Mohon tunggu...
lilis ernawati
lilis ernawati Mohon Tunggu... Dosen - Saya seorang guru/dosen yang saat ini sedang aktif di grup menulis, inovasi pembelajaran dan public speaking. Saat ini sudah berhasil membuat 9 buku antologi dan aktif mengikuti lomba-lomba menulis di beberapa link

Saya mengenyam pendidikan dasar, menengah dan atas di kota kelahiran kuningan. Sedangkan pendidikan tinggi di kota garut

Selanjutnya

Tutup

Parenting

Kembalikan Hati pada Illahi Part 1

23 Juli 2024   09:05 Diperbarui: 23 Juli 2024   12:40 89
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Parenting. Sumber ilustrasi: Freepik

Malam kian larut, angin dingin mulai menyelisip ke dalam rongga-rongga kulitku. kesedihan semakin menghampiri,  air mata semakin deras membasahi pipi. Rasa nyeri di hati semakin menyiksa kini. Ada sejuta penyesalan dan rasa bersalah yang menggelayuti. Namun semua telah terjadi. sejuta kata "Andai,..., andai,..., andai,..." terus bermain di otakku. 

Ingin kuteriak sekeras-kerasnya,...ingin kumenangis sejadi-jadinya,...Namun semua itu takakan mengembalikan apapun. Aku masih terpuruk tak sadar dengan jadi diriku. Siapa aku?! Bagaimana aku?!Dan mengapa aku ada di dunia ini?! pertanyaan yang tidak perlu ada jawaban, karena hanya berisi kemarahan dan penyesalan.

Sejatinya manusia memang  telah Allah ciptakan dengan perjanjian  saat ruh ditiupkan. Kita tinggal menjalani semuanya. takdir baik dan buruk telah dituliskan. Walau kadang hati kita tidak dapat menerima kenyataan, akan tetapi Allah memberikan ruang akal bagi kita untuk belajar ikhlas dan bersabar menerima semua takdir diri. Walau nyeri tak tertandingi, walau meradang setiap hari. Namun semua itu harus kita hadapi dan kembalikan pada illahi robbi dengan ucapan :

                             Inna lillahi wa inna ilaihi rajiun. Allahumma ajirni fi mushibati wa akhlif li khairan minha. 

artinya :  "Sesungguhnya kami adalah milik Allah, dan sungguh hanya kepada-Nya kami akan kembali. Ya Allah karuniakanlah  padaku 

                       pahala dalam musibah yang menimpaku dan berilah aku ganti yang lebih baik daripadanya."

Mencintai, tak seharusnya sampai mati. Memiliki tak seharusnya enggan berbagi. Semua ada batasnya. Dimana kita harus melepas sesuatu yang dicintai, dimana kita harus mengembalikan lagi apa yang pernah kita miliki.

Walau seluruh badan terasa nyeri, walau hati terasa perih, walau pikiran terasa buntu oleh sesuatu yang seharusnya kita sadari jika semuanya hanyalah semu. Hidup di dunia ini hanya sementara. Bukan untuk mencari sesuatu yang bukan milik diri, akan tetapi mengumpulkan bekal amal untuk dibawa mati.

Alkisah. sebuah keluarga yang begitu bahagia, dengan kehidupan yang sempurna. Suami istri yang saling mencintai, harta yang  cukup mereka miliki serta anak-anak yang soleh dan solehah pun melengkapi kehidupannya. semua berjalan seirama dengan harapan.

Hingga suatu ketika, Allah memberikan tambahan kebahagiaan dengan kehamilan kembali sang istri. Semakin lengkaplah semuanya. Sesosok jabang bayi kembali hadir menambah keceriaan keluarga ini. Takbisa dipungkiri, kebahagiaan itu kadang menimbulkan suatu rasa yang berlebihan. Hingga apapun yang seharusnya tidak dilakukan dan disiapkan, disediakan begitu lengkapnya. Lupa akan sodakoh, lupa jika di sepanjang perjalanan yang mereka lewati masih banyak orang yang mengais rejeki dari sisa-sisa makanan yang masih bisa dinikmati.

Allah pun murka. kehadiran jabang bayi lucu dan menggemaskan ternyata membuatmu khilaf. Ternyata membuatmu berbuat dzolim tanpa sengaja dan ternyata membuat kehidupanmu menimbulkan mubadzir pada barang-barang yang tidak seharusnya di beli. Allah pun mengambil kembali jabang bayi tersebut karena sayang pada keluarga ini. Takut kehadiran jabang bayi ini semakin membuatnya jauh dari tujuan hidupnya yaitu semata-mata untuk ibadah kepada Illahi Robbi. Takada angin, takada hujan, tiba-tiba bayi mungil yang lucu itu sakit panas. Namuntidak rewel. semalam waktu yang cukup panjang untuk dia bertahan. Pagi hari kondisinya memburuk, langsung dibawa ke rumah sakit yang jaraknya cukup jauh dari rumah, kurang lebih 45 km atau sejam perjalanan. Namun sayang, takdir tak bisa dipungkir, malang tak bisa ditentang. Bayi mungil yang lucu menghembuskan napas terakhirnya dipelukan ibu yang sepanjang perjalanan terus saja mengagungkan sang pencipta. Memohon kesembuhan anaknya. Namun sayang, daun muda sudah kadung jatuh ke tanah, takbisa disematkan lagi pada pohon kehidupannya. pupuslah sudah semua impian dan harapan pada bayi kecil yang lucu ini.

Kabut hitam menyelimuti keluarga ini. Kesedihan tak terkira menimpa sang ibu, hingga jatuh sakit. Sakit, sesakit-sakitnya. Beberapa dokter menangani, beberapa paraji di datangi. Semua semata-mata ingin sang ibu kembali sehat seperti dulu lagi. Padahal sebenarnya sakit sang ibu adalah sakit  yang dibuat sendiri karena tidak merasa ikhlas dengan kepergian anaknya. Dia tidak sadar, jika apapun yang dia miliki adalah milik Illahi yang dititipkan sementara. Dan akan dimintai pertanggungjawabannya suatu hari ini.

Sang Ibu setiap hari meradang. Hingga satu hari, seperti ada keajaiban. Sang Ibu mulai menata hati, meningkatkan ibadahnya lagi, meningkatkan puasanya lagi dan mulai mencari kesibukan diri. Penyakit yang selama ini menggerogotinya perlahan sirna bersama semangat sang ibu menjalani hari-hari. 

Hikmah yang dapat kita petik dari satu kisah di atas adalah, " Apapun yang kita miliki di dunia ini, takada yang abadi. Dan dalam jiwa  yang sakit akan tumbuh  raga yang sakit pula. Makanya sehatkan jiwanya agar sehat pula raganya." bersambung ke part 2

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Parenting Selengkapnya
Lihat Parenting Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun