Mohon tunggu...
Lilin Rofiqotul
Lilin Rofiqotul Mohon Tunggu... Administrasi - Putri kelahiran banyuwangi

Lilin Rofiqotul ilmi mahasiswa tadris matematika angkatan 2017

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Konseling Krisis dan Cara Menangani Korban Kekerasan dan Pelecehan Seksual pada Anak

6 Desember 2019   23:14 Diperbarui: 6 Desember 2019   23:10 761
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Pendekatan Konseling Krisis oleh Konselor Dalam Menangani Korban Kekerasan dan Pelecehan Seksual Pada Anak


Oleh Saidatur Rohmatun Nisa'
17410021-C


Masalah kekerasan seksual, bullying dan perceraian menjadi alasan utama traumatik yang dialami mentah anak-anak dan remaja pada umumnya kini. Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAl) pada tahun 2016 melakukan penelitian dan hasil dari penelitian tersebut menyebutkan bahwa Indonesia pada saat ini mengalami kondisi lampu merah kejahatan seksual pada anak maupun remaja dan meningkat 100% dari tahun sebelumnya dan diprediksi akan senantiasa bertumbuh kedepannya.

Hal ini didukung pula dengan penelitian yang dilakukan oleh Pusat Data dan Informasi (Pusdatin) Komnas Perlindungan Anak (PA) Indonesia di tahun 2018 yang memiliki data setidaknya terdapat 965 kasus pelanggaran hak anak sepanjang Januari hingga Juni. Dari kasu tersebut didapati 52 persen didominasi oleh kejahatan seksual, dan perempuan menjadi mayoritas korban dalam kasus kejahatan seksual baik kekerasan maupun pecehan seksual.

Data UNICEF menunjukkan 1 dari 10 anak perempuan di dunia kejahatan seksual namun tidak menutup kemungkinan anak laki-laki dapat menjadi korban karena tingginya kasus sodomi yang terjadi akhir-akhir ini. Anak-anak yang menjadi korban kejahatan seksual cenderung menutup diri atas kasus yang dialaminya karena mereka tidak mengerti apa yang terjadi dan apa yang mereka harus lakukan, namun hal ini tanpa disadari mempengaruhi kesehatan mental mereka.

Dalam sebuah penilitan yang menghimpun 65 penelitian yang berasal dari 22 negara, ditemukan sejumlah hal menarik. Salah satunya adalah diperkirakan sebanyak 7,9 persen anak laki-laki dan 19,7 persen anak perempuan secara global pernah mengalami pelecehan seksual sebelum usia 18 tahun. Angka ini cukup tinggi. Berdasarkan penelitian tersebut juga korban cenderung tidak mau pelaporkan dengan berbagai macam alasan seperti rasa malu, takut, victim blaming oleh masyarakat, ketidaktahuan dan lain sebagainya. Fakta yang cukup mencengankan adalah pelaku kebanyakan masih berasal dari lingkungan si korban dengan berbagai modus.

Pelecehan seksual terhadap anak memberikan dampak yang cukup fatal kepada anak sebagai korban. Dampaknya tak hanya terasa tak hanya dari psikis namun juga dari aspek psikis seperti munculnya traumatik berkepanjangan yang berimplikasi pada penurunan nafsu makan, penutupan diri dari sosial, stress, depresi, goncangan jiwa, adanya perasaan bersalah dan menyalahkan diri sendiri, rasa takut berhubungan dengan orang lain, bayangan kejadian dimana anak menerima kekerasan seksual, mimpi buruk, insomnia, ketakutan dengan hal yang berhubungan dengan penyalahgunaan termasuk benda, bau, tempat, kunjungan dokter, masalah harga diri, disfungsi seksual, sakit kronis, kecanduan, keinginan bunuh diri, keluhan somatik, dan kehamilan yang tidak diinginkan. Dampak pelecehan seksual yang terjadi ditandai dengan adanya powerlessness, dimana korban merasa tidak berdaya dan tersiksa ketika mengungkap peristiwa pelecehan seksual tersebut.

Ikatan dokter Indonesia dalam Buku Pedoman Deteksi Dini, Pelaporan Dan Rujukan Kasus Kekerasan Dan Penelantaran Anak merumuskan bahwa dampak langsung dari anak korban kekerasan seksual dapat diamati secara langsung berupa tanda akibat trauma atau infeksi lokal, seperti nyeri perineal, sekret vagina, nyeri dan pendarahan anus, tanda gangguan emosi, misalnya konsentrasi kurang, enuresis, enkopresis, anoreksia dan perubahan tingkah laku, kurang percaya diri, sering menyakiti diri sendiri dan sering mencoba bunuh diri dan tingkah laku atau pengetahuan seksual anak yang tidak sesuai dengan umurnya.

Beberapa kasus kejahatan seksual berupa pelecehan dan kekerasan seksual pada anak sering kita dapati terjadi di Indoensia. Seperti kasus Yuyun, seorang siswa SMP berumur 14 tahun yang diperkosa 21 remaja yang beberapa diantaranya adalah orang dewasa pada tahun 2016.  Pada awal tahun 2018, juga terjadi kasus pelecehan seksual olehpredator pedofilia terhadap 41 anak di bawah umur. Pelaku yang disebut sebagai predator pedofilia tersebut merupakan sosok yang dikenal sebagai guru dilingkungannya. Korban dimingi imingi akan diajari ilmu mengenai semar mesem dan bisa mengobati penyakit, namun harus bersedia di sodomi. Kedua kasus ini adalah representasi bahwa Indonesia darutat kekerasan seksual pada anak dan perlu penyelesaian yang komprehensif oleh setiap aktor, salah satunya konselor.

Konselor memiliki fungsi yang fundamental dalam proses konseling baik dari segi upaya preventif maupun upaya penyembuhan. Menurut McLeod (2006), konseling mencakup bekerja dengan banyak orang dan hubungan yang mungkin saja bersifat pengembangan diri, dukungan terhadap krisis, psikoterapis, bimbingan atau pemecahan masalah. Dalam hal ini anak korban kekerasa dan pelecehan seksual berada dalam situasi kritis yang membutuhkan dukungan.

Individu yang mengalami krisis melalui proses yang penuh ketidakpastian secara bertahap, yaitu mengalami specific precipitating event (peristiwa spesifik yang datang secara tiba-tiba) salah satunya ketika menjadi korban kekerasan seksual, lalu individu menghadapi peristiwa spesifik yang datang secara tiba-tiba tersebut dengan perasaan terancam dan senantiasa diliputi kecemasan tinggi, respon yang ditunjukkan individu cenderung tidak terorganisasi dan tidak efektif, dan individu mengembangkan strategi koping yang disebabkan oleh stres. Hal ini yang akan berimplikasi pada perubahan pola perilaku yang menjurus ke negatif.

Maka dari itu, pendekatan Konseling krisis dapat dijadikan alternatif untuk proses penyembuhan para korban. Konseling krisis merupakan proses yang dilakukan oleh profesional terlatih dalam hubungan saling percaya terhadap individu yang mengalami tekanan sehingga berpengaruh positif terhadap kemampuan individu untuk berfikir, merencanakan, dan mengatasi masalah secara efektif. Yang membedakan konseling krisis dengan konseling yang lain adalah adanya situasi krisis yang menjadi penyebab munculnya ketidakseimbangan psikologis individu maupun kelompok masyarakat.

Tujuan dari konseling krisis terutama dalam kasus kejahatan seksual pada anak adalah untuk mereduksi traumatik yang mempengaruhi psikis mereka. Cara kerjanya dapat dianalisis ketika pada awalnya konselor menggunakan teori dasar krisis untuk membantu orang dalam krisis mengenali dan membetulkan penyimpangan afektif, tingkah laku, kognitif yang temporer yang disebabkan peristiwa traumatis. Pelayanan ini berbeda dengan konseling singkat, yang mencoba membantu orang menemukan penyembuhan atas masalah yang sedang terjadi. Penyesuaian jangka panjang dan kesehatan membutuhkan tindak lanjut cukup banyak dari pihak konselor krisis atau ahli spesialis lainnya.

Menurut Muro dan Kottman konseling krisis bertujuan untuk mengembangkan kemampuan individu yang mengalami krisis sehingga memiliki pemahaman positif terhadap masalah dan memiliki kemampuan mengatasinya. Proses yang dilalui selama konseling meliputi pemahaman terhadap perasaan dan pikiran individu yang mengalami krisis, konselor menunjukkan sejumlah alternatif solusi beserta konsekwensinya disertai dengan kesepakatan mengenai solusi yang dipilih dan melakukan evaluasi terhadap pilihan solusi yang dilakukan individu yang mengalami krisis. Sehingga kedekatan emosional konsuler dengan korban menjadi hal sangat krusial dalam hal ini.

Berbicara mengenai teknik yang dinarasikan oleh pendekatan konseling krisis terutama dalam kasus kejahatan seksual pada anak.  ada tiga aktivitas mendengarkan yang esensial yang harus diterapkan antara lain mendefinisikan masalah yaitu mengeksplorasi dan mendefinisikan masalah dari sudut pandang korban, menggunakan teknik mendengarkan dengan aktif, termasuk pertanyaan terbuka, memperhatikan pesan-pesan yang disampaikan korban secara verbal maupun nonverbal, memastikan keselamatan korban yaitu menilai tingkat bahaya, kritis, imobilitas, atau keseriusan ancaman terhadap keselamatan fisik, dan psikologis korban dan jika perlu memastikan bahwa korban menyadari alternatif lain selain tindakan impulsif yang dapat menghancurkan diri sendiri, menyediakan dukungan yaitu berkomunikasi dengan korban bahwa pekerja krisis adalah sosok pendukung yang tepat peragakan kepada korban keterlibatan personal yang penuh kasih sayang, positif, non-posesif, tidak menghakimi dan menerima.

Dalam kegiatan mendengarkan itu, konselor menggunakan strategi bertindak yang melibatkan antara lain memeriksa alternatif lain yaitu membantu korban dalam mengeksplorasi pilihanpilihan yang dia punyai saat ini, memfasilitasi pencarian dukungan situasional yang mendesak, mekanisme bertahan dan pikiran yang positif, membuat rencana yaitu membantu korban dalam mengembangkan rencana jangka pendek yang realistis yang mengidentifikasi sumber daya tambahan dan menyediakan mekanisme bertahan. Langkah tindakan yang dapat dimiliki dan dipahami oleh korban, mendapatkan komitmen yaitu membantu korban berkomitmen terhadap dirinya sendiri untuk menentukan tindakan yang positif yang dapat dimiliki dan dicapai atau diterima oleh korban secara realistis.

Ada beberapa hal yang harus dimiliki oleh masing masing konselor dimulai dari matangnya kepribadian dan memiliki keahlian dasar untuk memberi bantuan, mampu menjalin ikatan emosional dengan korban, mempunya refleks mental yang cepat dan seimbang serta aktif dalam situasi krisis terutama dalam mengahadapi kasus kejahatan seksual pada anak. Anak memiliki karakteristik yang harus ditelaah lebih baik lagi.  

Sebagai sebuah spesialitas, konseling krisis mempunyai keunikan dan kontribusi pada profesi konseling sebagai berikut yaitu pendekatan ini memberikan keuntungan karena singkat dan langsung, pendekatan ini menggunakan tujuan dan maksud yang sederhana karena sifat krisis yang tiba-tiba dan/atau traumatis, pendekatan ini bergantung pada intensitas yang lebih besar dari pada bentuk konseling biasa, pendekatan ini sifatnya lebih transisional. Keterbatasan konseling krisis yaitu pendekatan ini berhadapan dengan situasi yang harus ditangani dengan cepat, pendekatan ini tidak memberi resolusi sedalam seperti yang dilakukan pendekatan konseling lain, pendekatan ini lebih terbatas waktu dan berorientasi pada trauma dibanding kebanyakan bentuk intervensi terapi lainnya.

Ruang lingkup penatalaksanaan anak korban kekerasan seksual meliputi banyak aspek, yaitu meliputi aspek medik, psikososial, dan aspek legal.Dengan demikian penatalaksanaan anak korban kekerasan seksual haruslah merupakan kerjasama multidisiplin dan multiactor. Peran konsuler menjadi sangat fundamental dalam ranah privasi namun dalam ranah yang lebih luas, pemerintah juga mengambil beban yang sama untuk membuat regulator yang ketat terkait kasus ini. Konseling krisis dapat dijadikan salah satu pendekatan dalam ranah konseling yang cukup efektif terutama untuk mengatasi trauma dari anak korban kejahatn seksual.


Daftar Pustaka
Gladding, S. 2012. Konseling Profesi yang Menyeluruh. Jakarta: Indeks.
Huraerah, A. 2007. Child Abuse (Kekerasan Terhadap Anak). Edisi Revisi. Bandung: Penerbit Nuansa.
Ikatan Dokter Indonesia. 2003. Buku Pedoman Deteksi Dini, Pelaporan Dan Rujukan Kasus Kekerasan Dan Penelantaran Anak. Jakarta: Direktur Jenderal Bina Kesehatan Masyarakat Departemen Kesehatan Republik Indonesia.
Kolko, D. J. 1987. Treatment Of Child Sexual Abuse: Programs, Progress, And Prospects. Journal of Family Violence. 2.
McLeod, J. 2006. Pengantar Konseling : Teori dan Studi Kasus. Edisi Ketiga. Jakarta : Kencana.
Muro, JJ.and Kottman, T. 1995. Guidance and Counseling in the Elementary Schools. United States of America: Brown and Benchmark.
Wilder, P. 1991. A Counselor's Contributions to the Child Abuse Referral Network. School Counselor, 38.
http://www.kpai.go.id/data/ (Diakses 4 Desember 2019)
http://m.liputan6.com/global/read/2101694/unicef-ldari10-anak-perempuan-alami-pelecehan-seksual. (Diakses 4 Desember 2019)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun