Mohon tunggu...
Lilis Nur Mukhlisoh
Lilis Nur Mukhlisoh Mohon Tunggu... Penulis - Content Writer

Simple is best

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Omikuji: Ramalan Kertas di Kuil Jepang yang Jadi Tradisi

17 Januari 2025   16:43 Diperbarui: 17 Januari 2025   16:43 33
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Bagi para pencinta anime, adegan ketika tokoh utama mengunjungi kuil saat tahun baru tentu sudah tidak asing lagi. Selain berdoa agar tahun yang baru membawa keberuntungan dan harapan mereka terwujud, karakter-karakter ini juga sering melemparkan koin sebagai bentuk persembahan, lalu menggoyangkan kotak berisi batang bernomor. Setelahnya, mereka akan menerima secarik kertas yang berisi ramalan mengenai berbagai kemungkinan yang akan mereka hadapi di tahun yang baru.

Adegan di anime saat mengunjungi kuil di Tahun Baru (dok. Hyouka)
Adegan di anime saat mengunjungi kuil di Tahun Baru (dok. Hyouka)

Jika memperoleh ramalan kurang baik, kertas tersebut biasanya diikatkan pada pohon atau rak kayu. Bagi yang belum familiar, tradisi ini dikenal sebagai omikuji (おみくじ). Kebiasaan ini merupakan bagian dari budaya masyarakat Jepang ketika mengunjungi kuil Shinto maupun Buddha.

Kertas ramalan omikuji di anime (dok. Kimi ni Todoke)
Kertas ramalan omikuji di anime (dok. Kimi ni Todoke)

Bagaimana sebenarnya tradisi ini bisa terjadi?

Mengutip situs sakura.co, omikuji memiliki akar yang sama dengan tradisi kuno di Tiongkok, yaitu praktik ramalan kau chim. Tradisi ini mulai masuk ke Jepang pada masa periode Heian (794–1185). Pada awalnya, omikuji digunakan oleh kalangan pendeta dan bangsawan sebagai metode untuk mengambil keputusan penting, baik dalam urusan pemerintahan maupun keagamaan.

Pada zaman Kamakura (1185–1333) dan Muromachi (1336–1573), praktik ini mulai berkembang di kalangan masyarakat umum. Ramalan-ramalan tersebut ditulis dalam bentuk waka, puisi Jepang yang menggambarkan hubungan antara dunia ilahi dan kehidupan manusia. Seiring waktu, omikuji berkembang menjadi ritual yang dihormati sebagai sarana mencari petunjuk dalam mengambil keputusan penting atau meramalkan masa depan. 

Popularitas omikuji semakin meningkat dan mulai menyatu dengan tradisi Shinto, terutama pada periode Edo (1603–1868). Kuil dan wihara pun menjadi pusat utama bagi masyarakat yang ingin menjalankan tradisi ini, terutama saat perayaan besar seperti Tahun Baru.

Bagaimana cara melakukan tradisi ini?

Tradisi ini bisa dilakukan oleh siapa pun yang memercayai adanya ramalan. Dilansir dari Tribunnews, saat mengunjungi kuil, sumbangkan sedikit uang (sekitar 100 atau 200 yen), kemudian guncanglah sebuah kotak atau wadah tertutup yang berisi batang bernomor (mikuji-bo). Setelah mendapatkan nomor, kertas ramalan dapat diambil dari laci yang sesuai dengan nomor mikuji-bo tersebut.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun