Saat sunrise matahari, pantai lepas yang menyambung langsung ke Samudera Hindia dengan berhias hamparan pantai batuan karang yang luas dan pasir putih membuat silaunya keren. Airnya jernih, saat surut airnya kalem seakan cermin. Dan saat pasang, deburnya mengerikan. Apalagi penginapan persis di sisi laut, Bapak sampai kelihatan rada gimana gitu, setelah mendengar kabar gempa di Yogya. Maklum saja laut pantura tak se-dramatis laut selatan. Tapi tak lama kami memikirkan kabar gempa, karena angin yang membuat relaks dan pada akhirnya kami pun terlena dengan segarnya atmosfer, tak ingin memikirkan Borneo selama plesiran disana.
Kabarnya di homestay-homestay sisi laut pantai Sayang Heulang, saat acara puncak liburan yaitu lebaran dan tahun baru bisa mematok angka minimal satu juta untuk satu rumah, atau sekitar 350 ribu untuk satu kamar. Wow ya? Saat menjelang siang, banyak wanita nelayan pada musim panen rumput laut menjemur rumput laut di jalan di pinggir laut. Berdasarkan keterangan salah satu wanita nelayan yang lagi asyik menjemur, katanya rumput laut Gracilaria yang dijemur itu tak diudidayakan, namun tumbuh dengan sendirinya. Setelah kering, rula tersebut dipasok ke pabrik lokal untuk bahan pembuatan kertas.
- Pantai Rancabuaya
Sehari sebelum Tasyakuran Laut di Pantai Rancabuaya, kami bertandang ke pantai ini. Berbeda letak dengan pantai Santolo dan Sayang Heulang yang berada di kecamatan Pameungpeuk, pantai ini terletak di kecamatan Caringin. Sebelumnya, jalan menuju Rancabuaya dari Pameungpeuk belum dapat ditempuh. Namun sekarang sudah dibuka dan jalannya sudah bagus, beraspal dan banyak jembatan-jembatan khas Jawa Barat berangka baja yang menjulang tinggi seperti box berkerangka. Dari Rancabuaya bahkan bisa tembus ke Pengalengan, Bandung Selatan dan Sukabumi Selatan lho. Menuju Rancabuaya dari Pameungpeuk, kita disuguhi view full pantai di sepanjang jalan. Indah banget pokoknya.
Kami mengunjungi pantai ini menjelang sunset, udara yang masih sejuk angin pantai selatan. Semenanjung yang eksotis terlihat bahkan di sepanjang jalan sebelum masuk ke pantai Rancabuaya itu sendiri. Di pantai Rancabuaya juga ditemui TPI kecil dan di sisi laut terdapat warung-warung yang menjual ikan segar dan ikan bakar dan banyak pula penginapan. Ada beberapa penginapan yang bagus dan bersih, baru sepertinya.
Pikir kami, esok pasti rame banget, mungkin ada acara “lomban” kali ya. Ga tau juga sih tradisinya disini seperti apa. Yang pasti sore itu sudah ditambatkan panggung dangdut dan aneka lomba voli bapak-bapak dan ibu-ibu, serta wayang golek. Lomban kalo di Rembang pantai utara Jawa adalah bentuk ceremoni adat rasa syukur terhadap Yang Maha Kuasa atas hasil ikan yang melimpah, dan kemudian nelayan-nelayan itu berlomba balap perahu.
Masih sama dengan karakter pantai di Pameungpeuk, pantai disini juga berpasir dan berkarang, bahkan katanya ada curug juga lho di dekat pantai. Sayangnya kami tak singgah di curug yang dimaksud.
Indonesia Indah...let’s go for travelling. Jangan di rumah aja, tau sendiri kan gimana rasanya “kurang piknik” hehe.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H
Lihat Travel Story Selengkapnya