Mohon tunggu...
Lina Marlina
Lina Marlina Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen | Alya, Titisan Cahaya di Wajah Wanita Shaleha

10 April 2019   10:15 Diperbarui: 10 April 2019   10:33 117
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Teks Cerpen

                      Alya, Titisan Cahaya di Wajah Wanita Shaleha[1]   

 

                               Marlina, S.Pd. [2]                                         

 


 


 

       "Assalamu alaikum."

 

       "Waalaikumussalam, Pak..."

 

Suara balasan itu seperti sebuah paduan suara yang menyanyikan lagu wajib, di telingaku itu sudah tidak asing lagi. Begitulah suasana kelas di tempatku mengajar. Mahasiswa di kampusku selalu didominasi dengan perempuan. Hanya sepuluh persen saja mahasiswa yang berjenis kelamin laki-laki. Jadi wajar kalau susana kelas ribut dengan kicauan, namanya saja cewek. Ada saja bahan mereka.

 Satu orang bicara yang lain tidak mau kalah, harus lebih heboh dari temannya. Bahkan tidak jarang pembicaraan keluar dari materi kuliah yang sedang dibahas. Aku sebagai dosennya dituntut harus memiliki penguasaan kelas yang tepat untuk menandingi mereka. Tetapi untungnya antusias mereka positif dan tentu saja kreatif. Jujur aku sangat berbangga dan bahagia menikmati kebersamaan kami di saat proses perkuliahan berlangsung. Mereka adalah semangatku untuk lebih maju. Aku harus memperkaya diri dengan ilmu supaya aku bisa menyuapi mereka di kala sedang lapar ilmu. Hari ini menjadi sangat menarik karena telah terjadwalkan untuk berdiskusi tentang novel terjemahan. Biasanya dalam mata kuliah sastra bandingan selalu ada pembacaan tentang novel-novel terjemahan. Sudah beberapa novel yang telah dibahas pada kelas ini. Bak dikomando, serempak mereka memilih novel terjemahan dari Korea, Maklum, lagi musim Korea.Termasuk novel yang berjudul Style karya seorang penulis best seller Korea bernama Baek Young-Ok. Dari lima kelompok hanya satu yang agak berbeda, kelompok N.H. Dini yang memilih novel terjemahan karya Timeri N Murari yang berjudul Taj. Dari judulnya tercermin asalnya, ya dari negeri "Uttaran" sebuah sinetron India yang sempat hits di Indonesia. .Sepintas novel itu menarik, sampul depan bergambar seorang perempuan Hindi yang tentu saja cantik dengan mata, hidung, bibir yang sangat indah. Tak lupa ornamen hiasan wajah perempuan khas India. 

 "Assalamualaikum, Pak Iyan."  Tiba-tiba suasana kelas dialihkan dengan kedatangan Pak Mahdin, rekanku sama-sama dosen di kampus ini. 

"Waalaikumussalam,Pak Mahdin silakan masuk." Kulihat dengan ekspresi gembira Pak Mahdin masuk ruangan dan langsung menjabat tanganku dengan ucapan selamat. Keningku mengerut tidak mengerti dengan ucapan itu, rupanya Pak Mahdin mengira aku sudah tahu informasinya. Tanpa menungguku bertanya beliau langsung memberitahukanku bahwa aku lulus beasiswa program S3 di Monash university Melbourne, Australia. Segera kubuka pos-elku, benar alhamdulillah.

 

       Aku tak bisa menakar perasaanku. Kabar ini memang sudah kutunggu dari kemarin-kemarin. Segala puji bagi-Mu ya Rabbi, Kau telah mengijabah perjuanganku selama ini. Tidak kurang setahun aku berusaha untuk meraihnya, tentunya dihiasi dengan berbagai tantangan, yah tantangan yang kini sudah kutaklukkan. Meskipun aku sangat sadar bahwa di depan sana tantangannya jauh lebih berat, namun aku harus bisa melewatinya.

 

       Dengan perasaan berbunga-bunga, aku mengakhiri pembelajaran di kelas. Seperti biasa mahasiswi tidak mau ketinggalan informasi untuk mengetahui maksud ucapan selamat Pak Mahdin tadi. Mereka memaksaku tuk memberitahukannya. Memang Pak Mahdin tadi menyampaikannya setengah berbisik jadi tidak kedengaran oleh mereka. Aku terpaksa berusaha mengalihkan pertanyaan  dengan memberikan tugas kepada mereka untuk dibahas pada pertemuan selanjutnya. Sengaja tidak kubeberkan dulu informasi ini sebelum pengurusan berkas dan lainnya selesai. Toh berangkatnya juga masih lama, lagian yang pertama harus dengar berita ini adalah Alya istriku tercinta. Karena dorongan semangatnyalah aku bisa seperti ini.

 

  "Mam, sebentar lagi kita ke Ausi." Aku langsung memberitahu istriku yang kudapati sedang merapikan kamar.

 

"Australi ? maksudnya Pap?"Alya balik bertanya dengan ekspresi keheranan.

Tanpa buang waktu aku menceritakan berita gembira ini secara detail kepada istriku. Terlihat dengan jelas pipi Alya merona basah dijatuhi butiran air mata bahagia. Tidak ada pertanyaan lagi selanjutnya, di depanku ia langsung bersujud syukur kepada  Sang Pemberi Rahmat. Hanya itu yang kami berdua sempat lakukan. Rasa syukur kami tidak cukup jika hanya diucapkan dengan kata. Agak lama Alya bersujud kemudian duduk di sampingku. Kata Alhamdulillah beruntun keluar dari bibirnya entah sudah berapa kali. Aku tidak sempat menghitungnya. Bagaimana tidak membuat kami bahagia, bukan hanya aku yang menginginkan kesempatan ini. Tetapi ada beberapa orang yang kutemani bertanding memenangkan beasiswa tersebut. Sekali lagi Alhamdulillah yaa Rahman ya Rahim aku yang terpilih.

 Makan malam kami menjadi berbeda bukan karena lauknya yang berbeda tetapi perasaan kami yang sedang berbinar. Tahu tempe yang dihidangkan Alya kukunyah dengan lahap.Nafsu makanku meningkat, tanpa sadar sudah dua kali nombok. Padahal biasanya aku makan cukup dengan sepiring saja. Kulihat Alya juga tidak kalah denganku. Anakku Faqih dan Fatir juga ikut makan seolah mengerti perasaan kami padahal mereka paling susah diajak makan. Kali ini serasa hidupku begitu sempurna. Terima kasih ya Allah, Kau telah memberikan kebahagiaan ini kepada kami. 

Di ruang tengah, sambil ditemani buku dan tentunya secangkir teh panas aku menghabiskan waktuku sampai larut malam. Kali ini tidak semua yang kubaca tersimpan di otakku. Peristiwa tadi siang masih mengikutiku. Kisah novel Taj sesekali muncul di lamunanku, sosok Arjumand Banu kusandingkan dengan istriku Alya. Di sana ada kemiripan yang kudapati, Alya seorang istri yang selalu mendampingiku dengan cintanya. Pada Alya aku menemukan semua yang diharapkan seorang suami kepada istrinya. Semoga semua itu langgeng harapku. Jauh di sana aku membayangkan hidupku dengan Alya setelah di Australia nanti. Asaku, kami sekeluarga bisa menjalaninya dengan sukses. Terlintas juga tentang pendidikan putra-putriku. Aku harus berusaha mencarikan sekolah di sana yang cocok dengan mereka. Sampai tempat tinggal untuk kami di sana nanti, beradu jadi satu di benakku.

 

 "Pap..., Papi. Ini sudah subuh." Suara Alya membangunkanku.

 

Terdengar dengan merdu lafaz adzan dikumandangkan dari masjid kompleksku. Aku segera bergegas takut ketinggalan, jarak rumahku dengan masjid cukup beberapa langkah. Aku termasuk salah satu pengurus di masjid itu. Kebetulan ada beberapa rekan kerja sekompleks denganku, jadi kami berkolaborasi menghidupkan masjid. Termasuk beberapa kegiatan sosial  lainnya. Seusai shalat subuh aku tidak langsung pulang ke rumah, bersama dengan bapak --bapak yang lain  mendiskusikan hal-hal yang berhubungan dengan kebutuhan masjid.

 Pagi yang cerah seolah memahami bahwa sebentar aku harus memulai mengurus kelengkapan keberangkatanku. Seakan sengaja memberikan kesempatan kepadaku, tidak menghalangiku. Padahal kemarin di pukul yang sama cuaca tidak mendukung kota Makassar diguyur hujan yang deras.. Aku harus menghargai pemberian ini. Dengan dukungan Alya, aku bisa siap berangkat lebih awal dari biasanya. 

"Assalamualaikum, Pak."

 

"Waalaikumussalam, hai... Pak Iyan. Selamat, sukses, Anda lulus." Pak Ilham dekan di fakultasku menyelamatiku.

 Buru-buru kubuka tasku, map warna kuning kukeluarkan dan langsung kusodorkan di mejanya. Aku tahu waktunya untukku tidak banyak, kelihatan sebentar lagi akan pergi dengan sesuatu urusan penting, biasa pejabat. Tapi aku butuh tanda tangan beliau untuk melegalkan surat izinku. Dengan lincah tangannya melukis di kertas yang kusodorkan tadi. Hanya beberapa menit urusanku dengan beliau selesai. Tahap pertama kulewati, selanjutnya aku melangkahkan kaki ke tempat yang lain, berkas-berkas persiapan yang harus kumiliki masih banyak. Beruntung hari ini tidak ada jadwal mengajarku, jadi aku leluasa mengurus kiri-kanan.   Segala pernak-pernik persiapan keberangkatan kami kuusahakan selesai dengan secepatnya meskipun ada beberapa berkas yang harus membutuhkan waktu yang lama. Tak terasa sudah hampir magrib. Lukisan di langit perlahan berwarna orange. 

Terima kasih ya Allah, Engkaulah Ar-Rahman Alwakiil, Sang Penyayang Maha . Memudahkan semua urusan kami. Sungguh hanya lantunan asma-Mu lah yang dapat kami haturkan sebagai wujud syukur kami. Maha Besar Allah dengan seluruh kasih sayang-Mu yang tak terhingga.

 

"Jadikanlah sabar dan shalat sebagai penolongmu. Dan sesungguhnya yang demikian itu sungguh berat, kecuali bagi orang-orang yang khusyu"(Q.Surah Al-Baqarah ;45)

  

[1 ] Tugas diklat Model Pembelajaran Berbasis Teks_PPPPTK Bahasa Jakarta

 

 [ 2 ]  Guru SMAN 2 Gowa

 
 

[1] Cerpen tugas diklat genre Teks PPPPTK Bahasa, LPMP SulSEl 2019

   

[2] Guru SMAN 1 Bajeng

   

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun