Jaman Hindia Belanda dulu, Garut dikenal sebagai kota Swiss van Java. Terkenal dengan nama demikian karena kontur tanahnya yang bergunung-gunung seperti negeri di atas awan. Udara yang sangat dingin, dikelilingi kebun teh di sepanjang jalan yang berkelok-kelok dan naik turun. Apalagi bila pagi hari atau saat musim penghujan, kabutnya datang...serasa trecep-trecep kayak di Swiss. Aduhai.... (haha, kayak pernah ke Eropa aja!! Padahal ke luar negeri aja belum pernah).
Garut Selatan...tak lengkap bila tak plesir ke pantai selatannya. Pantai Selatan Garut kan memang surganya orang Bandung dan Jakarta. Tak pelak lagi, saat lebaran tiba, kecamatan yang biasanya sepi sampai macet dimana-mana hingga beberapa kilometer. Bayangkan saja, jalan yang sempit, orang kota pun rela bermacet-macetan ria. Orang lokal yang kebagian berkahnya dong, jualan minuman dingin, tahu (tararahu...tararahu.... iiiih jadi kangen suasana dalemnya kereta jaman dulu). Garut Selatan memang top!!
Niatan ke Garut Selatan kali ini memang tak direncanakan sebetulnya... Ya!! Sebenarnya karena kami ngungsi dari jebakan kabut asap yang sangat berbahaya di Kalimantan Tengah!! Kamipun berangkat dadakan tengah malam berangkat ke Banjarmasin demi agar bisa hidup sehat seperti halnya warga di belahan bumi nusantara lain, maklum ISPU sudah menjukkan angka 2000-3000, wow kan? Alhamdulillah banget berangkat dari Banjarmasin ke Jakarta tak ada acara delay-delayan, padahal teman-teman sebelumnya ada yang delay sampai 2 jam.
Pameungpeuk adalah salah satu kecamatan di kabupaten Garut. Kabarnya di tahun mendatang, kecamatan ini akan memekarkan diri menjadi sebuah Kabupaten. Ya maklum saja, Kabupaten Garut kan bentangan alamnya sangat luas dan menyebar karena dipisahkan oleh Gunung, bahkan menjadi nomor 3 luasan terbesar di Jawa Barat, dengan jumlah kecamatan sebanyak 42 kecamatan (iiih, Bupatinya hafal ga ya itu?hehe). Jarak tempuh Jakarta-Garut sendiri memakan waktu ±5 jam lewat tol Cipularang, kemudian bila dilanjutkan ke Pameungpeuk membutuhkan waktu ±3 jam. Keren ya?? Ya itu, karena jalan yang berliku-liku, cocok banget sambil bernyanyi “kiri kanan kulihat saja...banyak pohon cemara haha”. Hebatnya lagi, jalan di Garut sudah ada sejak jaman Belanda, untuk mempermudah pengangkutan teh. Keren ya? Memang jalan merupakan hal prinsip yang merupakan keharusan bila ingin daerahnya maju. Betul?
Sangat kontras dengan wisata alam Garut Utara yang dominan dengan pemandangan gunung, candi serta air terjun/curug, misalnya Gunung Papandayan yang masih aktif keneh, Gunung Cikuray, Candi Cangkuang dan Situ Bagendit, sementara itu di Garut Selatan khusus menyediakan panorama laut dan pantai karang yang berpasir putih. Jadi tujuan ke Garut selatan harus naik-naik ke puncak gunung dulu baru kemudian menuruni gunung melandai ke pantai. Kalo 10 tahun lalu, saat melewati Gunung Gelap, masih terasa sangat asri karena rimbunnya pohon-pohonan. Kali ini lewat daerah ini, beda banget deh rasanya. Asyiknya itu, sekarang sudah banyak dan sering moda transportasi yang ke arah kota Garut. Primajasa, Karunia Bakti dan Wanaraja adalah yang dimaksud. Berharap ke depan sih menyediakan yang trayek eksekutif dengan seat 2-2 biar lebih nyaman seperti halnya trayek yang ke Tasik/Banjar.
Tak seru tiba di Pameungpeuk hanya berdiam diri di rumah mertua. Apalagi kakak ipar punya penginapan juga di sisi laut, makanya kudu nginep di pantai dong ceritanya. Sebagai anak pantai yang plesir ke pantai tak membuat saya bosan ke laut, bahkan saya makin “heeeeh” main-main air laut. Laut adalah berkah, maklum kuliahnya tentang laut, otomatis selalu ada chemistry antara hati dengan laut. Tempat wisata yang indah di garut Selatan yang bisa dikunjungi adalah :
- Pantai Santolo
Pantai ini sudah dikenal sejak jaman Hindia Belanda, yang oleh bangsa mereka digunakan sebagai dermaga dan sampai sekarang masih ada. Menurut cerita, di pantai ini merupakan pangkalan militer jaman pendudukan Belanda dan Jepang. Pantai ini oleh masyarakat lokal dikenal juga dengan Cilautereun, berasal dari kata “cilaut” artinya air laut dan “eureun” artinya berhenti. Cilauteureun memiliki arti air laut yang tenang. Inilah keunikannya, tidak seperti pantai pada umumnya, air laut disini seperti terbendung dan mengalir ke arah dalam sehingga air terlihat sangat tenang dan jernih kehijauan. Fenomena terjadi karena topografi pantai ini lebih rendah dari laut lepas. Sayangnya air terjun laut sudah tak terlihat akibat pembangunan. Bahkan di tempat wisata ini bertebaran warung-warung makan dan penginapan di kawasan pantai. Hampir di setiap warung, tertulis menu ikan bakar, karedok dan mata lembu. Sedap buat wisata akhir tahun atau saat lebaran bersama teman dan keluarga pokoknya.
Di pantai ini terdapat Tempat Pelelangan Ikan Santolo yang dengan mudahnya kita menemukan ikan laut segar, dan kalo mau bisa minta tolong dibakarkan juga lho. Tongkol, layur, kuwe, kakap, cumi, mata lembu, lobster, udang. Mata jadi ijo kali lihatnya dah. Saya aja tergiur begitu nelayan bawa 5 ekor layur yang diikat di perahu. Yaaa, akhirnya beli juga deh.
Menuju pulau Santolo, kita harus menyeberang perairan. Jaraknya sih selemparan batu, kalo mau berenang mungkin bisa, tapi kalau jalan dalam airnya. Biaya naik perahu 10.000 per orang PP. Atau bisa juga menyewa perahu untuk susur pantai berame-rame trus foto-toto pasti seru banget.
Masih di pantai ini, terdapat Stasiun LAPAN, yang saya lihat ada 2 kantor LAPAN yang terpisah letaknya, selain itu ada juga Pangkalan Udara. Menurut cerita suami, dulu pernah saat pendudukan jaman Jepang ada tentara Belanda yang kabur ke Australia dari pangkalan udara ini dengan merakit pesawat kecil sendiri, dari hasil bongkar pasang pesawat-pesawat perang lama.
- Pantai Sayang Heulang
Terletak di kecamatan Pameungpeuk, Pantai Sayang Heulang baru mulai geliat dalam potensi wisatanya. Panoramanya tak kalah dengan pantai Santolo. Ombak samudera yang besar, berdebur-debur kerasnya makin mempesona setiap waktunya. Akhirnya bisa stay the night disini juga akhirnya, gratis pula, alhamdulillah.... Begitu masuk tempat wisata langsung disambut degnan gapura bertuliskan “ Sayang Heulang” dan masuk sedikit terdapat patung elang. Maklum saja, Sayang Heulang berarti adalah sarang burung elang, sehingga icon elang terpasang di tempat wisata ini.
- Pantai Rancabuaya
Sehari sebelum Tasyakuran Laut di Pantai Rancabuaya, kami bertandang ke pantai ini. Berbeda letak dengan pantai Santolo dan Sayang Heulang yang berada di kecamatan Pameungpeuk, pantai ini terletak di kecamatan Caringin. Sebelumnya, jalan menuju Rancabuaya dari Pameungpeuk belum dapat ditempuh. Namun sekarang sudah dibuka dan jalannya sudah bagus, beraspal dan banyak jembatan-jembatan khas Jawa Barat berangka baja yang menjulang tinggi seperti box berkerangka. Dari Rancabuaya bahkan bisa tembus ke Pengalengan, Bandung Selatan dan Sukabumi Selatan lho. Menuju Rancabuaya dari Pameungpeuk, kita disuguhi view full pantai di sepanjang jalan. Indah banget pokoknya.
Pikir kami, esok pasti rame banget, mungkin ada acara “lomban” kali ya. Ga tau juga sih tradisinya disini seperti apa. Yang pasti sore itu sudah ditambatkan panggung dangdut dan aneka lomba voli bapak-bapak dan ibu-ibu, serta wayang golek. Lomban kalo di Rembang pantai utara Jawa adalah bentuk ceremoni adat rasa syukur terhadap Yang Maha Kuasa atas hasil ikan yang melimpah, dan kemudian nelayan-nelayan itu berlomba balap perahu.
Masih sama dengan karakter pantai di Pameungpeuk, pantai disini juga berpasir dan berkarang, bahkan katanya ada curug juga lho di dekat pantai. Sayangnya kami tak singgah di curug yang dimaksud.
Indonesia Indah...let’s go for travelling. Jangan di rumah aja, tau sendiri kan gimana rasanya “kurang piknik” hehe.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H