karena tujuan saya berikutnya adalah Zhangjiajie. Paginya kami menghabiskan waktu dengan jajan di pasar tradisional Shanghai. Pasar tradisional adalah salah satu hal yang saya sukai di Cina karena suasananya sangat nyaman. Banyak jenis jajanan dan buah-buahan relatif murah. Siangnya kami habiskan di Yuyan Garden. Sorenya kedua teman saya menuju stasiun kereta api, sedangkan saya memilih berjalan kaki menyusuri Shanghai.

13767534601198134998
13767534601198134998
Sekilas tentang Yuyuan Garden

Senin, 1 Juli 2013 saya bertolak ke Zhangjiajie dengan kereta api K 533. Perjalanannya terhitung lama. Kereta berangkat sekitar pukul 11.25 siang dan tiba di Zhangjiajie sekitar pukul 9 pagi hari Selasa, 2 Juli 2013. Dari stasiun kereta api saya bertolak ke Wulingyuan. Hostel yang saya tuju tidak punya kamar kosong lagi sehingga saya memesan hostel di Zhangjiajie National Park yang merupakan tempat yang menginspirasi Steven Spielberg memproduksi AVATAR. Saya berasumsi bahwa tempat ini komersil karena tiket masuk yang berlaku 3 hari dipatok seharga 245 yuan + 3 yuan untuk asuransi. Setelah masuk lokasi, barulah saya paham. Taman nasional ini memang sangat luas. Ada bus serta mini bus bagi pengunjung. Pengunjung tak perlu membayar lagi untuk layanan bus.

1376754564539479284
1376754564539479284
Pemandangan gunung di Zhangjiajie National Park

Saya menghabiskan waktu hingga Kamis, 4 Juli 2013 di Zhangjiajie National Park. Hostel tempat saya menginap mewajibkan saya naik Bailong Elevator dengan membayar 72 yuan sekali naik. Rabu, 3 Juli 2013, saya terlena berjalan kaki sehingga turun gunung. Agar bisa tiba di hostel, terpaksa saya relakan 72 yuan lagi untuk naik Bailong Elevator. Walaupun direkomendasikan di beberapa artikel wisata, elevator ini tidaklah istimewa buat saya. Pengunjung seringkali berdesak-desakan saat di dalam elevator sehingga tidak menikmati pemandangan. Di hari terakhir lagi-lagi saya terpaksa mengeluarkan uang untuk naik Bailong Elevator. Beruntung kali ini hanya membayar 60 yuan karena seorang pemimpin tur Korea menawarkan membelikan. Dia rupanya dapat diskon. Saya tersesat di hari terakhir sehingga untuk naik bus turun gunung, saya harus menggunakan elevator. Kaki saya sangat capai akibat berjalan naik turun tangga di hari sebelumnya. Oh ya, terakhir kali menggunakan Bailong Elevator, saya menolak untuk berdesakan. Sewaktu giliran saya, hanya saya seorang diri di lift. Rekaman video pemandangan di elevator hanyalah selama sekitar 1 menit. Jadi, buat saya pemborosan naik elevator itu. Jalan kaki adalah cara terbaik menikmati pemandangan.

1376755386753408593
1376755386753408593
Pemandangan dari luar Bailong Elevator

Kereta api K9067 berangkat dari Zhangjiajie pada hari Kamis, 4 Juli 2013 pukul 5 sore, terlambat dari jadual di pukul 16:25. Saya tiba di Guangzhou keesokan harinya pukul 11 siang. Pertimbangan untuk menghabiskan malam di Guangzhou berubah karena situasi kota yang menurut saya mirip Jakarta. Saya menukarkan uang yuan ke dolar Hongkong di Agricultural Bank of China. Lagi-lagi beruntung bisa dapat kurs lebih rendah dibanding menukar uang di tempat penukaran uang di Jakarta meskipun hanya beberapa poin. Saya hanya bertahan 6 jam di Guangzhou untuk pergi ke Hongkong dengan kereta api T803 yang berangkat pukul 17.33 waktu Guangzhou.

13767563991855023412
13767563991855023412
Berpose dengan latar belakang lalu lintas Guangzhou

Saya tiba di Hongkong di hari yang sama sekitar pukul 7 malam. Saya berniat menghabiskan malam di salah satu kafe 24 jam. Tak disangka, sewaktu hendak naik bus, saya bertemu dengan kedua teman saya yang ternyata sudah sampai di Hongkong duluan. Jadilah saya menginap di hostel mereka. Karena belum sempat berkeliling Hongkong, saya berpencar lagi dari mereka untuk kemudian bertemu di bandara internasional Hongkong untuk transit di Kuala Lumpur lalu pulang ke Jakarta.

Jika beberapa orang berpikir jika Hongkong surga belanja, saya tidak. Buat saya, Jakarta dan Bangkok lebih nyaman untuk belanja. Mungkin karena saya di sana pada akhir pekan dan menenteng tas punggung ke mana-mana, saya tidak begitu menikmati waktu di Hongkong. Kota Hongkong sangat padat waktu itu. Saya menabrak orang dan ditabrak orang sewaktu berjalan kaki. Barang-barang yang dijajakan pun tak menarik minat saya. Lagi-lagi, justru pasar tradisionalnya yang saya minati.

13767570111679027765
13767570111679027765
Buah-buahan nan menawan hati di pasar tradisional Hongkong

Saya naik kereta api ke bandara internasional Hongkong dengan membayar 60 dolar Hongkong. Cukup mahal memang untuk perjalanan ke bandara. Namun, setelah naik kereta, barulah saya paham. Desain interior kereta api sangatlah mewah. Kursi bisa diatur sesuai kehendak kita. Kamar mandi pun nyaman.

Demikianlah pengalaman saya berjalan-jalan di negeri tirai bambu, Cina. Beberapa hal saya pelajari dari perjalanan saya ini. Lain kali, saya tidak akan berpindah-pindah kota karena uang habis di transportasi dan waktu terbuang di perjalanan sehingga saya kurang menikmati dan mengenal satu kota tertentu. Hal lain yaitu supaya saya sudah memesan penginapan sehingga bisa menikmati waktu menjelajah tempat-tempat tanpa dibebani barang bawaan. Secara keseluruhan, saya menikmati perjalanan ini dan akan menjelajah tempat-tempat lainnya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun