Mohon tunggu...
liliputbuntek
liliputbuntek Mohon Tunggu... -

Soul searching..

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Nyaris Menumpang Rafelia 2

5 Maret 2016   05:43 Diperbarui: 5 Maret 2016   20:37 557
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption caption="Sumber: Kompas Print"][/caption]Tadi siang sekitar jam 12, saya tiba di Pelabuhan Gilimanuk dari Denpasar. Setelah beli tiket, saya melangkahkan kaki menuju Dermaga 3 tempat KMP Trisila Bhakti siap untuk berangkat. Trisila Bhakti kapalnya lumayan, dengan riang hati saya menuju Dermaga 3. Tapi tengah jalan, rupanya KMP Trisila Bhakti sudah mau jalan. Berbeloklan saya ke Dermaga 4. Di sana menunggu KMP Agung Wilis. Di sebelah Agung Wilis, di dermaga LCM, ada satu kapal kecil yang juga sedang sandar. Setelah bimbang selama beberapa menit, akhirnya saya naik KMP Agung Wilis daripada kapal tadi. Saya lupa namanya (kapal LCM juga, tapi bukan KMP Rafelia 2!), tapi kapal itu kemarin lumayan bikin saya mabuk karena menepi dengan kasar sampai membentur dinding penghalang dermaga sebanyak sekitar 3 kali.

Agung Wilis ruang penumpangnya luas. Dulu kapal ini canggih dengan pintu geser otomatis yang bisa mendeteksi jika ada orang di depannya, maka pintu itu terbuka sendiri. Sekarang mungkin otomatisnya sudah mati, jadi harus manual. Turun tangan. Sebenarnya di dermaga saya sempat mendengar orang berbisik-bisik, “tenggelam tuh.”. Menurut salah seorang pedagang asongan yang saya tanya, katanya ada kapal tenggelam. “Tenggelam beneran loh dik, bukan bocor saja. Tenggelam! Tapi adik nggak usah kuatir. Adik naik kapal ini saja, kapal penumpang (Agung Wilis), lebih aman, apalagi kalau duduknya dekat sekoci,” katanya.

Sampai di ruang penumpang, saya mendengar ABK juga sedang seru mengawasi lautan. “Tidak akan terlihat mata. Kalau mau lihat, ambil teropong,” kata salah satu ABK pada temannya. 

“Kapalnya apa namanya?”

“Rapilia,” jawab ABK tadi.

Saya langsung buat draft di hape, tidak sadar kalau Agung Wilis sudah berangkat dari Pelabuhan Gilimanuk. Begitu sadar, saya sudah di tengah laut. Eh, tapi....kok Pelabuhan Ketapang tidak terlihat. Malah Pabrik Semen Bosowa yang tampak di depan mata, padahal Pabrik Semen itu jauh berada di sebelah selatan Pelabuhan Ketapang. Dan, saya melihat satu kapal oranye melintas. Semua orang mulai berdiri, dan saya keluar ruang penumpang untuk melihat apa yang terjadi.

Ternyata....tidak ada apa-apa. KMP Rafelia 2 telah tenggelam ke dasar laut. Hanya ada beberapa kapal kecil yang lewat di sekitar TKP (termasuk kapal yang saya tumpangi) untuk menyisir lokasi, siapa tahu ada korban yang belum dievakuasi. Jadi biarpun dibilang nyaris, selang kapal Rafelia 2 dan kapal Agung Wilis yang saya tumpangi itu 20 menit. Dan selama 20 menit itu masih ada beberapa kapal lainnya yang berangkat, diantaranya KMP Trisila Bhakti yang urung saya tumpangi.

Sesampainya di Pelabuhan Ketapang, Banyuwangi, saya melihat mobil polisi sudah stand-by. Ambulan meraung, dan seakan tidak membiarkan ada ruang kosong, setelah satu ambulan meninggalkan pelabuhan dengan korban, datang lagi ambulan lain yang masih kosong. Saya menceritakan kejadian itu kepada Bapak yang menjemput.

Sesampainya di rumah, baru diketahui kalau KMP Rafelia 2 yang tenggelam itu adalah kapal LCM (barang) yang sudah dimodifikasi menjadi kapal penumpang (Ro-Ro) dan sedang menampung banyak sekali kendaraan berat. Keadaan kapal sejak awal memang sudah tidak bagus, miring, dan air juga bisa masuk ke kapal. Beberapa media menyatakan bahwa kapal ini memuat 2 truk besar, 1 pick up, 4 truk tronton, 18 truk sedang, dan 4 kendaraan kecil. Walau tidak disebut, saya yakin ada beberapa sepeda motor juga terparkir di kapal. Kapal Rafelia 2 diduga akan mendarat di pelabuhan LCM (yang biasa disebut pelabuhan barang). Biasanya yang masuk kapal LCM adalah kendaraan besar. Kendaraan kecil seperti mobil, pick up, motor, akan masuk ke kapal penumpang (Ro-Ro) melalui dermaga. Ada kendaraan kecil, bahkan motor, yang ikut naik ke LCM karena kapal LCM tenaganya lebih besar (karena didesain untuk menampung kendaraan besar) sehingga nyampenya juga lebih cepet.

Agak malam, ada teman yang datang ke rumah. Tetangganya belum ditemukan, katanya. Tetangga dia adalah nakhoda. Dan sampai artikel ini ditulis, (4/3/2016, pukul 22:18) Nakhoda dan Mualim I belum ditemukan. Jusa sepasang ibu dan bayinya. Jumlah korban yang belum ditemukan sebanyak 4 orang.

Ada satu video yang beredar di medsos yang saya lihat, memang menjelang tenggelam kapal Rafelia 2 sudah miring. Lama kelamaan makin miring dan saya seperti melihat ada api di atap kapal. Lalu kapal seakan berputar sedikit. Pintu kapal sudah dalam keadaan terbuka, lalu asap hitam mengepul pekat dari atap kapal. Kapal semakin miring dan akhirnya terbalik memperlihatkan lunasnya yang berwarna oranye kemerahan. Dari video saya juga mendengar seru-seruan orang yang melihat.

“Jangan loncat sekarang! Awas kena baling-baling!”

Pemandangan yang mampu pembuat laki-laki menangis histeris. Saya bertanya-tanya, apakah tidak ada sekoci penyelamat yang diturunkan? Kenapa banyak orang yang terjun ke laut? Tidak lama setelah penumpang loncat, sebuah kapal nelayan mendekat. Kapal-kapal kecil ini sangat membantu evakuasi korban ke darat.

Kejadian ini membuat media sosial ramai dengan kecemasan. Saya sendiri juga menempuh Ketapang-Gilimanuk hampir tiap minggu. Tapi insyaallah, untuk kapal penumpang jarang ada masalah. Saya juga selalu melakukan ini untuk jaga-jaga:

  1. Saya selalu melihat dimana letak penyimpanan jaket pelampung, dan dimana letak sekoci penyelamat,
  2. Cari dan perhatikan petunjuk penggunaan jaket pelampung,
  3. Kalo bisa, lihat denah kapal dan cari tempat berkumpul darurat,
  4. Saya juga pilih-pilih kapal. Yang sekiranya kecil tidak saya naiki, melainkan tunggu kapal yang agak gedean. Kali aja mesinnya lebih yahud,
  5. Ini cuman paranoid pribadi sih, tapi hindari kapal LCM. Kapal yang terakhir terdampar di Gilimanuk juga jenisnya LCM. Miring, diduga kelebihan muatan.

Dari bisik-bisik, saya juga mendengar kalau kapal ini memang main mata dengan supir mobil barang supaya naik ke kapalnya. Yang pasti, pihak manajemen tahu. Setiap kapal adalah milik perusahaan, bukan ASDP saja, dan apa yang terjadi di lapangan saya yakin manajemen juga pasti tahu. 

Lalu lintas di Pelabuhan Ketapang-Gilimanuk termasuk tinggi. Dengan 5 dermaga Ro-Ro (penumpang) dan lebih dari 20 kapal membuat kapal-kapal itu harus berangkat sesuai jadwal. Kosong berangkat, penuh juga berangkat. Tidak seperti bis yang menunggu penumpang penuh baru berangkat. Saya cuman agak sedikit ngeri kalau naik kapal pas bareng rombongan pariwisata. Bisnya gede-gede booo... Tapi ya itu, kapal sekarang pake jadwal. Dan mereka juga pasti memikirkan kuota penumpang dan berat kendaraan. Mereka juga manusia, tidak bakal mau celaka.

 
Semoga kita selalu dalam lindungan-Nya.

 
Salam.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun