Menikah adalah hal yang sering sekali ditanyakan kepada anak, adik, sodara, teman atau siapa pun yang kita kenal dan belum menikah. pertanyaan yang sepertinya ringan dan mudah diucapkan. tetapi bagi yang belum menikah tentu akan terasa seperti hantaman godam didada.
Menikah bukan hanya urusan berdua, tetapi menyangkut dan melibatkan keluarga besar kedua belah pihak. menyatukan kedua keluarga yang mungkin berbeda karakter, merupakan hal yang penuh tantangan, dibutuhkan segala keterbukaan, kerendahan hati, saling memahami, saling mendukung dan mau mengesampingkan ego masing-masing.
Banyak sekali adat kebiasaan yang dibawa oleh masing-masing keluarga sesuai dengan adat yang diturunkan dari leluhur mereka. bahkan sampai ada yang mungkin memakan waktu yang cukup panjang dalam prosesi adat tersebut.Â
Tetapi semua perbedaan adat dan kebudayaan dari dua keluarga besar tersebut justru menjadi hal yang sangat menarik dan unik serta menjadi pengalaman tak terlupakan bagi yang mengalaminya.
Terkadang ada hal menarik yang kita temui, yang tidak ada dalam adat kebiasaan kita.
Seperti halnya Tradisi"Nyambung" yang ada didaerah Pandeglang-Banten. Tradisi yang sudah turun temurun dari generasi ke generasi yang sampai saat ini masih dilakukan. Tradisi "Nyambung" ini biasanya dilakukan pada acara-acara pernikahan atau acara sunatan.
Dimana tradisi nyambung ini adalah tradisi "berkirim" segala kebutuhan yang diperlukan dalam acara pernikahan atau sunatan tersebut.
Adapun yang dikirimkan itu bisa berupa bahan-bahan kebutuhan dalam acara pernikahan, seperti, beras, air mineral, daging, ayam potong, ikan, sayur mayur, buah-buahan, dan berbagai macam kue hidangan serta berbagai hal lainnya.
Untuk itu setiap penyelenggara resepsi atau hajatan pernikahan ini akan membentuk panitia yang terdiri dari 3-5 orang yang akan mencatat siapa saja yang telah mengirimkan "bantuan" tersebut. dengan detail panitia ini akan mencatat nama, barang yang dikirimkan, jumlahnya, serta berasal dari daerah atau kampung mana, kedalam sebuah buku catatan.
Karena dari buku catatan ini akan diketahui siapa saja yang telah "membantu" sehingga nantinya ketika si pemberi bantuan ini akan melaksanakan acara yang serupa maka harus dikembalikan sesuai yang telah diberikan.Â
Tradisi "nyambung"ini bukan hanya dilakukan oleh keluarga inti saja, tetapi siapa saja yang dianggap dekat atau kenal dengan si punya hajat, maka dapat memberikan dan mengirimkan "bantuannya"tersebut.
Tradisi "Nyambung" ini sepertinya memang sangat membantu saat si punya hajat harus menyiapkan banyak hidangan untuk para tamu undangan, mereka tidak perlu khawatir kekurangan persediaan logistik dalam mempersiapkan segala macam menu hidangan  dimeja prasmanan.
Tetapi hal yang terkadang terjadi adalah ketika saatnya tiba harus mengembalikan apa yang sudah diterima, dan ternyata pada saat itu belum bisa mengembalikan "bantuan" tersebut sesuai jumlah yang ada di buku catatan. sehingga akan timbul masalah tersendiri yang pastinya menjadi beban dan membutuhkan penyelesaian.
Yang awalnya mungkin adalah meringankan tetapi pada akhirnya mungkin mejadi sedikit beban yang memberatkan. walaupun semua itu dapat dibicarakan dengan baik.
Tradisi ini sampai dengan saat ini masih ada, para orang tua dan sesepuh masih mempertahankannya sebagai sebuah tradisi.
Apa pun tradisi itu kita patut menghormati dan menghargainya sebagai betuk kekayaan adat istiadat.
Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H