Mohon tunggu...
liliputbuntek
liliputbuntek Mohon Tunggu... -

Soul searching..

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Review Film : The Jungle Book (2016)

23 April 2016   11:15 Diperbarui: 29 Mei 2016   01:42 556
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption caption="sumber imdb.com, poster film the jungle book"][/caption]Pertama nonton thrillernya, saya sudah kepingin banget nonton film daur ulang yang satu ini karena satu hal: Jon Favreu. Sutradara satu ini ciamik memainkan alur cerita, termasuk di film Ironman 1 & 2 yang mana dia juga ikut berperan sebagai supir/bodyguard milyuner Tony Stark.

The Jungle Book sesuai dengan harapan saya, memuat isu lingkungan hidup, animasi hutan dalam 3 D yang mempesona, dan terutama Kaa, ular raksasa yang menakutkan. Walaupun ada kontroversi, film ini cukup menghibur (saya) yang merasakan rasa dingin di punggung saat tokoh Mowgli memasuki hutan hujan tempat si ular Kaa hidup.

Dengan tangan dinginnya, Jon Favrou membuktikan bahwa selain dia suka menyutradarai (dan jadi pemeran) di film indie besutannya sendiri, dia juga pawai menyutradarai film blockbuster.

1. India

Tanpa tahu bahwa film ini berlatar belakang India, si Mowgli yang cemong dan kotor muncul dibawakan oleh aktor cilik berwajah India. Mulanya saya khawatir film ini akan diperankan oleh anak kaukasia, tapi syukurlah detil ini tidak dilewatkan oleh sutradara. Ada lagi kuil gaya India yang amat megah, tempat Raja Louie bersemayam. Sosok manusia digambarkan bersurban, masih lah nyerempet India walaupun pada mulanya saya kira malah orang Arab…

2. Solo play

Selain film I Am Legend, Cast Away, The Jungle Book adalah salah satu film yang tokoh utamannya main sendirian selama film ini berlangsung. Neel Sethi, aktor cilik berusia 12 tahun keturunan Amerika-India, main sendirian tanpa satupun tokoh manusia. ‘Temannya’ adalah beruang, jaguar, serigala, kera yang kesemuanya adalah ilustrasi komputer.

3. Feminis

Ada dua karakter wanita dalam film ini, serigala Rakhsa, ibu angkat Mowgli yang disuarakan oleh Lupita Nyong’O, dan ular raksasa Kaa yang disuarakan oleh Scarlet Johanssen. Jon Favrou sendiri berpendapat bahwa film ini terlalu maskulin, sehingga dia memasukkan dua tokoh wanita dalam filmnya. Serigala Rakhsa juga akhirnya menjadi Alpha dalam kawanannya setelah Alpha sebelumnya, Akeela, terbunuh oleh macan antagonis Shere Khan.

4. Hutan Buatan

Jon Favrou ‘membuat’ hutannya sendiri setelah melakukan banyak foto dan riset di hutan-hutan India. Favrou ingin hutannya nampak surreal, seakan-akan penuh dengan sihir, dan berkualitas seakan mimpi. Saya sangat memahami hal tersebut ketika mengingat serangga-serangga kecil serupa debu yang berterbangan seakan di hutan beneran, kepekatan dan rasa lembab hutan hujan di sarang Kaa, pepohonan yang seakan tidak dapat dipercaya dan menyembunyikan kejahatan. Sungguh, hutan palsu itu menakjubkan. Sayangnya, saya mungkin salah melihat ada tumbuhan Bugenvil dan Teratai. Setahu saya Bugenvil bukan asli tanaman hutan dan teratai tidak tumbuh di sungai. CMIIW. Satu lagi, karena hanya CGI, gerakan hewan-hewan dalam film ini jadi berasa kurang realis. Kaku gitu.

5. Pengisi Suara

Pengisi suara dalam film ini saya rasa pas. Saya tidak punya keterikatan emosional dengan tokoh Akeela, Rakhsa, atau Bagheera, tapi Shere Khan (disuarai oleh Idris Elba) punya kekuatan dan kecongkakan yang bisa dirasakan bahkan hanya dari suaranya saja. Tokoh Baloo (disuarakan oleh Bill Murray) memang lucu, agak malas, dan sedikit masa bodo sebagimana, yah, Bill Murray. Dan dalam tokoh King Louie, ada kegilaan Christopher Walken. The total gem of the voice caster is Scarlett Johanssen. Johanssen, yang selalu ada dalam film Favrou menggunakan suaranya yang unik untuk menghipnotis Mowgli,……dan saya. Ada bonus satu lagu yang dibawakan oleh Johanssen kalau kita mau menunggu dengan bodoh, eh,  sabar ending credit film ini. Dan saya sukaaa…..

6. Peduli Lingkungan

Oleh para Serigala, Mowgli diajari hukum alam, bahwa patuh pada hukum alam akan membawa kehidupan dan kelimpahan, sementara melawan hukum alam akan mengakibatkan kematian. Juga ada hukum Serigala bahwa ‘kawanan’ akan melindungi tiap Serigala , tapi bersama, Serigala juga harus melindungi ‘kawanan’. Agak susah diterjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia memang, tapi intinya mah kalau kita jadi anggota dewan oleh masyarakat akan diberi kemudahan (baca fasilitas) tapi kita juga harus melayani masyarakat. Begonoh.

Ada lagi satu quotes yang menurut saya kuat banget sampe mau nangis waktu itu, bahwa gajah adalah ‘raja rimba’. Dengan gadingnya, gajah membuat sungai, memberi kehidupan pada pepohonan, sehingga bisa dikatakan gajah menciptakan hutan, tapi tidak menciptakan manusia. Semua binatang tunduk pada gajah karena gajah paling besar, paling kuat seantero hutan.  Buat saya ini ngena banget, apalagi tidak lama sebelum film ini saya tonton ,saya baca bahwa ada gajah lagi yang mati diracuni di Sumatra.

7. Tidak Sesuai untuk Anak

Banyak kritikus mengatakan bahwa film ini tidak sesuai untuk anak-anak. Menurut saya, ada benarnya. Kenapa? Karena film ini menggambarkan betapa realisnya kehidupan bermasyarakat itu. Keras, siapa lemah akan mati. Keras, yang tidak menuruti hukum bermasyarakat akan dijauhi. Keras, yang pintar yang kerja, yang kurang pintar kasih perintah. Lhooo…

Dalam film ini tidak ada impian indah khas film Disney, atau gula yang menutupi kue kurang enak. Tapi kenyataan yang menghantam; bahwa Mowgli tidak punya kawanan dalam hutan, bahwa Mowgli berbeda, Mowgli manusia dan manusia punya akal, bahwa manusia adalah penakluk alam (adegan Mowgli naik anak gajah), bahwa di tangan manusia kelangsungan hutan bergantung. Untuk anak cerdas yang kurang beruntung tidak punya orang tua suka ngoceh menjelaskan, film ini akan membuat mereka bingung. Apalagi kalau mereka bertanya, kenapa Shere Khan mati-matian memburu Mowgli sampe main ancem kawanan Serigala?

Buat saya yang sudah dewasa, film ini punya nilai pendidikan yang tinggi, yang mencoba mengetuk hati paling dalam bahwa di tangan manusialah Bumi ini bisa berlangsung, atau mati.

Salam.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun