Mohon tunggu...
Lin Halimah
Lin Halimah Mohon Tunggu... lainnya -

Kecantikan tak berarti tanpa kesantunan budi pekerti

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Gadis Kamboja dalam Tradisi Pingitan Adat Jawa

8 September 2014   15:11 Diperbarui: 18 Juni 2015   01:19 155
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption id="attachment_357858" align="aligncenter" width="525" caption="Lin Halimah dalam Pingitan Ikan Hias Merah"][/caption]

Sumber gambar: dokumen pribadi

Sungguh suatu hal yang mendebarkan bagi siapapun menjelang datangnya sang pasangan pernikahan. Lin pun demikian. Sambil menunggu dalam rindu datangnya pujaan, Lin harus mengikuti tradisi Jawa yang diminta oleh pihak keluarga mempelai pria: dipingit. Sebenarnya tak ada tradisi pingitan dalam adat Kamboja. Tapi, tentu saja menghormati tradisi Jawa, Lin bersedia melakukannya.

Ada perasaan aneh dan sedikit membosankan, itu terjadi pada mulanya di hari pertama. Bayangkan saja, Lin harus diam di dalam rumah sehari penuh dalam kurun waktu tertentu sampai datangnya hari-H yang mebahagiakan. Membosankan sungguh..! Tapi, di hari berikutnya ternyata dalam pingitan Lin oleh orangtua, dengan arahan keluarga mempelai pria, Lin diperlakukan dengan baik, diberi kegiatan yang berguna bahkan banyak diskusi tentang bagaimana menjalani hidup dalam keluarga. diberi pengetahuan tentang sikap menjadi istri dan nasehat-nasehat lainnya.

Berikut adalah sajak yang Lin buat selama dalam pingitan. Apa saja yang Lin rasakan dan lakukan sebagai gadis berkebangsaan Kamboja untuk menyongsong hari kebahagiaan dalam tradisi pingitan adat Jawa, Lin tuangkan secara sederhana saja.

-------

Pernikahanku dengan kekasihku kian menjelang
hatiku pun berbunga-bunga riang senang
menanti detik waktu penuh kebahagian
bersama Kompasianer ikan merah sang pujaan

Tapi, sungguh aku tidak tahu
Jika harus aku diam dalam batas ruang rumah
dalam pengawasan tetua yang tak lengah
memenuhi persyaratan adat Jawa dari calon suamiku

dipingit sebelum menikah memang tradisi
yang katanya tetap hidup hingga jaman kini
gadis sebelum menikah harus dalam perbatasan
bak burung dalam sangkar kurungan

Aku diam tak boleh bertemu kekasihku
dalam hari kurun waktu tertentu
sebelum dia bersanding di sisiku
disahkan menjadi belahan jiwaku

namun aku diperlakukan dalam perawatan
bertabur mandi wewangian
badanku pun nyaman dalam pijatan
aku harus menjaga keimanan dan kesehatan

wajahku dipermak dipijat-pijat
agar tak tegang seluruh syaraf urat
mengembangkan senyum manis semburat
tampak cantik ayu mulus terawat

tidur pun harus diatur teratur
lamanya pun diukur-ukur
badan sekujur dibedak dilulur
kulit harus mulus tak berbilur

rambut panjangku dikeramas
dengan ramuan harum pelemas
agar bergerai kilau bercahaya
menyenangkan pandangan mata

makananku dimenukan sehat
rempah bumbu diadonkan enak sedap
agar endurance tubuhku meningkat kuat pesat
juga mata tajam sekalipun dalam cahaya remang gelap

tak lupa akupun dibacakan kamasutra
buku pelajaran tentang polah asmara
menyenangkan disenangkan dalam bercinta
memuaskan dipuaskan berdua bersama

berkata bernasehat para tetua
bagaimana aku harus hidup bersama
perjalanan dalam suka dan duka
dalam keadaan miskin atau kaya

kutunggu dirimu duhai kekasihku
dengan buluh-buluh semai rindu
dalam pingitanku kuberdoa selalu
demi keselamatan perjalananmu

-------
Lin Halimah, Phnom Penh, 08 September 2014
Foto narsis di depan kamar dalam rumah di Phnom Penh, Kamboja

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun