Mohon tunggu...
LILIZA AGUSTIN
LILIZA AGUSTIN Mohon Tunggu... Lainnya - Dosen Fakultas Psikologi UIN SUSKA RIAU Dan Psikolog Islam, Pendidikan, Anak dan Remaja.

Penulis adalah dosen Fakultas Psikologi UIN Suska Riau dan seorang psikolog yang memiliki perhatian khusus pada psikologi Islam, pendidikan, anak, dan remaja. Beliau aktif meneliti dan mengkaji berbagai topik yang mengintegrasikan nilai-nilai Islam dengan pendekatan psikologi modern.

Selanjutnya

Tutup

Analisis

TWIN FLAME DALAM PERSPEKTIF PSIKOLOGI ISLAM: Antara Mitos dan Realitas

21 Januari 2025   10:31 Diperbarui: 21 Januari 2025   10:31 25
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tidak ada konsep bahwa seseorang hanya akan menjadi "lengkap" jika menemukan separuh jiwanya yang hilang. Pandangan ini berbeda dengan narasi twin flame yang sering kali menggambarkan seseorang sebagai tidak utuh tanpa kehadiran "twin"-nya.

Ibn Taimiyah, seorang ulama besar Islam, menyatakan bahwa ketenangan dan kebahagiaan sejati hanya dapat ditemukan dalam hubungan yang mendekatkan manusia kepada Allah. Beliau menegaskan dalam bukunya Al-Ubudiyyah bahwa hubungan manusia harus berlandaskan tauhid, dan ketergantungan berlebihan pada manusia lain dapat menjauhkan seseorang dari tujuan penciptaan sejati.

Fenomena Twin Flame dalam Perspektif Psikologis

Dalam psikologi modern, konsep seperti twin flame sering kali dijelaskan sebagai fenomena psikologis yang terkait dengan proyeksi emosional. Individu yang merasa "terhubung" secara intens dengan orang lain mungkin sebenarnya memproyeksikan kebutuhan emosional atau aspek diri mereka yang belum terselesaikan. Hal ini mirip dengan konsep projeksi dalam teori psikoanalisis Carl Jung, di mana seseorang melihat sisi tersembunyi dirinya dalam diri orang lain.

Sementara itu, Islam mengajarkan manusia untuk lebih fokus pada tazkiyatun nafs (penyucian jiwa) daripada mencari "separuh jiwa" di luar dirinya. Penyucian jiwa dilakukan melalui hubungan yang sehat dengan Allah (habluminallah) dan dengan manusia (habluminannas). Ketergantungan emosional berlebihan pada satu individu, seperti yang sering digambarkan dalam konsep twin flame, dapat mengalihkan fokus dari hubungan utama manusia dengan Allah.

Apakah Twin Flame Relevan dalam Islam?

Islam tidak mengenal konsep twin flame dalam ajarannya. Hubungan dalam Islam bukan tentang mencari pasangan yang "sempurna" atau "cerminan jiwa," melainkan tentang menemukan pasangan yang dapat membantu dalam menjalani kehidupan dengan prinsip Islam. Rasulullah SAW bersabda:

"Wanita dinikahi karena empat perkara: karena hartanya, keturunannya, kecantikannya, dan agamanya. Maka pilihlah wanita yang beragama, niscaya engkau beruntung." (HR. Bukhari dan Muslim)

Hadis ini menggarisbawahi pentingnya memilih pasangan berdasarkan nilai-nilai agama dan akhlak, bukan berdasarkan konsep spiritual abstrak seperti twin flame.

Mitos atau Realitas?

Konsep twin flame mungkin menarik dari sudut pandang spiritual modern, tetapi tidak memiliki dasar dalam Islam atau psikologi ilmiah. Dalam Islam, manusia diajarkan untuk tidak terlalu bergantung pada hubungan manusia, tetapi lebih fokus pada hubungan dengan Allah. Hubungan yang sehat adalah hubungan yang membawa seseorang lebih dekat kepada Allah, bukan yang menciptakan keterikatan emosional berlebihan atau perasaan "ketergantungan" pada individu lain.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun