Merebaknya wabah Covid 19 di segala penjuru dunia ini tidak hanya mengancam kesehatan fisik, tetapi juga mengancam kesehatan mental manusia. Hal tersebut disebabkan oleh meluapnya berita yang beredar ditengah masyarakat. Yang tidak dipungkiri dapat menimbulkan ketidakpastian dikalangan masyarakat, khususnya masyarakat yang dimaksud belum memiliki pemahaman yang cukup mengenai virus ini.Â
Ditambah lagi dengan adanya beberapa kebijakan baru yang mengharuskan setiap orang untuk menjaga jarak fisik dan sebisa mungkin untuk tidak keluar rumah. Tentu bagi sebagian orang tidak mudah dalam menghadapi situasi ini, sehingga dapat berakibat mengalami tekanan dan kepenatan dalam kehidupan sehari-hari yang dapat berujung menjadi penyebab gangguan kesehatan mental.
Kesehatan mental merupakan hal penting bagi manusia, sama seperti kesehatan fisik. Tetapi banyak dari mereka yang terkesan meremehkan dan bahkan tidak menyadari bahwa mereka sedang mengalami gangguan kesehatan mental. Menurut World Health Organization (WHO), kesehatan mental merupakan keadaan sejahtera yang dimana individu bisa mewujudkan potensi mereka sendiri. Artinya, mereka dapat melaksanakan kemampuan untuk mengelola stress, bekerja secara produktif dan dapat berperan serta didalam kelompoknya.
Berbicara tentang kesehatan mental, tidak melulu hanya soal mereka yang disebut sakit jiwa, tetapi juga mereka yang mengalami gangguan kecemasan, tertekan, ketakutan berlebih, stress, bahkan depresi. Di Indonesia sendiri terdapat beberapa kasus gangguan kesehatan mental yang ditimbulkan oleh adanya pandemic Covid-19.
Fenomena pertama, jika menengok kembali, tentu kita sama-sama mengetahui bahwa semenjak pertama kali Presiden Jokowi mengumumkan dua kasus positif corona di Indonesia, yang diumumkan di Istana Kepresidenan, Jakarta, Senin (2/3/2020), semenjak itu pula mulai muncul fenomena panic buying ditengah masyarakat. Di negara-negara lain fenomena panic buying yang terlihat dengan adanya foto yang beredar di media sosial mengenai kondisi pusat perbelanjaan yang mulai kehabisan stok bahan makanan.Â
Perilaku panic buying menurut Eny Sri Hartati, Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance (INDEF), dipicu oleh faktor psikologis yang biasanya terjadi karena informasi tidak sempurna atau menyeluruh yang diterima oleh masyarakat. Akibatnya, timbul kekhawatiran di dalam masyarakat sehingga menimbulkan respons tindakan belanja secara pasif sebagai upaya penyelamatan diri.Â
Fenomena panic buying di Indonesia dapat dilihat dengan semakin menipisnya stok masker medis dan hand sanitizer yang biasa dijual di apotek atau swalayan. Tentu fenomena ini terjadi karena adanya kepanikan dalam masyarakat yang timbul akibat adanya himbauan dari pemerintah untuk menggunakan masker dan untuk menjaga kebersihan tangan.
Fenomena panic buying diatas dapat disebabkan oleh adanya rasa cemas dan khawatir akan situasi tertentu sehingga seseorang melakukan tindakan atau antisipasi untuk berjaga-jaga, dengan melakukan pembelian barang-barang yang dirasa perlu pada kala itu. Lalu upaya yang dapat dilakukan untuk mengatasi panic buying yaitu dengan menyaring kembali informasi yang beredar di masyarakat, tetap tenang dan jangan terlalu panik, dan menyediakan stok khusus darurat secukupnya.
Fenomena kedua, selain fenomena panic buying, beberapa bulan yang lalu Indonesia sempat dihebohkan dengan beredarnya video viral yang memperlihatkan dua orang sedang berbelanja di swalayan dengan menggunakan Alat Pelindung Diri (APD) berupa baju hazmat lengkap dengan atributnya yaitu kacamata, masker dan sarung tangan.Â
Peristiwa tersebut diketahui terjadi di pusat perbelanjaan di wilayah Gandaria, Jakarta Selatan, Sabtu (28/3/2020). Hal yang dilakukan oleh dua orang tersebut menjadi kian menggelitik, mengingat pada saat itu sedang terjadi kelangkaan Alat Pelindung Diri (APD) yang seharusnya digunakan oleh para tenaga medis yang tengah berjuang di garda terdepan dalam memerangi wabah Covid 19.
Peristiwa diatas bisa saja dikatakan sebagai anxiety disorder, yakni timbulnya kecemasan dan ketakutan berlebih pada saat pandemi Covid 19, hingga menyebabkan mereka berperilaku berlebihan.
Fenomena ketiga, di masa pandemi ini sektor perekonomian pun turut menyumbang adanya ancaman kesehatan mental di tengah masyarakat. Bagaimana tidak akibat semakin meluasnya wabah Covid 19 di Indonesia maka banyak perusahan-perusahaan yang terpaksa melakukan phk terhadap para karyawannya.Â
Dengan adanya phk yang secara tiba tiba tersebut tentu akan mempengaruhi kondisi psikologis karyawan yang nantinya dikhawatirkan dapat menyebabkan gangguan kesehatan mental. Gangguan kesehatan mental tersebut dapat muncul karena adanya tekanan yang dialami karyawan akibat tidak adanya pemasukan, dan kehilangan pekerjaan, sehingga dapat menimbulkan stress hingga depresi.
Tak hanya itu selama pandemi Covid 19 banyak sekali hoaks hoaks yang kian menghantui dan membuat masyarakat resah, yang pada akhirnya juga dapat menyebabkan kesehatan mental masyarakat kian terusik.
Menurut laporan Global Burden of Disease, sebuah survei yang dilakukan dari tahun 1990 hingga 2017 yang hasilnya telah diakui oleh World Health Organization (WHO), Indonesia menduduki peringkat ke 5 sebagai negara yang memiliki tingkat depresi paling tinggi.Â
Dan berdasarkan data dari Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2018 yang dilakukan oleh Kementrian Kesehatan RI menunjukkan prevalensi depresi di Indonesia sebesar 6,1 persen (hanya 9 persen penderita depresi yang menjalani pengobatan medis). Sedangkan untuk prevalensi gangguan mental emosional di Indonesia tercatat sebesar 9,8 persen. Hal tersebut menunjukkan bahwa penanganan kesehatan mental di Indonesia perlu dilakukan peninjauan kembali.
Hal tersebut diperparah dengan kondisi awal pada saat virus corona muncul, dimana pada saat itu ketika negara lain sedang bersiap untuk menghadapi virus ini pemerintah Indonesia justru masih terkesan santai dalam hal menanggapi. Hal itu terlihat dari fokus pemerintah yang lebih berorientasi pada sektor pariwisata, seperti ketika pemerintah memberikan diskon pesawat dan hotel sejak 1 Maret hingga 31 Mei 2020 mendatang. Dimana seharusnya pada saat itu pemerintah menyiapkan bagaimana strategi dalam menghadapi Covid 19 seperti yang dilakukan oleh negara lain.
Pandemi Covid 19 di Indonesia memang dapat berpotensi menambah jumlah penderita gangguan kesehatan mental. Tetapi hingga sekarang di Indonesia masih belum terlihat dengan jelas data yang menunjukkan jumlah peningkatan gangguan kesehatan mental itu sendiri. Ancaman kesehatan mental dapat dengan mudah menyerang siapa saja, oleh karena itu setiap orang diminta untuk waspada terhadap ancaman kesehatan mental ditengah situasi ini.Â
Hal yang dapat dilakukan untuk menjaga kesehatan mental ditengah pandemi Covid 19, yang dapat dilakukan yaitu: (a). jangan terlalu panik, namun tetap waspada. Jika terlalu panik dikhawatirkan dapat mengganggu kesehatan mentalnya, panik memang boleh tetapi jangan lupa untuk waspada.Â
Karena kita tidak tahu bahaya apa yang ada disekitar kita. Hal yang dapat dilakukan misalnya jika terpaksa untuk keluar rumah, maka usahakan untuk selalu menggunakan masker dan untuk cuci tangan. (b). Bijaklah dalam memilah informasi yang beredar. Hal ini dimaksudkan agar kita tidak mudah termakan hoaks ditengah pandemi Covid 19. (c). Tetap menjaga kesehatan selama masa karantina. Beraktifitas dirumah tidak menjadi penghalang untuk tetap berolahraga dirumah, hal ini dimaksudkan agar badan tetap sehat dan bugar meskipun dalam masa pandemi.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H